INGKAR SUNNAH
Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA
ABSTRAKSI
Inkar Sunnah merupakan suatu paham menolak Hadis Nabi saw. yang lahir sejak masa awal Islam, terutama di zaman Imam asy-Syufii dan mengalir timbul tenggelam dalam sejarah sampai masa sekarang. Paham ini bertentangan dengan perintah Alquran untuk mengikuti dan menaula-dani Nabi dalam melaksanakan ajaran Alquran. Karena menolak Sunnah, sedang keterangan Al-quran bersifat umum dan tidak terperinci, maka penganut Inkar Sunnah menafsirkan Alquran se-kehendak hatinya, baik dalam menguatkan pahamnya maupun dalam pelaksanaan ibadah dan a-mal Islam. Sebagian mereka salat dua tiga kali sehari semalam dan sebagian yang lain lima kali. Rakaatnya pun masing-masing dua rakaat. Salat bentuk lain pun boleh juga. Argumen mereka ti-dak benar dan berdasarkan nas-nas Alquran dan Hadis, paham Inkar Sunnah adalah sesat dan ke-luar dari Islam.
A. Sejarah
Ingkar Sunnah berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw., baik secara keseluruhan maupun sebagian. Kajian tentang Ingkar Sunnah secara historis selalu merujuk kitab al-Umm karya Imam Syafii (w. 150 H). Di zaman modern, terkenal tokoh Inkar Sunnah di berbagai daerah, seperti Taufiq Shidqi di Mesir, Garrah Ali dan Gulam Ahmad Parwez di India-Pakistan, Kassim Ahmad di Malaysia, Rasyad Khalifah di Amerika, Haji Abdurrahman, Ustaz H. Sanwani, dan Ir. Irham Sutarto di Jakarta, Dailami Lubis di Sumatera Barat, dan untuk Medan juga sudah ada, baik yang terus terang menolaknya maupun yang menolaknya secara ilmiah.
Inkar Sunnah ada dua macam, yaitu pengingkar Sunnah secara keseluruhan dan pengingkar sebagian saja. Pengingkar hadis yang mutawatir hukumnya kafir, sedang pengingkar hadis yang sahih ahad fasik. Pengingkar seluruh Hadis berarti kafir karena termasuk di dalamnya hadis mutawatir. Bahasan dalam makalah ini adalah tentang pengingkar seluruh Hadis.
B. Ajaran Pokok Ingkar Sunnah
1. Dasar ajaran Islam hanyalah Alquran karena Alquran sudah lengkap dan sempurna.
2. Tidak percaya dan menolak seluruh Hadis Nabi saw.
3. Nabi Muhammad tidak berhak untuk memberikan penjelasan apa pun tentang Alquran
4. Syahadat mereka adalah Isyhadu bi annana muslimun (saksikan kamulah bahwa kami orang-orang Islam)
5. Rakaat dan cara salat terserah kepada masing-masing, boleh dua rakaat dan boleh dengan eling (ingat) saja
6. Puasa wajib bagi yang melihat bulan saja, tidak wajib bagi orang yang tidak melihatnya dengan alasan ayat faman syahida minkumusy syahra falyashumhu (Barang siapa yang melihat bulan di antara kamu maka hendaklah ia puasa)
7. Haji boleh dilakukan selama bulan-bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Sya`ban, dan Zulhijjah
8. Pakaian ihram boleh dengan celana, baju, jas, dan dasi.
9. Orang yang meninggal tidak disalatkan karena tidak ada perintah dalam Alquran.
10. Pengajian-pengajian Inkar Sunnah di Jakarta membuat semua salat dua-dua rakaat tanpa azan dan iqamah.
11. Dalil-dalil Ingkar Sunnah
Dalil-dalil atau alasan-alasan Ingkar Sunnah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu dalil Alquran dan alasan akal. Dalil Alquran antara lain adalah :
1. Alquran surat an-Nahl ayat 89 :
“Kami turunkan kepadamu Alquran untuk menjelaskan segala sesuatu”
2. Alquran surat al-An`am ayat 38 :
“Tidak Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alquran”
3. Alquran surat al-Maidah ayat 3 :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu agamamua dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridai Islam itu sebagai agamamu”
Ketiga ayat ini dan ayat-ayat yang senada menunjukkan bahwa Alquran telah menjelaskan segala sesuatu. Alquran tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang Islam sebagai agama sudah sempurna.
4. Alquran surat an-Najm ayat 3-4:
“Dan ia (Muhammad) tidak bertutur menurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu
yang diwahyukan kepadanya.”
Yang diwahyukan itu sudah termaktub dalam Alquran
5. Alquran surat al-Haqqah ayat 44-46:
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami
niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian Kami akan potong urat tali
jantungnya.”
