Oleh : Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA
Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU
Pemilihan calon gubernur Provinsi Sumatera Utara dijadwalkan pada tanggal 16 April 2008. Berarti tidak sampai empat bulan lagi dari sekarang. Pendaftaran pemilih di kantor Desa/Ke-lurahan dijadwalkan dari tanggal 20 sampai 31 Desember 2007 dengan membawa persya-ratan KTP/KK dan surat keterangan Kades /Lurah. Warga yang tidak mendaftar sampai 31 Desember 2007 berarti tidak mempunyai hak un-tuk ikut memilih calon gubernurnya. Ini juga berarti bahwa orang yang tidak memiliki KTP dan/atau identitas diri yang resmi tidak bisa men-daftar. Orang yang tidak mendaftar untuk menjadi pemilih sampai akhir Desember sama dengan Golput.
Menggunakan hak suara dalam memilih kepala negara dan pim-pinan daerah sesuai jenjangnya adalah hak setiap warga dan sekaligus sebagai kewajiban dalam melaksanakan perannya untuk memper-juangkan kepemimpinan yang baik bagi bangsa dan daerahnya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit warga yang tidak menggu-nakan hak pilihnya. Orang yang tidak menggunakan hak pilihnya di-kenal dengan sebutan golongan putih alias Golput. Ada yang menghi-tung jumlah Golput antara 35 sampai 40 %. Bahkan, ada yang memper-kirakan jumlah Golput ke depan lebih banyak lagi.
Banyak faktor yang menyebabkan orang Golput. Dalam diskusi tentang Golput yang dilaksanakan di Kantor KAHMI, Medan pada tanggal 8 Desember 2007 muncul analisis bahwa faktor yang menye-babkan Golput antara lain adalah budaya masyarakat yang kurang acuh pada politik dan sikap pasimis dari masyarakat bahwa siapa pun yang menjadi pemimpin tidak akan membawa perubahan kepada nasib rak-yat. Analisis ini benar adanya, terutama tentang rasa pasimis masya-rakat akan kemajuan yang diharapkan dari suatu pergantian kepemim-pinan. Masyarakat sudah berpengalaman bahwa setiap kampanye pemi-lihan, masing-masing calon pemimpin dan pendukungnya memberikan seribu satu janji, tapi satu pun tidak ditepati. Karena itu, banyak warga yang kesal dengan Pilkada dan memilih sikap Golput.
Analisis lain mengatakan bahwa kelalaian mendaftarkan diri menjadi pemilih di kelurahan atau petugas pendaftaran merupakan satu faktor menyebabkan orang Golput. Lebih jauh dari itu, analisis juga mengatakan adanya kesengajaan dari pihak tertentu untuk mengga-galkan orang-orang tertentu memberikan suaranya. Mungkin, pihak ter-tentu ini menganggap bahwa keikutsertaan orang-orang yang sengaja digagalkan memilih ini akan merugikan pihak calon yang didukungnya. Pekerjaan seperti ini tentunya salah menurut hukum dan moral.Tetapi, ini bisa terjadi karena dalam banyak kesempatan politik itu busuk dan kejam.
Menurut Islam, hukum mengangkat kepala negara adalah wajib berdasarkan Alquran, Hadis, ijmak, dan akal. Dalam surat an-Nisa’ : 59, orang-orang Mukmin diperintahkan patuh kepada Allah, Rasul dan penguasa mereka. Dalam hadis riwayat Abu Dawud diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, Iza kuntum tsalatsah fi safarin fal yu’am-miru ahadahum (Jika ada tiga orang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat (pemimpin) salah seorang di antara mereka). Da-lam perjalanan saja diperintahkan agar mengangkat pemimpin. Para sahabat dan tabiin ijmak (sepakat) atas wajibnya mengangkat imam atau kepala negara. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa manu-sia tidak dapat hidup harmonis tanpa adanya pemerintahan yang sah mengatur pergaulan mereka. Tentang wajibnya mengangkat kepala ne-gara, para ulama dari masa ke masa, seperti al-Baghdadi (w. 429 H), al-Mawardi (w. 450 H), Ibn Hazm (w. 456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H), dan ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara. Untuk pemimpin negara disebut kepala negara, sedang untuk pemimpin daerah disebut kepala daerah.
Mengenai tugas kepala negara, dalam surat al-Hadid : 25 dije-laskan bahwa di antara tugas Rasul dan para pengikut yang datang se-sudahnya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan membantu Agama Allah. Ayat ini menjelaskan bahwa tugas kepala ne-gara, termasuk para pembantunya di semua daerah ada dua, yaitu me-negakkan keadilan dan menolong Agama Allah. Kedua tugas khalifah atau kepala negara ini dipertegas Ibn Khaldun dalam kitab Muqad-dimah-nya halaman 218. Untuk tugas pertama bisa dilakukan orang yang beragama dan orang yang tidak beragama. Tetapi, untuk tugas ke-dua, tidak mungkin dilakukan oleh pemimpin yang tidak beragama, apalagi orang yang tidak suka kepada Agama Allah.