Alquran surat surat Ali Imran ayat 20; al-Maidah ayat 92, 99; ar-Ra`d ayat 40; an-Nahl
ayat 35, 82; an-Nur ayat 45; al-`Ankabut ayat 18; asy-Syura ayat 48.
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tugas Nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan
Allah dan tidak berhak memberikan penjelasan apa pun.
Alquran surat Fathir ayat 31 “
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yakni Alquran itulah yang benar (haqq).”
8. Alquran surat Yunus ayat 36 :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran.”
Jadi, Hadis itu hanyalah persangkaan yang tidak layak dijadikan hujah.
Adapun dalil akal adalah sebagai berikut :
1. Alquran dalam bahasa Arab yang jelas. Orang yang paham bahasa Arab paham Alquran.
2. Perpecahan umat Islam karena berpegang pada hadis-hadis yang berbeda-beda
3. Hadis hanyalah dongeng karena baru muncul di zaman tabiin dan tabittabiin
4. Tidak satu hadis pun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelum pencatatan Hadis, manusia berpeluang berbohong
5. Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat
6. Konsep tentang seluruh sahabat adil muncul pada akhir abad ketiga Hijrah
12. Analisis terhadap Argumen Ingkar Sunnah
Dalil-dalil nakli dan argumen akli Ingkar Sunnah itu seluruhnya lemah. Seorang tokoh Inkar Sunnah dari Amerika, Rashad Khalifa menulis sebuah buku berjudul, The Computer Speaks : God’s Message to the World yang terbit pada tahun 1981. Tokoh Inkar Sunnah dari Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan Alquran sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara, dan menarik perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, lengkapnya dan keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Ini--katanya--bermakna Hadis sekaligus tertolak sebagai sumber teologi dan perundangan.[1] Lebih dari ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan Rashad Kahlifa terhadap Sunnah.Katanya, bahwa dalam masa lebih kurang tiga bulan dia telah berpuas hati mengenai tesis pokok Rashad Khalifa bahwa Hadis merupakan suatu penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh diterima sebagai sumber perundangan adalah benar.[2]
Ayat-ayat yang dikemukaan Ingkar Sunnah bersifat umum dan global, perlu peneje-lasan(bayan). Nabi berfungsi menjelaskannya. Penjelasan(bayan) itu berbentuk pernyataan, perbuatan, dan pengakuan pembawa Alquran itu. Karena itu, disebutkan dalam Alquran surat az-Zukhruf ayat 63:
“Sesungguhnya aku (Nabi) telah datang membawa hikmah dan untuk kujelaskan kepada kamu sebagian yang kamu berselisih paham tentangnya.” Surat an-Nahl ayat 44:
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu zikr(Alquran) agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.”
Demikian juga dalam surat yang sama ayat 64.
Dalam surat al-Maidah ayat 15:
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami menjelaskan kepada kamu banyak
mengenai hal yang kamu berselisih paham tentangnya.”
Keterangan yang sama juga disebutkan dalam surat yang sama ayat 19.
Surat Ibrahim ayat 4 :
“Dan tidak Kami mengutus Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya agar ia menjelaskan kepada mereka.”
Surat Ibrahim ayat 1 :
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau keluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang.”
Surat ath-Thalaq ayat 65 :
(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepada kamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bernacam-macam hukum) supaya dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.”
Surat Ali Imran ayat 3 :
“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan al-Hikmah.”
Ayat-ayat ini dan banyak lagi seumpamanya menjelaskan bahwa tugas Rasul bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menjelaskan (memberi bayan) terhadap pesan itu, mengajarkan Alquran dan hikmah, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dan membersihkan jiwa mereka. Jadi, maksud Alquran menjelaskan segala sesuatu adalah bersifat umum. Secara umum Alquran menjelaskan segalanya. Keterangan Nabi menjelaskan secara rinci dan operasional. Sebagai perbandingan adalah UUD bagi negara sifatnya lengkap tapi umum. Peraturan dibuat sebagai petunjuk operasional. Hadis pun berfungsi seperti peraturan. Sejalan dengan itu, Allah memerintahkan agar umat Islam mengambil apa yang dibawa Rasul. Yang dibawa Rasul itu ada dua, Alquran dan Sunnah Rasul.
Alquran surat al-Hasyar ayat 7:
“Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.”
Alquran surat an-Nisa’ ayat 59 :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul.”
Ketika Rasul hidup, maka orang Islam langsung mengikuti perintahnya. Sesudah wafatnya, tentunya mengikuti apa yang ditinggalkannya, yaitu Alquran dan Sunnah. Kalau sesudah wafat-nya tidak patuh lagi kepadanya, maka tinggalkanlah kedua Alquran dan Sunnahnya. Jangan tinggalkan satu pakai yang satu lagi. Jika keduanya ditinggalkan maka jadilah kafir.
Dalam surat an-Nisa’ ayat 65 Allah swt. mencap orang belum beriman selama ia belum bersedia menjadikan Nabi Muhammad menjadi hakim dalam urusannya. Agar penjelasan Nabi Mu-hammad tidak menyimpang dari tujuan Allah dalam Alquran, Allah senantiasa memeliharanya dari kekeliruan dalam penyampaian penjelasannya. Surat al-Maidah ayat 67 :
“Dan Allah memeliharamu dari gangguan manusia.”
Sebagai pemberi penjelasan, Nabi Muhammad ma`shum (terpelihara dalam menyampaikan risalah) Karena itu, Nabi saw. adalah teladan yang baik bagi orang Mukmin. Hal ini dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yangb baik.”
Diri Rasul saw. berarti sesuatu yang di luar Alquran, tetapi praktik dari ajaran Alquran. Salatnya, puasanya, hajinya, dan segala tindakannya harus ditiru. Karena teladan yang harus dicontoh, maka penjelasannya dan kelakuannya tidak boleh ditolak. Surat an-Nisa’ ayat 115 :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya.”
Surat an-Najm adalah dalil bahwa apa saja yang lahir dari Nabi Muhammad adalah wahyu Allah. Alquran disebut wahyu matlu, yang dibacakan Jibril kepada Nabi, sedang Sunnah wahyu gairu matlu, yaitu wahyu yang tidak dibacakan oleh Malaikat Jibril, tetapi langsung diilhamkan Allah ke hati Nabi. Alquran lafaz dan maknanya dari Allah, tanpa intervensi Jibril dan Nabi Muhammad saw., sedang Sunnah maknanya dari Allah, lafaznya dari Nabi sendiri.
Allah mengecam jika Nabi menga-adakan sebagian perkataan atas nama Allah adalah jaminan Allah bahwa Nabi itu jujur, tidak dusta sebagaimana yang dituduhkan orang kafir kepadanya. Ini tidak bertentangan dengan fungsi Nabi sebagai pemberi penjelasan terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat umum itu.
Alquran tidak diragukan sebagai kebenaran (al-Haqq). Tetapi Alquran itu sendiri sampai kepada manusia melalui Nabi saw. Kepercayaan terhadap Alquran sebagai kebenaran tergantung kepada kepercayaan terhadap Nabi saw. Ketidakpercayaan kepada Nabi saw. berakibat tidak percaya kepada Alquran.
Jika kepercayaan Pengikut Sunnah kepada Sunnah Nabi saw. hanyalah persangkaan maka penafsiran Pengingkar Sunnah terhadap ayat-ayat Alquran juga persangkaan yang lebih lemah. Sebab, Pengingkar Sunnah menafsirkan ayat semata-mata berdasarkan pikirannya sendiri-sendiri dan masing-masing. Sedang Penganut Sunnah menafsirkan Alquran berdasarkan keterangan penerima Alquran itu sendiri, yaitu Nabi saw. Nabi saw. lah orang yang paling berkompeten menjelaskan Alquran karena dialah orang pertama menerimanya dan memang ditugaskan menjelaskannya. Kalau ada muballig Alquran selain dia, itu hanyalah penyambung apa yang sudah dikerjakan Nabi saw. Muballig pertama adalah Nabi saw. Model muballig yang benar adalah model Nabi saw. Jika ada muballig yang lain dari model Nabi saw. berarti muballig yang menyimpang. Setiap penjelas terhadap Alquran harus mengikuti penjelasan penjelas pertama, yaitu Nabi saw.
Alasan akal yang dikemukakan Ingkar Sunnah juga tidak kuat.
1. Pendapat Inkar Sunnah tentang Alquran sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lain tidak bisa dipahami, baik secara nakli maupun akli. Sebagai dikemukakan sebelumnya banyak sekali ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Nabi saw. bertrugas memberi penjelasan (bayan) kepada Alquran. Secara akli juga argumen mereka membingungkan. Kenyataan menunjukkan bahwa penjelasan yang agak detail dalam Alquran sangat sedikit. Mengenai perempuan-perempuan yang haram dinikahi, pembagian harta warisan, dan pencatatan hutang mengutang diterangkan dalam Alquran agak detail. Itu pun tidak lengkap. Hal-hal lain tidak demikian. Mengenai pelaksanaan salat, puasa, zakat, haji, nikah, penyelenggaraan jenazah, dan muamalah disebutkan dalam Alquran sangat umum. Dari perintah-perintah Alquran dapat dipahami bahwa salat, puasa, zakat, dan haji adalah wajib atas setiap Muslim. Akan tetapi, berapa kali salat sehari semalam, berapa rakaat masing-masing waktu, bagaimana cara melaksanakannya, apa yang mesti dilakukan dalam salat dan apa yang tidak boleh dilakukan tidak dijelaskan secara terpe-rinci dalam Alquran. Karena itu perlu penjelasan tentang operasionalnya. Orang yang paling berkompeten menjelaskannya sebelum siapa pun, termasuk ulama adalah orang yang langsung menerima perintah-perintah tersebut, yaitu Nabi saw. Tanpa petunjuk operasional dari Nabio saw., maka cara pelaksanaan salat maka kemungkinan cara pelaksanannya ada dua kemungkinan, yaitu berdasarkan hasil musyawarah atau berdasarkan ijtihad masing-masing.
Kelompok Inkar Sunnah Jakarta mendasarkan pelaksaan salat mereka kepada hasil musyawarah, yaitu lima kali sehari semalam dengan ketentuan masing-masing dua rakaat tanpa azan dan iqamah. Tetapi di antara mereka juga ada yang menetapkannya tiga kali saja sehari semalam. Menurut kelompok ini, salat lima kali itu buatan manusia. Mereka ini mendasarkan pendapatnya kepada surat al-Isra’ ayat 78 : “Dirikanlah salat dari sesudah tergelincir matahari sampai gelap malam dan fajar. Sesungguhnya salat fajar itu disaksikan .“ Menurut yang mereka pahami dari ayat ini, salat itu tiga kali sehari semalam, yaitu sesudah matahari tergelincir, ketika malam sudah gelap, dan waktu fajar.[3] Bagi kelompok ini, tidak ada salat lain dalam Islam. Salat menurut Alquran hanya tiga waktu dan tiga macam ini saja. Perintah Alquran untuk salat pada hari Jumat tidak lain daripada salat sesudah tergelincir matahari.
Penafsiran ini sangat lemah. Perintah untuk salat hari Jumat itu istimewa. Perintah itu disertai perintah segera dan meninggalkan perniagaan. Sesudah melaksanakannya dianjurkan keluar dari salat dan kembali melakukan kegiatan mencari karunia Allah. Ini menunjukkan bahwa salat Jumat itu dikerjakan dalam suatu iven tertentu, lain dari pelaksanaan salat regular. Dalam surat al-Isra’ ayat 79 ada lagi perintah salat tahajjud. Seharusnya, Inkar Sunnah juga mewajibkan salat tahajjud. Sebab, ayat ini persis jatuh sesudah perintah salat yang tiga kali versi mereka. Lebih mengikat mereka lagi paham mereka yang tidak membedakan antara status wajib dan sunnat. Dalam surat al-Muzzammil ayat 2-4 ada lagi perintah lain : “Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). Seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu. Dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.” Dalam surat Hud ayat 114, “Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan dari malam.” Dalam surat al-Baqarah ayat 238, “Pelihara kamulah segala salat dan salat wustha (pertengahan).” Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa masih ada macam salat yang lain dari tiga macam yang mereka sebutkan. Tidak mudah untuk mengkompromikan berbagai sebutan salat yang berbeda-beda itu. Ada sebutan salat tahajjud, salat lail, salat Jumat, salat dua tepi malam, salat wustha. Namun, mereka hanya mengambil satu ayat dan menelantarkan ayat-ayat lain. Ini adalah akibat mereka tidak mengakui penjelasan Nabi saw. Mereka terpaksa membuat penafsiran sendiri. Jika mereka mengumpulkan ayat-ayat tentang salat, mereka akan bingung sendiri. Karena memaksakan penafsiran sendiri, maka mereka terpaksa mengabaikan sebagian ayat Alquran. Akhirnya mereka bukan hanya Inkar Sunnah, tetapi juga “inkar sebagian Alquran.”
Dalam membela paham Inkar Sunnah ini, Kassim Ahmad membuat keterangan yang lebih mengacaukan lagi. Menurut dia, ibadah-ibadah agama, salat, puasa, zakat, haji telah diajarkan Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan pengikut-pengikutnya dan diturunkan dari mereka kepada generasi demi generasi sampai kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Menurutnya, orang Arab juga telah melakukan salat sebelum Muhammad. Hal ini didasarkannya kepada ayat Alquran, “Salat mereka di rumah suci tidak lain daripada penipuan dan kesesatan.”[4] Keterangan Kassim Ahmad ini berarti bahwa salat yang diwajibkan kepada kaum Muslim sama persis dengan salat yang diwajibkan kepada Nabi Ibrahim dan juga orang Arab sebelum kebangkitan Nabi Muhammad saw. Sementara Kristen Ortodok Siria sendiri menklaim salatnya tujuh kali sehari semalam. Mereka juga ada rukuk dan sujudnya walaupun bentuknya sedikit berbeda dengan yang diwariskan Nabi saw. Misalnya, ketika rukuk, mereka meletakkan telapak tangannya di kening. Sekiranya Kassim Ahmad benar dalam klaimnya bahwa salat sudah ada sebelum Islam, cara yang mana yang benar. Setidaknya sekarang sudah ada tiga cara salat. Salat versi Nabi, versi Inkar Sunnah, dan versi Kristen Ortodok Siria. Di kalangan Inkar Sunnah juga ada versi lima kali dan ada versi tiga kali saja. Bahkan, salat versi Kassim Ahmad bebas. Untuk memilih satu atau yang lain dari versi-versi yang berbeda ini apa landasannya. Keterangan Alquran sifatnya umum, tidak mendetail. Bagi kaum Muslim landasannya jelas keterangan Ha-dis Nabi saw. Bagi Inkar Sunnah tentunya pikiran dan hasil musyawarah sebagaimana yang dilakukan kelompok Inkar Sunnah di Jakarta. Ketentuan salat seperti ini adalah filsafat, bukan agama. Yang dinamakan ibadah itu adalah perbuatan yang ditentukan Allah.
Untuk merespon hal ini Kassim Ahmad membuat keterangan tambahan. Setelah menerangkan dengan yakin bahwa salat itu berpunca dari amalan Nabi Ibrahim yang diwariskan kepada generasi-genarasi sesudahnya, Kassim Ahmad mengatakan bahwa namun demikian Alquran juga menyatakan beberapa perincian kaedah salat. Umpamanya, semuanya lima waktu (11: 114, 17: 78, 24: 58, 2: 238, 30: 17-18 dan 20 130); perbuatan rukuk dan sujud (22:77); meringkasakan sembahyang dalam perjalanan (4: 101); bentuk yang boleh disesuaikan dalam keadaan perang dan keadaan luar biasa (4: 103; berpakaian elok (7: 31); cara bacaan yang sederhana (17: 110); jangan menyerukan selain Allah dalam sembahyang (72: 18) dan cara-cara wuduk (5: 6) dan 4: 43). Jadi--katanya—walaupun perincian gerak-gerik tidak diberikan dalam Alquran, banyak perincian kaedah ada diberikan.[5]
Penjelasan ini masih sangat umum. Keterangan ini belum dapat menjawab pertanyaan cara yang mana yang benar dari berbagai versi salat tersebut di atas.Karena itu, Kassim Ahmad harus memutar logika lagi pada penjelasannya selanjutnya. Keterannya berikut ini merupakan ketarangan puncak dan final tentang cara salat di kalangan Inkar Sunnah. Bahkan, dapat dikatakan bahwa inilah kesimpulan dari seluruh pemahaman ibadah dan agama menurut Inkar Sunnah. Karena itu, analisis terhadap masalah salat versi Inkar Sunnah ini dikemukakan agak panjang agar dapat dijadikan tolok ukur kerangka berpikir Inkar Sunnah secara keseluruhan.
Menurut Kassim Ahmad, Alquran mengajarkan agar jangan mempertikaikan bentuk dan kaedah salat. Bentuk dan kaedah salat tidak begitu penting jika dibandingka tujuan. Apa yang penting ialah kebaikan dan kejujuran dalam melakukan kebaikan. Pendapatnya ini didasarkannya kepada surat al-Baqarah ayat 177, “Kebaikan bukanlah berpaling ke timur atau ke barat. Kebaikan ialah beriman kepada Tuhan, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi,dan mendermakan uang yang kita sayangi kepada kaum keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang asing, pengemis-pengemis, dan membebaskan hama-abdi, dan melaksanakan salat dan zakat, dan menunaikan janji-janji yang dibuat, dan tetap teguh menghadapi bencana, kesusahan dan peperangan. Inilah mereka yang benar, inilah mereka yang baik.” Kemudian ia juga mengemukakan surat al-Ma`un.[6]
Ayat-ayat yang dikemukakan ini sangat umum. Ayat-ayat ini sama sekali tidak menje-laskan bahwa cara dan bentuk salat tidak perlu. Memang kelompok Inkar Sunnah selalu berpegang kepada ayat-ayat yang bersifat umum dan mengeksploitasi maknanya kepada hal-hal yang bersifat detail. Dalam surat al-Baqarah yang dikemukakannya sendiri disebutkan bahwa melaksanakan salat dan zakat. Jika dihubungkan dengan pangkal ayat, maka salat tidak perlu menghadap Kiblat. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 144 ditegaskan agar dalam salat menghadap Kiblat, “Maka palingkanlah wajahmu kea rah Masjidilharam.” Apakah menghadap Kiblat bukan salah satu kaedah salat. Kalau itu tidak penting berarti ayat ini tidak penting.
Menurut Kassim Ahmad, ada hikmahnya yang besar mengapa Tuhan tidak memperincikan bentuk dan kaedah salat dalam Alquran. Pertama karena bentuk dan kaedahnya sudah diajarkan kepada Nabi Ibrahim. Kedua, karena bentuk dan kaedah tidak begitu penting dan Tuhan ingin memberikan kelonggaran kepada umat Muhammad supaya mereka boleh melakukan salat dalam keadaan apa pun. Satu peringatan yangv amat baik kepada umat Islam supaya kembali dan berpegang kepada Alquran dan jangan mempertikai bentuk dan kaedah.[7] Sebenarnya, sunnah Nabi ialah Alquran. Beliu berpegang teguh kepada Alquran dan mengikuti perintah-perintah Tuhan.[8] Ini sejalan dengan dua artikel seorang tokoh Inkar Sunnah dari Mesir, Taufik Sidqi yang berjudul, al-Islam huwa al-Qur’an wahdah (Islam adalah Alquran saja) dan dibuat dalam majalah al-Manar, nomor terbitan ke-7 dan ke-12 di Mesir. Dalam kedua tulisan ini, Taufik Sidqi menjelaskan bahwa Alquran saja yang menjadi sumber ajaran Islam, tidak masuk Hadis.[9]
Uraian di atas menunjukkan bahwa bentuk dan cara salat menurut Inkar Sunnah tidak penting dan tidak ada. Karena itu, di kalangan Inkar Sunnah sendiri tidak ada kesepakatan ten-tang cara salat. Tidak ada bacan tertentu dalam salat. Salat boleh dengan bahasa Indonesia. Sebagian mereka mengakhiri salat dengan hamdalah, bukan salam.[10] Karena tidak cara tertentu, maka cara salat Kristen Ortodok Siria yang tujuh kali sehari semalam dengan meletakkan telapak tangan ke dahi ketika rukuk tentunya sah-sah saja dilakukan kelompok Inkar Sunnah. Apalagi, secara historis Agama Kristen lebih dahulu lahir daripada Islam. Jangan-jangan, cara salat Kristen ini lebih orisinal dari cara salat kelompok Inkar Sunnah. Sebab, dengan pendekatan sejarah, semakin dekat kepada sumber asal yang dalam hal ini sumber salat pertama Nabi Ibrahim adalah semakin besar kemungkinan autentisitasnya. Logika ini berlaku untuk cara zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Artinya tidak ada ketentuan khusus tentang pelaksanaannya menurut kelompok Inkar Sunnah.
Adapun menurut pandangan pengikut Sunnah Nabi saw., memang sebagian syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw. sebagiannya berasal dari nabi-nabi sebelumnya, terutama Nabi Ibrahim, termasuk haji dan khitan. Akan tetapi, pelakasanaanya tidak semuanya sama. Misalnya, sepanjang informasi yang ada, Nabi Ibrahim berkhitan ketika umur delapan puluh tahun. Dalam Islam tidak demikian. Nabi Ibrahim menyembelih putranya. Kebetulan saja Allah menggantinya dengan seekor kibas. Dalam Islam tidak demikian. Kemudian, kalau Nabi umat Islam itu Muhammad saw., tetapi umatnya tidak boleh mengikuti keterangan dan amalnya, melainkan harus Alquran saja. Mengapa kita mengikuti sunnah Nabi Ibrahim, tidak Kitab Suci yang diturunkan kepadanya, yaitu Shuhuf. Logika Inkar Sunnah tidak adil. Seharusnya yang diikuti adalah Shuhuf Ibrahim, bukan perbuatan Ibrahim. Jika kelompok Inkar Sunnah ingin mengikuti Shuhuf Ibrahim as., mereka harus mencarinya dan mencari yang aslinya. Sekarang, Nabi kita adalah Muhammad saw. Amal dan penjelasannya termuat dalam kitab-kitab Hadis. Seleksi terhadap yang sahih dan yang daif secara ilmiah telah dilakukan para ulama yang berkompeten. Siapa saja boleh melakukan penelitian terhadap hadis yang sahih. Hadis sahih dapat diamalkan dan hadis yang lemah tidak boleh diamalkan. Mengapa kelompok Inkar Sunnah tidak berpikir ilmiah. Justru percaya kepada sunnah Ibrahim yang sama sekali tidak jelas sumbernya.
1. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang Arab bisa memahami Alquran dengan baik. Setiap ilmu mempunyai terminologi sendiri. Untuk memahami Alquran juga membutuhkan kompetensi khusus. Setiap ilmu mempunyai terminology tersendiri. Bukan setiap ahli bahasa Arab yang bukan ahli filsafat mampu memahami filsafat yang ditulis dalam bahasa Arab. Begitulah ilmu-ilmu itu seterusnya. Seorang ahli akan memahami ilmu yang dibidanginya. Demikian juga ahli tafsir. Seorang mufasir harus menguasai bahasa Arab, menguasai nahu, saraf, dan balaghah, menguasai hadis-hadis dan ilmu hadis yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan, mengetahui sebab turun ayat, mengetahui konteksnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, mengetahui usul fikih dan kaedah-kaedah umum agama.Tanpa pengetahuan yang memadai tentang ilmu-ilmu tersebut ini, seseorang akan menafsirkan Alquran dengan kacau, seperti orang yang berlayar tanpa arah. Dirinya akan sesat dan orang yang ikut dalam perahunya ikut sesat bersamanya. Demikian juga halnya dengan orang yang berusaha memahami Hadis Nabi saw. tanpa penguasaan ilmu-ilmu tersebut akan memahamkannya sesuka hatinya. Karena Pengingkar Sunnah memahamankan Alquran tanpa Hadis dan tanpa alat-alat yang dibutuhkan, maka timbullah kekacauan. Cara salat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya diserahkan kepada masing-masing. Bagaimana bisa melaksanakan salat berjemaah kalau caranya dan bahasanya menurut masing-masing. Padahal, Alquran sendiri memerintahkan agar salat berjamaah. Warka`u ma`ar raki`in (Rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk).
1. Jika Sunnah yang menjelaskan ayat-ayat yang umum dikatakan penyebab perpecahan, maka tafsir tanpa Sunnah tentunya lebih membuat kekacauan. Selagi ada Sunnah masih juga muncul beberapa mazhab di kalangan umat Islam sekalipun perbedaannya tidak dalam hal yang prinsipil. Tanpa Sunnah tentunya setiap orang memiliki mazhab sendiri. Sekian juta umat Islam maka cara salat, puasa, dan hajinya akan menjadi sekian juta pula. Apakah ini bukan kekacauan?
2. Pengkaji Hadis mengetahui bahwa para sahabat belajar Hadis dari Nabi dan meriwayatkannya kepada generasi sesudah mereka. Para sahabat pun mencatat Hadis untuk hafalan mereka. Catatan mereka disebut shahifah. Ada yang berisi seribu hadis. Shahifah-shahifah itu berjumlah empat puluh buah. Mereka mengahafal dan begitulah dari generasi ke generasi. Apa yang dikatakan orientalis bahwa Hadis muncul pada pertengahan abad kedua Hijrah tidak benar. Sebab, objek penelitian mereka tidak metodologis. Mereka mengambil sampel dari kitab-kitab yang bukan sumber asli Hadis. J. Schacht misalnya sengaja mengambil sampel kitab Muwaththa’ Malik agar ia menemukan banyak sanad yang tidak lengkap. Atas dasar sampel yang salah itu ia menggeneralisir bahwa semua Hadis tidak benar datang dari Nabi karena tidak lengkap sanadnya. Seharusnya ia mengambil kitab hadis yang asli, seperti Musnad Ahmad dan Shahih al-Bukhari yang tentunya ia akan mendapatkan sanad-sanad yang lengkap dan bersambung.
3. Tuduhan sahabat dan tabiin berbohong sangat naïf. Keadilan sahabat dan para periwayat hadis yang makbul itu dibuktikan dalam berbagai kitab biografi periwayat Hadis. Sahabat itu jumlahnya banyak. Menurut Abu Zur`ah, jumlah sahabat ketika Nabi wafat 114.000 orang. Namun, sahabat yang terlibat dalam periwayatan Hadis yang sampai kepada kita dan perlu dibahas sepanjang kajian sanad sangat sedikit dibandingkan jumlah itu. Berdasarkan keterangan Muhammad `Ajjaj al-Khathib, sahabat yang meriwayatkan seribu hadis ke atas hanya tujuh orang, yang meriwayatkan dua ratus hadis ke atas sebelas orang, yang meriwayatkan seratus hadis ke atas dua puluh satu orang, yang meriwayatkan puluhan hadis kurang dari dari seratus orang, yang meriwayatkan sepuluh hadis ke bawah seratusan orang , yang meriwayatkan satu hadis saja lebih kurang tiga ratus orang. Jumlah seluruhnya 539 orang sahabat.[11] Diasumsikan saja lebih daripada itu. Misalnya tujuh ratus orang. Apakah tidak logis bila jumlah yang demikian dari total 114.000 orang sebagai sahabat yang saleh dan terpercaya dalam meriwayatkan Hadis. Sekiranya kaedah yang berbunyi, “Sahabat seluruhnya adil” diberlakukan kepada mereka ini, tentunya sangat logis. Seleksi terhadap Hadis juga terus dilakukan, baik melalui sanad maupun melalui matan. Makanya ada hadis yang mutawatir[12], sahih[13] , hasan[14] , dha`If[15] , bathil[16] , dan maudhu`[17]. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri tentang kritik sanad dan kritik matan, memang berkembang secara bertahap. Halnya sama dengan ilmu yang lain. Tetapi, kinerja seleksi Hadis sudah dilakukan sejak zaman sahabat. Karena itu, dalam sejarah, mereka mempertanyakan sanad hadis yang dikemukakan kepada mereka, mereka menerima hadis tertentu dan menolak hadis yang lain. Ini berarti, mereka memiliki ilmu tentang kriteria hadis yang dapat dijadikan hujah.
5. Sehubungan dengan itu, pada tanggal 27 Juni 1994, MUI Pusat telah memfatwakan bahwa aliran yang tidak mempercayai Sunnah adalah sesat dan berada di luar Agama Islam serta meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah tegas melarangnya.[18] Pada tahun 2006 di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang telah muncul suatu kelompok yang menamakan dirinya sebagai Soul Training dan menklaim telah melakukan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak pernah mewariskan apa pun pada umatnya kecuali hanya Kitab Suci yang Agung Al-Quran al-Karim dan bahwa sesungguhynya salat tarawih/salat qiyam Ramadan benar-benar bukan salah satu tuntunan Islam. Kelompok ini juga berpendapat bahwa umat Islam telah ditipu, disesatkan, dan dipecah-belah oleh Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii, dan Imam Hambali. Penjelasan lebih detail dapat dibaca pada laporan mereka yang dikeluarkan di Pagar Mer-bau, 6 Juni 2006. Paham ini berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw. Mengenai paham ini, Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Deli Serdang telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 24 Juni 2006. Isinya adalah bahwa Soul Training, aliran sesat dan menyesatkan. Aliran Soul Training tidak dibenarkan untuk dikembangkan sebab meresahkan dan merusak akidah Islam. Mengakui, mengikuti dan mengembangkan aliran Soul Training hukumnya haram.
Medan, 17 Juli 2007
DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA
[1]Kassim Ahmad, Hadis Satu Penilaian Semula, Media Intelek SDN BHD, Petaling Jaya, Malaysia, 1986, hlm. 12.
[2]Ibid., hlm. 13.
[3]Abduh Zulfidar Akaha, Debat Terbuka Ahlu Sunnah versus Inkar Sunnah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2006, hlm. 58.
[4]Kassim Ahmad, op. cit., hlm. 44.
[5]Ibid., hlm. 46.
[6]Ibid.
[7]Ibid., hlm. 47.
[8]Ibid., hlm. 50.
[9] Muhammad Thahir Hakim, As-Sunnah fi Muwajahah al-Abathil, al-Amanah al-`Ammah li Rabithah al-`Alam al-Islami, Makkah, 1402 H, hlm. 45.
[10]Abduh Zulfidar Akaha, op. cit., hlm. 58-59.
[11]Muhammad `Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, Dar al-Fikr, Beirut, 1409 H/1989 M, hlm. 401-404
[12]Mutawatir berarti periwayatan hadis oleh sejumlah orang dari sejumlah orang sampai kepada generasi sahabat yang jumlah masing-masing generasi periwayat banyak asehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta untuk menciptakan hadis itu dan membangsakannya kepada Rasul saw. Periwayatan seperti ini menghasilkan keyakinan atas riwayat itu.
[13]Sahih berarti periwayatan yang memenuhi syarat-syarat sahih, yaitu rangkaian periwayat dari satu periwayat kepada periwayat di atasnya bersambung, tidak terputus, periwayat adil, dhabith, tidak terdapat padanya keganjilan dan cacat tersembunyi. Periwayatan seperti ini menghasilkan kepercayaan bahwa hadis itu benar berasal dari Nabi saw. Hadis sahih memiliki kekuatan hujah.
[14]Hasan berarti periwayatan yang memenuhi syarat-syarat sahih, kecuali dhbithnya kurang sempurna. Periwayatan seperti ini juga memiliki kekuatan hujah di bawah kehujahan sahih.
[15]Dha`if berarti periwayatan yang tidak memenuhi syarat-syarat hasan. Karena itu, periwayatn seperti ini tidak dapat dijadikan hujah dan tidak boleh meriwayatkannya tanpa menerangkan statusnya.
[16]Bathil berarti pembangsaan sebuah pernyataan kepada Nabi saw. secara tidak sengaja. Periwayatan seperti ini hakikatnya sama dengan hadis palsu, tidak boleh dijadikan hujah. Bedanya, periwayat tidak sengaja menciptakan dan membangsakannya kepada Nabi saw.
[17]Maudhu` berarti periwayatan hadis secara palsu, yaitu penciptaan suatu pernyataan dan pembangsaannya kepada Nabi saw. sengaja bohong. Hadis palsu tidak boleh dijadikan hujah dan periwayatannya haram kecuali untuk pemeberitahuan kepada pembaca atau pendengarnya.
[18]Depag RI, Himpunan Fatwa Majelis Uama Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 105-109.