Keterangan ini menunjukkan bahwa dalam Islam, urusan dunia tidak terpisah dari Agama. Masalah politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan budaya adalah bagian dari urusan Agama. Kepemimpinan juga ti-dak terlepas dari Agama Islam karena pengurusan Agama juga merupa-kan bagian tugas pemimpin negara. Islam beda dengan paham sekuler yang memisahkan urusan dunia dan politik dari Agama. Karena itu, umat Islam wajib memperjuangkan kepala negara dan pembantu-pem-bantunya di daerah agar muncul dari orang yang diharapkan akan me-ngurusi dan memelihara Agama Allah.
Berikut ini akan dikutip beberapa ayat Alquran terjemahan resmi Departemen Agama RI. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka men-jadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mere-ka.” (al-Maidah: 51). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi walimu, orang-orang yang membuat Aga-mamu jadi buah ejekan dan permainan.” (al-Maidah : 57) dan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu.” (an-Nisa’ : 144)
Uraian di atas menunjukkan wajibnya umat memperjuangkan pemimpin, termasuk pemimpin daerah yang dapat diharapkan meme-lihara Agama Allah. Perjuangan minimal yang bisa dilakukan oleh se-mua orang adalah memberikan suaranya, seperti dalam Pilkada untuk mendukung pemimpin yang akan mengurusi Agama Allah. Orang Is-lam yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk mendukung calon pe-mimpinnya dan gara-gara tindakan Golput-nya, calon pemimpinnya kalah, maka berdosalah dia. Sebab, tindakan Golput-nya telah menye-babkan kalahnya pemimpin yang akan menegakkan keadilan dan seka-ligus mengurusi Agama Allah. Inilah yang dimaksud dalam judul bah-wa Golput dapat menyebabkan dosa. Orang Islam yang Golput ini me-nanggung dosanya, sedang orang lain akan menanggung musibah yang ditimbulkannya.
Agar tidak terperangkap ke dalam Golput, umat Islam berkewa-jiban mengurus pendaftaran diri menjadi pemilih sesegera mungkin ka-rena masa pendaftran sebentar lagi akan berakhir.
Medan, 19 Desember 2007
DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA
Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU
Pemilihan calon gubernur Provinsi Sumatera Utara dijadwalkan pada tanggal 16 April 2008. Berarti tidak sampai empat bulan lagi dari sekarang. Pendaftaran pemilih di kantor Desa/Ke-lurahan dijadwalkan dari tanggal 20 sampai 31 Desember 2007 dengan membawa persya-ratan KTP/KK dan surat keterangan Kades /Lurah. Warga yang tidak mendaftar sampai 31 Desember 2007 berarti tidak mempunyai hak un-tuk ikut memilih calon gubernurnya. Ini juga berarti bahwa orang yang tidak memiliki KTP dan/atau identitas diri yang resmi tidak bisa men-daftar. Orang yang tidak mendaftar untuk menjadi pemilih sampai akhir Desember sama dengan Golput.
Menggunakan hak suara dalam memilih kepala negara dan pim-pinan daerah sesuai jenjangnya adalah hak setiap warga dan sekaligus sebagai kewajiban dalam melaksanakan perannya untuk memper-juangkan kepemimpinan yang baik bagi bangsa dan daerahnya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit warga yang tidak menggu-nakan hak pilihnya. Orang yang tidak menggunakan hak pilihnya di-kenal dengan sebutan golongan putih alias Golput. Ada yang menghi-tung jumlah Golput antara 35 sampai 40 %. Bahkan, ada yang memper-kirakan jumlah Golput ke depan lebih banyak lagi.
Banyak faktor yang menyebabkan orang Golput. Dalam diskusi tentang Golput yang dilaksanakan di Kantor KAHMI, Medan pada tanggal 8 Desember 2007 muncul analisis bahwa faktor yang menye-babkan Golput antara lain adalah budaya masyarakat yang kurang acuh pada politik dan sikap pasimis dari masyarakat bahwa siapa pun yang menjadi pemimpin tidak akan membawa perubahan kepada nasib rak-yat. Analisis ini benar adanya, terutama tentang rasa pasimis masya-rakat akan kemajuan yang diharapkan dari suatu pergantian kepemim-pinan. Masyarakat sudah berpengalaman bahwa setiap kampanye pemi-lihan, masing-masing calon pemimpin dan pendukungnya memberikan seribu satu janji, tapi satu pun tidak ditepati. Karena itu, banyak warga yang kesal dengan Pilkada dan memilih sikap Golput.
Analisis lain mengatakan bahwa kelalaian mendaftarkan diri menjadi pemilih di kelurahan atau petugas pendaftaran merupakan satu faktor menyebabkan orang Golput. Lebih jauh dari itu, analisis juga mengatakan adanya kesengajaan dari pihak tertentu untuk mengga-galkan orang-orang tertentu memberikan suaranya. Mungkin, pihak ter-tentu ini menganggap bahwa keikutsertaan orang-orang yang sengaja digagalkan memilih ini akan merugikan pihak calon yang didukungnya. Pekerjaan seperti ini tentunya salah menurut hukum dan moral.Tetapi, ini bisa terjadi karena dalam banyak kesempatan politik itu busuk dan kejam.
Menurut Islam, hukum mengangkat kepala negara adalah wajib berdasarkan Alquran, Hadis, ijmak, dan akal. Dalam surat an-Nisa’ : 59, orang-orang Mukmin diperintahkan patuh kepada Allah, Rasul dan penguasa mereka. Dalam hadis riwayat Abu Dawud diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, Iza kuntum tsalatsah fi safarin fal yu’am-miru ahadahum (Jika ada tiga orang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat (pemimpin) salah seorang di antara mereka). Da-lam perjalanan saja diperintahkan agar mengangkat pemimpin. Para sahabat dan tabiin ijmak (sepakat) atas wajibnya mengangkat imam atau kepala negara. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa manu-sia tidak dapat hidup harmonis tanpa adanya pemerintahan yang sah mengatur pergaulan mereka. Tentang wajibnya mengangkat kepala ne-gara, para ulama dari masa ke masa, seperti al-Baghdadi (w. 429 H), al-Mawardi (w. 450 H), Ibn Hazm (w. 456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H), dan ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara. Untuk pemimpin negara disebut kepala negara, sedang untuk pemimpin daerah disebut kepala daerah.
Mengenai tugas kepala negara, dalam surat al-Hadid : 25 dije-laskan bahwa di antara tugas Rasul dan para pengikut yang datang se-sudahnya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan membantu Agama Allah. Ayat ini menjelaskan bahwa tugas kepala ne-gara, termasuk para pembantunya di semua daerah ada dua, yaitu me-negakkan keadilan dan menolong Agama Allah. Kedua tugas khalifah atau kepala negara ini dipertegas Ibn Khaldun dalam kitab Muqad-dimah-nya halaman 218. Untuk tugas pertama bisa dilakukan orang yang beragama dan orang yang tidak beragama. Tetapi, untuk tugas ke-dua, tidak mungkin dilakukan oleh pemimpin yang tidak beragama, apalagi orang yang tidak suka kepada Agama Allah.
Keterangan ini menunjukkan bahwa dalam Islam, urusan dunia tidak terpisah dari Agama. Masalah politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan budaya adalah bagian dari urusan Agama. Kepemimpinan juga ti-dak terlepas dari Agama Islam karena pengurusan Agama juga merupa-kan bagian tugas pemimpin negara. Islam beda dengan paham sekuler yang memisahkan urusan dunia dan politik dari Agama. Karena itu, umat Islam wajib memperjuangkan kepala negara dan pembantu-pem-bantunya di daerah agar muncul dari orang yang diharapkan akan me-ngurusi dan memelihara Agama Allah.
Berikut ini akan dikutip beberapa ayat Alquran terjemahan resmi Departemen Agama RI. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka men-jadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mere-ka.” (al-Maidah: 51). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi walimu, orang-orang yang membuat Aga-mamu jadi buah ejekan dan permainan.” (al-Maidah : 57) dan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu.” (an-Nisa’ : 144)
Uraian di atas menunjukkan wajibnya umat memperjuangkan pemimpin, termasuk pemimpin daerah yang dapat diharapkan meme-lihara Agama Allah. Perjuangan minimal yang bisa dilakukan oleh se-mua orang adalah memberikan suaranya, seperti dalam Pilkada untuk mendukung pemimpin yang akan mengurusi Agama Allah. Orang Is-lam yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk mendukung calon pe-mimpinnya dan gara-gara tindakan Golput-nya, calon pemimpinnya kalah, maka berdosalah dia. Sebab, tindakan Golput-nya telah menye-babkan kalahnya pemimpin yang akan menegakkan keadilan dan seka-ligus mengurusi Agama Allah. Inilah yang dimaksud dalam judul bah-wa Golput dapat menyebabkan dosa. Orang Islam yang Golput ini me-nanggung dosanya, sedang orang lain akan menanggung musibah yang ditimbulkannya.
Agar tidak terperangkap ke dalam Golput, umat Islam berkewa-jiban mengurus pendaftaran diri menjadi pemilih sesegera mungkin ka-rena masa pendaftran sebentar lagi akan berakhir.
Medan, 19 Desember 2007
DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar