tag:blogger.com,1999:blog-43413328826968041082024-03-08T08:55:09.820-08:00Prof. DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.comBlogger32125tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-11678763195082903722009-02-11T08:51:00.001-08:002009-02-11T08:55:02.300-08:00MENGGUNAKAN SUARA DALAM PEMILIHAN PIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAMPROF. DR.H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud dan Anggota <br />Komisi Fatwa MUI Tk. I SU<br /><br /><br />Hukum mengangkat kepada negara adalah wajib berdasarkan Alquran, Hadis, ijmak ulama, dan akal. Alquran surat an-Nisa’ : 59 artinya, Orang-orang Mukmin diperintahkan untuk patuh kepada Allah, Rasul, dan penguasa. Dalam surat al-Hadid : 25 dijelaskan bahwa di antara tugas Rasul dan para pengikut yang datang sesudahnya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan membantu Agama Allah. Tentunya, tanpa adanya kepala negara, tuntutan kedua ayat ini tidak dapat terlaksana. Untuk memenuhi tuntutan ayat-ayat ini, umat wajib mengangkat kepala negara. Dalam riwayat Abu Dawud, Nabi saw. bersabda :<br /><br /><br />“Jika ada tiga orang dalam perjanan, hendaklah mereka mengangkat (pemimpin) salah seorang mereka.”<br />Kepada orang yang melakukan perjalanan dalam jumlah tiga orang saja Nabi saw. memeintahkan agar mengangkat satu orang dari mereka menjadi pemimpin mereka. Di samping itu, para sahabat dan tabiin telah ijmak atas wajibnya mengangkat imam atau kepala negera. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup harmonis tanpa adanya pemerintahan yang sah mengatur pergaulan mereka. <br /> Tentang wajibnya mengangkat kepala negara, para ulama telah memberikan penjelasan. Al-Bagdadi (w. 429 H), Innal imamah fardhun wajibun `alal ummah liajli iqamatil imam (Sesungguhnya, keimaman adalah fardu yang wajib atas umat untuk mendirikan imam (kepala negara). Al-Mawardi (w. 450 H) berkata : Al-Imamah maudhu`atun likhilafatin Nubuwwah fi hirasatid Din wa siyasatid dunya wa `aqduha liman yaqumu biha fil ummah wajibun bil ijma` wa insyazza `anhum al-Asham. (Keimaman dibuat untuk menggan-tikan kenabian dalam menjaga Agama dan mengatur urusan dunia dan mengaqadkannya bagi orang yang melaksanakannya di tengah umat adalah wajib secara ijmak, sekalipun ganjil sendiri pendapat al-Asham.”)<br /> Ibn Hazm (W. 456 h) berkata : Ittafaqa jami`u Ahlis Sunnah wa jami`ul Murji’ah wa jami`usy Syi`ah wa jami`ul Khawarij `ala wujubil imamah, hasyan Najdat minal khawarij. (Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji’ah, seluruh Syiah, dan seluruh Khawarij atas wajibnya keimaman, kecuali (sekte Najdat dari Khawarij.)<br />Ibn Khaldun (w. 708 H) berkata : Inna nashibal imam wajibun qad `urifa wujubuhu fisy-syar`I bi ijma`ish shahabah wat tabi`in. (Sesungguhnya menetapkan kepala negara wajib dan telah diktahui wajibnya dalam syariat dengan ijmak sahabat dan tabiin.”)<br /> Keterangan para ulama ini menunjukkan bahwa hukum me-negakkan kepala negera adalah wajib. Konsekwensinya, menggu-nakan hak pilih untuk menegakkan kepala negara juga wajib. <br />Kewajiban menggunakan hak suara di atas menyangkut pemilihan kepala negara. Adapun penggunaan suara untuk pemilihan suara untuk tingkat daerah juga sama. Apalagi dalam konteks otonomi daerah yang sedang dikembangkan di Indonesia. Kebijakan daerah itu sangat besar dan menentukan. Dalam pandangan Islam, pengurusan agama merupakan bagian dari kewajiban kepala negera. Demikian juga jajaran kepemimpinan sesuai dengan jenjang masing-masing, wajib mengurusi Agama. Karena itu, memperjuangkan pemimpin yang diharapkan mampu dan berkemauan mengurusi Agama ada-lah kewajiban umat. Pemimpin yang tidak beragama atau tidak menghayati agama, tidak mungkin diharapkan akan mengurusi Agama. Umat Islam berkewajiban memper-juangkan pemimpinnya sesuai dengan bidang dan wewenang masing-masing, mulai dari menggunakan hak suaranya. <br /> Khusus dalam kondisi persaingan ketat antara perjuangan meme-nangkan pemimpin yang peduli Agama dan perjuangan me-menangkan pemimpin yang tidak peduli Agama, kewajiban untuk memperjuangkan kepemimpinan yang hak menjadi lebih tinggi. Orang Islam yang tidak menggunakan suaranya pasti merugikan perjuangan untuk kepe-mimpinan umat. Jika gara-gara seorang atau beberapa orang Islam tidak menggunakan hak suaranya sehingga menyebabkan kekalahan calon pemimpinnya, maka jelas dia atau mereka akan menanggung dosanya dan semuanya akan menerima musibahnya.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-10237773033450195302009-02-11T08:47:00.001-08:002009-02-11T08:50:45.467-08:00KEWAJIBAN UMAT MEMBEBASKAN TANAH PALESTINA<span style="font-weight:bold;"></span>Oleh : PROF. DR. H. RAMLI ABDUL WAHID, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI SU<br /><br /><span style="font-weight:bold;"></span>A.Ketidakberdayaan Israel di Masa Lalu<br />Masa lalu Israel adalah masa yang paling suram dalam sejarah dunia. Setelah keluar dari Palestina pada tahun 722 SM (Sebelum Masehi), Israel menjadi bangsa yang terlunta-lunta dan bahkan disiksa, dibunuh, dan diba-kar. Di dalam buku, Questions from the Past, pengarangnya Wilbur S. Shepperson dkk., menyebutkan banyak kisah penindasan terhadap orang-orang Yahudi di Barat. Mereka menjelaskan bahwa sepanjang era modern, orang-orang Yahudi merasakan pengalaman pahit melalui masa-masa penyingkiran, pengusiran, pembunuhan secara perorangan dan massal. Yahudi dipaksa untuk dibaptis, tetapi hal itu menyebabkan banyak mereka melakukan bunuh diri daripada dibaptis. Ratusan orang dibunuh di Mainz. Orang tua juga mengorbankan anak-anak dan jiwa mereka sendiri demi menjaga keyakinan. Pada tahun 1099, para prajurit Godfrey de Boullion menemukan orang-orang Yahudi berkumpul di sebuah sinagog, lalu para prajurit itu membakarnya. Di Perancis selatan, sebuah kota yang seluruh penduduknya orang Yahudi telah dibakar. Di pekuburan Atrasburg, dua ribu orang Yahudi dibakar. Lebih 200 komunitas Yahudi, kecil dan besar telah dihancurkan. Pembunuhan orang-orang Yahudi secara massal di Jerman yang paling besar dan mungkin di Austria paling sedikit. Di Erfurt, Mainz, dan Breslau saja telah dibunuh lebih 10.000 orang Yahudi.<br /> Keterangan ini menunjukkan betapa lemah dan ketidakberdayaan orang-orang Yahudi di zaman lampau. Mereka hidup terpencar-pencar di berbagai negara. Usahkan menyerang musuh, menyelamatkan diri saja mereka tidak mampu. Mereka dikejar, dibunuh, dan dibakar. Sekarang sudah terbalik. Orang-orang Yahudi mengusir, membunuh dan memborbardir orang Palestina. Mereka berani melawan negera-negara Islam dan seruan dunia agar menghentikan agresi militernya ke Jalur Gaza. Semua itu dianggap sepi karena Israel sekarang sudah merasa kuat. Memang kenyataan menunjuk-kan bahwa dunia umumnya, dan dunia Islam khususnya tidak ada yang berani melawan Israel. <br /><br /><span style="font-weight:bold;"></span>B. Pencaplokan Israel terhadap Palestina<br />Keadaan Yahudi sekarang telah berubah menjadi kuat sehingga be-rani mencaplok negeri Islam Palestina dan mengusir penduduknya serta membunuhnya dengan sesuka hatinya. Tapi, perubahan keadaan Israel ini bukanlah suatu yang muncul tiba-tiba. Mereka bangkit setelah menyadari kelemahan mereka dan kerja keras mengejar ketertinggalan mereka selama lebih 60 tahun. Mereka bersatu dan melakukan rapat-rapat rahasia. Pada tahun 1906 ditemukan di British Musium sebuah buku yang memuat hasil 24 pertemuan rahasia orang-orang Yahudi. Buku ini berisi rencana pemben-tukan suatu pemerintahan dunia tertinggi di bawah kekuasaan Yahudi. Mereka menklaim bahwa yang seharusnya memerintah dunia adalah orang-orang Yahudi. Menurut keimanan mereka, Tuhan telah bermurah hati men-jadikan mereka sebagai umat pilihan untuk memimpin dunia. Keberadaan mereka terpencar di berbagai negara merupakan suatu keuasaan untuk seluruh dunia sehingga memungkinkan mereka berjuang dan menekan pe-merintah di mana mereka berada untuk kepentingan cita-cita mereka.<br /> Seorang wartawan Yahudi, Theodor Hertzle adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide pembentukan pemerintahan dunia yang berpusat di Israel dalam bukunya, The Jewish State. Gerakan untuk mem-perjuangkan negara Israel ini disebut zionisme. Sebutan ini diambil dari nama benteng Zion di Israel menurut Yahudi dulunya direbut Nabi Daud dan menjadi warisan mereka. Impian ini mendapat pengakuan dari peme-rintah Inggeris dengan pernyataan Balfour Declaration pada tanggal 2 Nivember 1917. Bunyi surat pernyataan Lord Arthur Balfour atas nama Inggeris kepada wakil Yahudi di London, Lord Rothschild adalah , “ Peme-rintah Ratu Inggeris menyaksikan dengan senang hati cita-cita untuk men-dirikan satu nasionale home di Palestina untuk orang-orang Yahudi dan akan mempergunakan ikhtiar sebaik-baiknya guna mempercepat maksud tersebut.” Pengakuan Inggeris ini segera diikuti Perancis, Itali dan Rusia. Dukungan seperti ini terus mengalir dari negara Barat sampai sekarang. Inilah satu modal utama bagi Israel untuk mencaplok Palestina dan mengusir serta membunuh orang-orang Palestina. Barack Obama pun tidak bisa melepaskan diri dari Israel. Pada tanggal 4 Juni 2008 dia berjanji tidak akan meninggalkan Israel dalam menjalankan politik luar negerinya. Dua kandidat presiden AS lainnya pada waktu itu, John McCain dan Hillary Rodham Clinton menyatakan akan mendukung kepentingan Israel. Karena itu, Presiden terpilih AS, Obama juga tidak banyak diharap akan mengubah keberpihakan dan dukungan AS kepada Israel. Dukungan dari negara-negara besar ini menjadi modal penting bagi kekuatan Israel. <br /> Modal kedua adalah kekuatan SDM-nya. Kualitas SDM Israel adalah paling tinggi di antara SDM negara-negara di dunia. Pakar dan ilmuan dunia dalam persejuta orang adalah sebagai berikut. Israel (Yahudi) 16.000 orang; AS (Kristen) hanya 6.500 orang; Jepang (Budha) 6.500 orang : Uni Soviet (Atheis) 5.000 orang; Perancis (Kriasten) 4.500 orang; Belanda (Kristen) 4.500 orang; Inggeris (Kristen) 3.200 orang; Jerman (Kristen) 3.000 orang; India (Hindu) 1.300 orang; Mesir (Islam) 367 orang; dan Indonesia (Islam) paling kecil jumlah pakar dan ilmuannya hanya 64 orang persejuta rakyat Indonesia. Memang dari aspek banyak, jumlah umat Islam satu milyar, sedang jumlah Yahudi di seluruh dunia hanya 25 juta orang. Akan tetapi, orang-orang Yahudi itu berkualitas tinggi. Karena itu, mereka berpengaruh di mana saja mereka berada. Pengusaha, banker, dan pemikir besar dunia banyak orang Yahudi dan secara khusus di AS mereka sangat berpengaruh dalam menentukan nilai dolar. <br /> Modal ketiga adalah persenjataan. Dengan pakar dan ilmuan yang tersedia, mereka memproduk senjata sendiri selain suplai dari luar. Bahkan, mereka telah mampu memproduk tank paling canggih. Karena itu, Hamas boleh berbangga sebab telah mampu menghancurkan tank Israel yang cang-gih itu pada pertempuran tahun lalu. Sayangnya, membuat tank yang jelek pun Hamas dan Fatah tidak mampu, sedang Israel mampu membuat tank yang canggih. Kapan Palestina bisa menang. Mudah-mudahan, ung-kapan ini tidak disalahpahamkan. Sebab, ini bukanlah kelemahan Palestina saja melainkan kelemahan umat Islam yang harus disadari. Pertarungan antara Hamas dan Israel sungguh tidak seimbang. Hamas hanya mempunyai sepuluh ribu pejuang dengan rudal, roket, dan persenjataan sederhana, sedang Israel mempunyai 500.000 tentara dengan pesawat tempur dan persenjataan-persenjataan canggih. Dengan kekuatan yang besar ini serta perlindungan AS dan sejumlah negara Barat, Israel terus memporak-porandakan markaz Hamas, masjid, rumah sakit, sekolah, dan membunuh anak-anak dan perempuan di Jalur Gaza. <br />Modal keempat adalah penguasaan informasi alam maya. Catatan waktu terbanyak saat on line, Israel memimpin rata-rata pengguna menghabiskan 57,5 jam on line selama satu bulan, yaitu dua kali lebih besar daripada penggunaan rata-rata orang di Amerika Serikat (AS). Setelah Israel dan AS adalah Finlandia, Korea Selatan, Belanda dan Taiwan. <br /> <br /><span style="font-weight:bold;"></span>C. Palestina Negeri Islam<br />Palestina adalah bagian dari dunia Islam sejak lebih dari 13 abad. Palestina pernah dihuni oleh Israel antara tahun 1000 sampai 722 SM (Sebelum Masehi). Sesudah Israel, Palestina dihuni secara bergantian oleh bangsa-bangsa lain, yaitu Kan`an, Siryan, Babilon, Persia, Yunani, dan Romawi sampai abad ke-7 Masehi. Pada masa Khalifah Umar, Damaskus jatuh ke tangan kaum Muslim pada tahun 636 M dan Palestina pada tahun 638. Kemudian, Palestina dicaplok Israel dari tangan kaum Muslim pada tahun 1948 M. Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak mengambil tanah Palestina dari Israel, melainkan dari tangan Romawi setelah diduduki silih berganti oleh bangsa-bangsa lain. Jika dihitung dari tahun 638 sampai 1948, maka Palestina sudah mejadi wilayah Islam selama 1.310 tahun, barulah Israel datang merampasnya. Dengan demikian, Isra-ellah yang melakukan perampasan terhadap tanah kaum Muslim, bukan sebaliknya. Sebab, pendudukan terhadap tanah Palestina oleh bangsa-bangsa tersebut adalah sah pada zaman lampau. Penguasa AS sekarang juga adalah orang-orang Eropa yang datang ke sana beberapa abad lalu. Aus-tralia juga sama halnya dengan dikuasai pendatang dari Eropa. Semua ini sekarang dianggap sah. Mengapa Palestina yang sudah dihuni umat Islam selama 13 abad seenaknya dicaplok Israel. <br />Satu hal lain bahwa Palestina adalah tempat berdirinya salah satu dari tiga masjid penting dalam Islam, yakni Masjidilaksa. Masjdilaksa adalah tempat Nabi saw. diisrakkan dan dari sana ia naik ke langit untuk mikraj. Masjidilaksa juga kiblat Nabi saw. dan kaum Muslim selama enam belas bulan. Sebagai tempat suci, Masjidilaksa harus berada di tangan kaum Muslim sehingga tidak dikotori orang lain dan orang Islam harus bebas mengunjunginya. <br /> <br /><span style="font-weight:bold;"></span>D. Kewajiban Umat Menyelamatkan Israel<br />Kaum Muslim di seluruh dunia meyakini bahwa Palestina adalah bagian negeri kaum Muslim. Kebenaran keyakinan ini jelas dalam sejarah. Pendudukan Israel terhadap tanah Palestina adalah penjajahan. Agresi mili-ter Zionis Israel terhadap kaum Muslim di Jalur Gaza sangat bertentangan dengan prikemanusiaan dan resolusi PBB No. 242/1967 yang mewajibkan Israel keluar dari kawasan Palestina dan bagian-bagian negara-negara Arab yang diduduki secara tidak sah pascaperang Arab-Israel sampai 1967. Kare-na itu, wajiblah atas kaum Muslim berjuang untuk mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina dan membela hak kaum Muslim Palestina untuk tinggal dan berdaulat di negerinya. Di antara langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam usaha mengembalikan Palestina ke pangkuan Islam adalah sebagai berikut.<br />Pertama, kaum Muslim dari seluruh dunia harus berusaha mewu-judkan gencatan senjata. Hamas sebenarnya sudah kewalahan. Sejak bebe-rapa hari belakangan, Hamas sudah meminta gencatan senjata melalui Me-sir. Seharusnya permintaan cencatan ini tidak boleh muncul dari mereka agar jangan kelihatan mereka yang sudah kewalahan. Ternyata Hamas sudah minta gencatan senjata dengan syarat tentara Israel mundur dari Gaza. Mundur dari tanah yang sudah dikuasainya bukanlah tabiat Israel. Karena itu para pemimpin negara-negara Islam harus mendesak agar kedua belah pihak melakukan gencatan senjata. Umat Islam tidak boleh membiar-kan Hamas sampai kalah terlak. Mewujudkan gencatan senjata adalah usa-ha mendesak. <br />Kedua, meyakinkan kaum Muslim akan keharusan bersatu, terutama antara Hamas dan Fatah. Bagaimana bisa menang kalau antara sesama rak-yat Palestina tidak bersatu. Demikian kritisnya kondisi Hamas, Presisden Mahmoud Abbas dan pemerintahan Palestina tidak nampak dan tidak kede-ngaran suaranya. Sekarang Hamas kelihatan berjuang sendirian. Padahal, persatuan rakyat Palestina merupakan syarat pertama dan utama untuk dapat mengalahkan Israel.<br />Ketiga, umat Islam sedunia, pemerintah dan rakyat hendaknya ber-satu mendesak PBB agar melanjutkan usaha perdamaian Timteng dan melaksanakan resolusi PBB No. 242 tahun 1967. <br />Keempat, hendaknya umat Islam jangan berkhayal untuk menga-lahkan Israel dalam waktu dekat, tetapi mempersiapkan SDM dan persen-jataan yang mampu memukul senjata Israel. Melawan musuh mutlak diper-lukan iman dan semangat jihad yang tinggi. Umat Islam mendukung per-juangan Palestina secara maksimal sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Macam-macam yang bisa dilakukan. Dukungan dalam bentuk tenaga, dana, pikiran, tulisan, doa, kunut nazilah, salat tahajjud, dan bahkan jiwa raga terus dilakukan. Bahkan, demon, membakar bendera Israel, latihan silat, dan bermacam-macam kekebalan mungkin dapat menguatkan semangat pejuang Hamas. Sekurang-kurangnya menunjukkan solidaritas umat Islam kepada dunia. Tetapi, iman, semangat jihad, dan doa harus disertai dengan taktik dan strategi real. Sebab, Alquran mengajarkan agar mempersiapkan senjata dan transpor paling canggih dalam meng-hadapi musuh. Nabi saw. ketika hijrah memberikan contoh agar umatnya dalam melawan musuh dengan perhitungan nyata. Nabi saw. dan sahabat Abu Bakar hendak hijrah ke arah utara Makkah, yakni Madinah, tetapi mereka bergerak ke arah selatan, Gua Sur yang terletrak enam km sebelah selatan Makkah. Nabi juga mengupah penggembala kambing untuk menghapus jejak mereka di padang pasir itu. Begitulah Islam mengajarkan agar umat dalam berjihad menggunakan senjata mutakhir dan transpor tercepat serta taktik dan strategi sesuai dengan perhitungan akal sehat.<br />Persiapan untuk mengusir Israel dari dunia Islam akan memakan waktu yang panjang sebagaimana juga kaum Yahudi menyiapkan kekuatan selama puluhan tahun. Jika dihitung dari ide pendirian negara Israel yang dicetuskan oleh Hertzle pada tahun 1882, sedang pencaplokan Palestina oleh Israel pada tahun 1948, maka persiapan mereka memakan waktu 66 tahun. Maka untuk mengusir Yahudi kembali dari Palestina juga harus dengan perencanaan yang matang secara bertahap dan dalam waktu puluhan tahun.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-73812498470256151682009-02-11T08:45:00.000-08:002009-02-11T08:47:19.654-08:00MEMAHAMI FATWA ROKOK HARAMProf. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI SU<br /><br /><span style="font-weight:bold;"></span>A. Teks Fatwa<br />Fatwa yang ditetapkan dalam Ijtimak Ulama Komisi Fatwa Se-Indonseia III pada tanggal 24-26 2009 di Padang Panjang banyak, yaitu masalah strategis kebangsaan yang meliputi tindakan negara terhadap penodaan agama, kewajiban menyusun, mengelaborasi konsep-konsep dan pemikiran Islam secara komprehensif, dan tentang hukum memilih pemimpin; masalah kontemporer yang meliputi hukum merokok, masalah zakat, dan masalah wakaf; dan masalah perundang-undangan yang meliputi hukum pernikahan usia dini, konsumsi makanan halal, senam yoga, vasektomi, dan bank mata dan organ tubuh orang lain. Akan tetapi, yang mencuat dan dipermasalahkan sebagian orang adalah tentang fatwa haram merokok dan golput. Tulisan ini hanya terbatas tentang fatwa rokok. <br />Agar tidak salah paham, teks asli tentang fatwa rokok secara utuh dikemukakan sebagai berikut. Ketentuan hukum merokok : 1. Di dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III terdapat perbedaan pandangan mengenai hukum di kalangan peserta, yaitu antara makruh dan haram (Khilaf ma bayna al-makruh wa al-haram) 2. Peserta Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III sepakat memberikan amanah kepada MUI Pusat untuk menetapkan fatwa haram atau makruhnya merokok. 3. Peserta Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III sepakat bahwa merokok hukumnya haram : a. Di tempat umum, b. bagi anak-anak, c. bagi wanita hamil, d. bagi Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).<br /><br /><span style="font-weight:bold;"></span>B. Cara Memahami<br />Teks di atas memberikan pengertian bahwa haramnya rokok yang sudah dicapai kesepakatannya adalah bagi empat kelompok tersebut, yaitu tempat umum, anak-anak, wanita hamil, dan pengurus MUI. Hukum merokok bagi selain yang empat tersebut itu sejauh yang disepakati dalam Ijtima III adalah antara makruh dan haram. Tetapi, para peserta juga sepakat menyerahkan penetapan finalnya kepada MUI Pusat. Berarti, peserta Ijtima menyadari perlunya penetapan hukum merokok haram atau makruh agar dapat menjadi pegangan umat dalam beramal. Ini juga berarti hukum merokok bagi selain empat kelompok tersebut belum final. Namun demikian, dipahami pula bahwa sebenarnya semua peserta sepakat atas tidak baiknya merokok dan atas pelarangan merokok. Yang menjadi perbedaan adalah tentang tingkat pelarangan itu. Haram berarti larangan tegas dan keras, sedang makruh larangan tidak tegas. Sebab, secara bahasa makruh sendiri berarti dibencii. Secara fikih, makruh didefinisikan sebagai perbuatan yang berpahala meninggalkannya dan tidak berdosa melakukannya. <br />Selanjutnya perlu dipahami bahwa kekuatan fatwa final tentang hukum merokok yang akan ditetapkan oleh MUI Pusat kemudian itu, sama dengan kekuatan fatwa Ijtima III karena MUI Pusat menerima mandat dari Ijtima itu sendiri. <br />Adapun tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama, bukanlah suatu yang aneh. Di dalam kitab-kitab usul fikih diterangkan banyak faktor yang menyebabkan munculnya perbedaan pendapat. Di antara faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah perbedaan cara baca Alquran (qiraat), perbedaan penilaian terhadap hadis, perbedaan metode penggalian hukum (istinbath), dan ketiadaan nas Alquran dan Hadis menyangkut masalah yang dihadapi. Dalam konteks hukum merokok, terjadinya perbedaan pendapat terutama timbul dari ketiadaan nas yang langsung menyebut rokok. Rokok tidak ada di negeri Arab di zaman Nabi saw., zaman sahabat, dan zaman para ulama pendiri mazhab. Tembakau masuk ke Dunia Arab pada abad XI Hijriah. Namun demikian, Alquran dan Hadis telah menerangkan kriteria keharaman sesuatu. Antara lain Alquran menjelaskan bahwa Allah mengharamkan hal-hal yang jorok (QS, al-A`raf: 157). Alquran melarang melakukan perbuatan yang menyebabkan kebinasan diri (QS, al-Baqarah : 195) Alquran melarang tabzir dan memandang orang mubazzir sebagai saudara setan (QS, al-Isra’ : 27) <br />. Nabi menjelaskan yang artinya, “Tidak ada mudrat dan tidak memudratkan.” Hadis ini berarti bahwa seseorang tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan diri orang lain. Semua unsur larangan ini terdapat pada rokok. Merokok mengeluarkan asap yang berbau busuk, menyebabkan berbagai penyakit, dan membelinya membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak berman-faat. Karena itu, sejak lama rokok sudah diharamkan oleh sebagian ulama. Mereka telah mengharamkannya pada waktu penelitian ilmiah belum ba-nyak mengungkap bahaya rokok. Sekarang, penelitian tingkat nasional dan internasional sudah terlalu banyak membuktikan bahaya merokok sampai ke tingkat menyebabkan kematian. <br /> Stacey Kenfield dari Harvard School of Public Health di Boston dan para koleganya menjelaskan temuan mereka dalam Journal of the American Medical Assoisation bahwa 64 per sen kematian pada perokok dan 28 per sen kematian pada mantan perokok, ternyata disebabkan rokok. Pada tahun 2000 terdapat lima juta kematian prematur yang disebabkan rokok. Dinas Kesehatan Kota Medan pernah menjelaskan bahwa setiap batang rokok yang dinyalakan mengeluarkan lebih kurang 4000 bahan kimia beracun yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2030, kematian yang disebabkan tembakau akan mencapai tiga juta per tahun di negeri-negeri industri dan tujuh juta jiwa di negeri-negeri berkembang. Karena jelasnya kematian yang disebabkan rokok ini, maka WHO membuat program “Kawasan Tanpa Rokok.” Program ini sudah diikuti oleh sejumlah negara yang bukan Islam, seperti India, Vietnam, dan Singapur. Larangan merokok dengan denda yang bervariasi di tempat-tempat umum dan tempat-tempat kerja sudah diberlakukan di Inggeris sejak bulan Juli 2007, di Skotland sejak 2006, di Wales dan Irlandia Utara sejak 2007. Pemerintah DKI Jakarta juga telah membuat Perda Larangan Merokok di tempat umum dan disahkan oleh DPRD-nya pada 4 Februari 2005. Pelanggar Perda ini diberi sanksi enam bulan kurungan atau denda sebesar 50 juta rupiah. <br />Sampai tahun 1980-an masih ada penerbangan yang membolehkan merokok di bagian belakang. Sejak 1990-an semua penerbangan bebas asap rokok. Karena itu, sebenarnya tidak pantas lagi Islam yang jelas mengharamkan perbuatan yang berbahaya untuk tidak mengharamkan ro-kok. <br />Namun demikian, harus dipahami mengapa masih ada juga ulama yang memakruhkannya. Pertama, memang tidak ada nas yang tegas secara eksplisit menyebut dan mengharamkan rokok. Tetapi, pada saat bahaya merokok semakin jelas tentunya hukum melarangnya juga akan semakin kuat. Perlu pula dipahami bahwa orang belum mengharamkan rokok bisa karena pertimbangan ekonomi. Ada sebagian daerah yang penghidupan warganya tergantung kepada tembakau, baik dari aspek pertaniannya dan industrinya, maupun dari aspek pengangkutannya. Misalnya, mereka hidup sebagai petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan terlibat dalam kegiatan pengangkutannya. Pengharaman rokok bagi daerah dalam kondisi seperti ini bisa menimbulkan kekacauan dan kegon-cangan sosial. Mengahadapi kondisi seperti ini perlu diterapkan kaedah akhaffudh dhararain, yakni memilih yang paling ringan dari dua mudrat. Dari aspek siyasah syar`iyah juga bisa diterapkan pengharaman secara bertahap yang disebut tadrij. Saat ini kesepakatan baru sampai pada pengharamaan merokok bagi empat kelompok tersebut. Diharapkan, pada saatnya nanti akan tercapai kesepatan pengharamannya secara total. Perlu juga diingat bahwa dalam keadaan tertentu diterapkan kaedah, Ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluh (Sesuatu yang belum dapat dilaksanakan secara kese-luruhan tidak ditinggalkan keseluruhan). Dalam konteks rokok belum ter-capai kesepakatan untuk mengaharamkannya secara total, minimal empat kelompoklah dahulu diharamkan.<br /> <br /><span style="font-weight:bold;"><span style="font-weight:bold;"></span></span>C. Kesimpulan<br />Tercapainya kesepakatan peserta Ijtima Ulama di Padang Panjang tentang haramnya merokok secara parsial perlu dipahami secara luas, tidak dari aspek normatifnya saja. Dengan melihatnya dari aspek normatif, ekonomi, dan politik, penetapan fatwa itu akan dapat dipahami secara positif. Dengan menggunakan sejumlah kaedah dan siyasah syar`iyah, fatwa itu wajar dan sah. Sebagai perbandingan, para ulama dahulu tidak pernah membahas hukum pemeliharaan lingkungan secara eksplisit. Sekarang sudah banyak gagasan tentang fikih lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan zaman. Sekarang marak lahirnya perda-perda syariah dengan berbagai aspek penekanannya sesuai dengan kondisi real. Misalnya, di Tangerang perda syariahnya menekankan pencegahan maksiat. Di Padang Sidimpuan dan Natal, perda syariahnya mene-kankan aspek pakaian dan pendidikan yang Islami. Di daerah lain tekanannya lain pula. Mengapa tidak perda syariah secara totalitas (Islam kaffah). Tentunya di sini ada pertim-bangan siyasah syar`iyah dan proses pentahapan syari`ah (tadrij). Perlu pula digarisbawahi bahwa fatwa hukum merokok yang dihasilkan Ijtima Ulama di Padang Panjang belum final, masih menunggu keputusan MUI Pusat.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-2557710243559330342009-02-11T08:36:00.000-08:002009-02-11T08:44:16.906-08:00MEMAHAMI FATWA MUI TENTANG GOLPUT<span style="font-weight:bold;"></span>Oleh : Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU<br /><br /><span style="font-weight:bold;">A. Teks Fatwa</span><br />Seorang yang hendak memahami suatu konsep perlu mengetahui teks me-nyangkut konsep itu secara utuh dan jelas lebih dahulu agar pemahaman itu tidak melenceng dari maksud yang sebenarnya. Teks Fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III yang berlangsung di Padang Panjang pada tanggal 24-26 Januari 2009 tentang golput ada lima butir sebagai berikut. <br />(1)Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa, (2) Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama, (3) Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan masyarakat, (4) Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathanah), dan memperjuangkan kepentinganh umat Islam hukumnya adalah wajib, (5) Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memi-lih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukum-nya adalah haram. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">B. Dasar Fatwa</span><br />Fatwa tentang golput ini disertai dengan dasar pene-tapannya dari Al-Quran dua ayat dan dari Hadis sebelas buah hadis. Setelah Al-Quran dan Hadis, dasarnya juga diambil dari pernyataan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Kemudian dike-mukakan tujuh kaedah fikih, dua pernyataan al-Mawardi, dua pernyataan Ibn Taimiyah, dan satu kutipan pendapat dari Mawahib ash-Shamad.<br />Dari Al-Quran, surat an-Nisa : 59 yang artrinya, “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu.” Di antara hadis adalah riwayat al-Bukhari yang artinya, “Jika suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah waktunya;” dan hadis riwayat Ahmad yang artinya, “Tidak halal bagi tiga orang yang bepergian kecuali mereka mengangkat di antara mereka seorang pemimpin.” Di antara kaedah fikih adalah kaedah yang artinya, “Apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya juga wajib” dan kaedah yang artinya, “ Sesuatu yang tidak didapatkan semua (sesuai dengan idealisasi dan kehendak kita), seyogianya tidak ditinggalkan semuanya.” Salah satu kutipan dari al-Mawardi artinya, “Kepemimpinan (al-imamah) merupakan tempat pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia, dan memilih orang yang menduduki kepemimpinan tersebut hyukumnya adalah wajib menurut ijma`.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">C. Analisis</span><br />Kutipan-kutipan dari teks Fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III dan dasarnya tersebut di atas menunjukkan bahwa kalimat ‘golput haram’ ti-dak ditemukan dalam fatwa itu. Mengenai golput dapat dipahami dari bagian terakhir dari butir lima dari fatwa tersebut, yakni golput haram jika calon yang memenuhi syarat ada. Sebaliknya, bagian awal dari butir lima itu memberikan pengertian bahwa memilih (memberi suara dalam pemilihan) haram, jika yang di-pilih itu tidak memenuhi syarat yang tersebut pada butir empat. <br />Tentang wajibnya mengangkat kepala negara, bukanlah pendapat baru dalam Islam melainkan sudah menjadi pendapat klasik. Para sabahat Nabi saw. menangguhkan pemakaman Nabi saw. dari hari Senin sampai ke hari Rabu karena menjaga kevakuman pemimpin. Perintah Al-Quran untuk taat kepada pemimpin menuntut keharusan adanya pemimpin yang dipatuhi. Karena itu, para ulama dari dahulu, seperti al-Baghdadi (w.429 H), al-Mawardi (w.450 H), Ibn Hazm (w.456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H) sampai para ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara untuk menegakkan keadilan dan menjaga kekacauan. Inilah pendapat agama. Adapun yang mengatakan bahwa pemberian suara pada pemilihan kepala negara sebagai hak rakyat, pendapat ini bukanlah pendapat agama, tetapi paham demokrasi sekuler. <br />Al-Quran mewajibkan umat untuk taat kepada ulil amri. Secara etimologis, ulil amri dalam bentuk jamak. Ini berarti, kepemimpinan itu terdiri dari sejumlah orang. Bentuk kepemimpinan yang terdiri dari sejumlah orang ini dalam sistem modern sangat jelas. Pemimpin tingkat pusat mempunyai menteri-menteri serta pemimpin-pemimpin yang membenatunya di tingkat daerah. Di Indonesia, umat Islam belum memiliki cara lain untuk mengangkat pemimpin selain dari cara demokrasi dan trias politika yang membagi kekuasaan kepada kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selama belum terwujud sistem syura atau khilafah atau sistem lainnya, mau tidak mau umat Islam harus mengikuti sistem demokrasi yang sekuler ini.<br />Dengan sistem demokrasi, mereka dari tiga kekuasaan tersebutlah yang mengelola dan mengatur negara. Agar pengelolaan dan pengaturan negara ini bertujuan pada mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat, maka mereka itu haruslah terdiri dari orang-orang terpercaya. Untuk mewujudkan pemimpin-pemimpin terpercaya, umat Islam berkewajiban mendukung calon-calon terper-caya melalui pemberian suara pada agenda-agenda pemilihan.<br />Menurut penulis, calon-calon pemimpin terpercaya itu ada meskipun tidak banyak. Bagi yang tidak mengetahuinya bertanyalah kepada yang mengetahuinya. Salah satu cara berpikir yang relevan dengan konteks pemilihan adalah ibarat orang yang mencari tempat menompang salat. Dalam hal kebersihan, umat Islam ini tidak sama. Ada yang rumahnya dipercaya bersih dari najis, ada yang kurang bersih, dan ada pula yang memang selalu tidak bersih. Tentunya, orang yang hati-hati akan memilih rumah yang dipercaya bersih dari najis.<br />Perlu pula diketahui bahwa Fatwa Ijtima Ulama ini sama sekali tidak menyebut partai dan pribadi tertentu yang dipandang memenuhi syarat. Karena itu, tidaklah wajar menuduh MUI telah menerima dana dari partai atau pribadi tertentu untuk mengeluarkan fatwa golput tersebut.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-32109674433373232192009-01-01T05:26:00.000-08:002009-01-01T05:28:29.684-08:00HUKUM SALAT JAMAK DAN QASAR(SEBELUM BERANGKAT, SELAMA MUSAFIR, DAN SETELAH KEMBALI)<br />Oleh : PROF. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br />A. Kemudahan dalam Islam<br /> Islam adalah Agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Sebagai manusia, Muslim tidak selamanya berada di tempat tinggalnya. Ka-dang-kadang ia sedang menempuh perjalanan jarak jauh. Perjalanan jarak jauh atau musafir sedikit banyaknya akan menghadapi kesu-litan. Di antaranya kesulitan mencari air, kesulitan mencari tempat salat, dan kesulitan menjaga kebersihan pakaian dan sebagainya. Is-lam memperhatikan keadaan manusia. Karena itu, dalam Islam ada yang disebut hukum `azimah (dasar) dan ada yang disebut rukhshah (kemudahan). Dalam keadaan normal, berlaku hukum `azimah dan dalam keadaan tidak normal selalu berlalu hukum rukhshah.<br /> Salat yang lima kali adalah fardu atas setiap Muslim. Demikian tingginya kewajiban melaksanakan salat fardu sehingga orang yang malas menger-jakannya berdosa besar dan dihukum bunuh. Orang yang mengingkari wajibnya salat menjadi keluar dari Islam. Namun, bagi orang yang sedang musafir, pelaksanaan salat fardu diberi keringanan. Orang yang mu-safir boleh memendekkan salat yang bangsa empat rakaat menjadi dua rakaat dan menggabung antara salat Zuhur dan Asar dan salat Magrib dan Isya. Memendekkan salat yang empat rakaat menjadi dua disebut qasar dan menggabung antara Zuhur dan Asar serta antara Magrib dan Isya disebut jamak. <br /> Pelaksanaan salat jamak dan qasar mempunyai ketentuan yang berbeda dari ketentuan salat yang biasa. Dalam makalah ini, sebagai ketentuan ber-kaitan dengan jamak dan qashar itu akan dikemukakan.<br />B. Jarak Perjalanan Boleh Qasar<br /> Para ulama telah berbeda pendapat dalam menentukan jarak musafir yang membolehkan qashar salat. Mazhab Hanafi menentukan jaraknya minimal perjalanan tiga hari tiga malam dan tidak mesti perjalanan itu dari pagi sampai sore, tetapi memadalah perjalanan dari pagi sampai tergelincir matahari. Perhitungan satu hari adalah perjalanan sedang dengan istirahat yang biasa. Sementara jumhur ulama menentukan jarak perjalanan yang membolehkan qashar itu perjalanan selama dua hari atau dua marhalah dengan perjalanan berbeban. Menurut DR. Wahbah az-Zuhaili, jarak perjalanan tersebut ditaksir empat barid atau 16 farsakh atau 48 mil. Satu mil sama dengan 3500 hasta. Ini ditaksir 89 km atau tepatnya 88,704 km. Dengan perjalanan jarak yang demikian seseorang boleh mengqasar salatnya sekalipun perjalanan itu sekarang ini bisa ditempuhnya da-lam satu jam, seperti naik pesawat. Sebab, ia tetap masuk ke dalam kategori orang yang menempuh perjalanan empat barid. <br /> Ketika menjelaskan perjalanan dua hari ini, H.M. Arsyad Thalib Lubis mengutip perhitungan Sayid Ahmad Bek Al-Husaini bahwa jaraknya 89040 meter. Sementara H. Sulaiman Rasjid menjelaskan jarak perjalanan dua hari ini 80,640 km. Sejauh ini terlihat perbedaan perhitungan jarak perjalanan boleh qashar itu antara DR. Wahbah az-Zuhaili, H.M. Arsyad Thalib Lubis, dan H. Sulaiman Rasjid. Perbedaan ini timbul ketika mengalihkan perhitungan dari bilangan yang sangat relatif, yaitu hitungan perjalanan perhari kepada hasta kepada bilangan yang konkrit, yaitu km. Karena masalahnya relatif maka pengamalannya pun tidak harus kaku. Hitungan yang mana saja pun boleh diamalkan. Inilah syarat minimal jarak perjalanan yang membolehkan qashar, yakni memen-dekkan salat Zuhur, Asar, dan Isya yang masing-masing empat rakaat menjadi dua rakaat. Ini juga menjadi syarat bagi salat jamak, yakni menggabungkan antara salat Zuhur dengan Asar dan antara Magrib dengan Isya, baik dikerjakan pada waktu salat yang pertama (jamak taqdim) maupun pada waktu salat yang kedua (jamak ta’khir). <br />C. Jamak/Qasar Sebelum Musafir<br /> Menurut DR. Wahbah az-Zuhaili, para ulama telah sepakat bahwa permulaan perjalanan yang boleh padanya qashar salat dan seumpamanya adalah keluarnya orang yang musafir dari rumah-rumah negerinya (kota-nya) dan negeri (kota) itu menjadi di belakangnya atau telah melewati bangunan arah tempat ia keluar. Sebab, mukim tergantung pada mema-sukinya maka musafir pun pada keadaan keluar darinya. Firman Allah, “Wa iza dharabtum fi al-ardh falaisa `alaikum an taqshuru min ash-shalah” (Jika kamu melakukan musafir di muka bumi maka tidak ada dosa atas kamu untuk mengqashar salat) Wahbah berkomentar, “Tidaklah seseorang itu musafir sebelum keluar.” <br /> Imam an-Nawawi memberikan penjelasan detail tentang kapan seorang yang berniat musafir dibolehkan memulai qashar sebagai berikut. Tidak boleh melakukan qashar kecuali meninggalkan tempat tinggal (iqamah). Dalam ayat, Allah menggantungkan qashar pada musafir. Jika seorang yang melakukan perjalanan itu penduduk satu negeri (kota), ia tidak mengqashar sampai ia meninggalkan bangunan negeri (kota) itu itu. Jika ia penduduk satu kampung yang di sebelahnya ada kampung lain, ia mengqashar dengan meninggalkan kampungnya, jika ia penghuni kemah-kemah dan kemah-kemah itu menyatu, ia tidak meng-qasar sampai ia meningalkan semua kemah itu, dan jika kemah-kemah itu terpisah-pisah, ia meng-qashar setelah ia meninggalkan kemah-kemah yang berdekatan dengan kemahnya. Imam Syafii dan sahabat-sahabatnya berkata bahwa seseorang musafir dari negeri (kota) yang memiliki tembok khusus, disyaratkan ia melewati tembok itu. Sebab, ia belum dihitung musafir sebelum melewatinya. Jika telah ia telah melewatinya, ia diberi rukhshah untuk qashar dan lainnya. Jika negeri (kota) itu terbelah dua karena dipisahkan oleh sungai seperti Bagdad, maka orang yang hendak musafir itu menyeberang dari sebelah ke sebelah, ia tidak boleh qashar sampai ia meninggalkan bangunan di belahan kedua itu karena kedua belahan(bagian) itu adalah satu ne-geri (kota). DR. Wahbah az-Zuhaili juga menjelaskan ketidakbolehan seorang yang hendak musafir mengqasar salat sebelum keluar dari negeri atau kampungnya menurut empat mazhab. <br /> Keterangan ini menunjukkan bahwa menurut empat mazhab dan jumhur ulama tidak boleh qashar sebelum keluar dari negeri (kota) atau kampung tempat tinggal. Namun demikian, Ibn al-Munzir menceritakan dari al-Haris ibn Abi Rabi`ah ketika hendak musafir, al-Haris salat bersama jemaah dua rakaat di rumahnya. Di antara mereka ada al-Aswad ibn Yazid dan banyak dari sahabat Ibn Mas`ud. Namun Imam an-Nawawi menilai pendapat ini fasid (salah) karena pendapat ini berlawanan dengan sebutan musafir <br /> Adapun tentang jamak, menurut mazhab Hanafi hanya boleh bagi orang yang sedang ihram haji. Jamak tagdim ketika berada di Arafah dan jamak ta’khir ketika di Muzdalifah. Menurut mazhab Maliki, jamak taqdim boleh dengan salah satu syarat bahwa tergelincir mata-hari ketika turunnya orang yang musafir untuk istirahat. Ini berarti sedang dalam perjalanan (safar), bukan di negeri tempat tinggal. Menurut mazhab Syafii, salah satu syarat jamak taqdim adalah berkekalannya perjalanan (safar) sampai memasuki salat kedua dengan takbir al-ihram sekalipun terputus perjalanan (safar) itu di tengah salat yang kedua. Jika terputus perjalanan (safar) sebelum masuk ke dalam salat kedua maka jamak tidak sah lagi karena hilangnya sebab kebolehan jamak. Mazhab Hanbali mensyaratkan bahwa salat jamak itu bagi orang yang sedang dalam perjalanan (safar) yang boleh padanya qashar. Semua ini menunjukkan bahwa menurut mazhab Hanafi tidak ada jamak kecuali bagi orang yang sedang ihram haji di Arafah dan Muzdalifah dan menurut tiga mazhab lainnya jamak taqdim itu hanya boleh bagi orang yang sedang musafir, tidak bagi orang yang belum keluar dari negeri (kota) tempat tinggalnya. <br /> Namun demikian, satu jemaah dari mazhab Zahiri dan Asyhab dari sahabat Malik membolehkan jamak bagi orang yang masih dalam negerinya (kotanya). Alasannya adalah keumuman lafaz hadis Ibn `Abbas, “Jama`a Rasulullah sallahu`alaih wasallam bain az-Zuhr wa al-`Ashr wa al-Maghrib wa al-`Isya fi ghair khauf wa la safar” (Rasul saw. menjamak Zuhur dan Asar dan antara Magrib dan Isya, bukan karena takut dan bukan karena musafir). <br /> Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa jamak taqdim harus dilakukan setelah keluar dari kota atau kampung tempat tinggal. Selain ini dalam kitab Tuhfah ath-Thullab disebutkan pula bahwa seorang musafir yang tidak bisa mendapatkan alat untuk wuduk atau tayammum, boleh melakukan salat sebagaimana adanya dan setelah sampai di tempat tujuan wajib menulanginya. Sementara pendapat dari ulama Zahiri yang membo-lehkan jamak yang masih di kota atau kampung tempat tinggal—meskipun tidak kuat—dapat dipandang sebagai alternatif bagi orang yang benar-benar sedang mengalami kesulitan. <br />D. Jamak/ Qasar dalam Perjalanan dan Setelah Kembali<br /> Setelah keluar dari kota atau kampung, seorang yang sedang musafir mulai boleh melakukan jamak dan qashar sesuai dengan ketentuan tersebut sebelumnya. Namun, para ulama berbeda dalam menentukan batas waktu kebolehan itu. Menurut mazhab Maliki dan Syafii, jika seorang yang musafit berniat untuk tinggal di suatu negeri, selama empat hari atau lebih—selain hari masuk dan keluar dari negeri itu--maka ia tidak boleh melakukan salat qasar. Menurut mazhab Hanbali, tidak boleh qasar bagi orang yang berniat menetap (iqamah) di negeri tempat tujuan sekalipun tanpa menentukan waktu iqamah-nya. Menurut mazhab Hanafi qasar boleh sampai 15 hari. Rukhshah dengan sebab safar berakhir dengan kembali ke negeri tempat tinggal. <br /> Adapun orang yang belum kembali dari perjalanan (safar) karena menunggu urusannya sehingga safarnya tertunda-tunda dan ia berniat berangkat kapan urusannya selesai maka selama itu ia boleh melakukan qashar dan jamak sekalipun bertahun-tahun. Dalam perjalanan kembali, rukhshah qashar dan jamak masih berlaku sampai memasuki batas kota atau kampung. Begitu seorang yang musafir sampai ke batas kota atau kampungnya, rukhshah jamak dan qasar berakhir.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-13904369825242542522009-01-01T05:22:00.000-08:002009-01-01T05:24:50.619-08:00NABI-NABI PALSUALIRAN DAN PAHAM DALAM SEJARAH ISLAM<br />Oleh : PROF. DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU<br /><br />A. Sejarah Ringkas<br />Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu `aqa’id, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran. Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah. Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan penggunaan sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata mazhab kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran dalam ilmu kalam.<br />Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah persoalan di bidang politik. Waktu Nabi Muhammad saw. wafat, muncul persoalan siapa yang berhak menjadi penggantinya sebagai khalifah. Menurut sejarah, Abu Bakar disetujui menja-di Khalifah pertama. Khalifah kedua, Umar, ketiga Usman, dan keempat Ali. Terbu-nuhnya Usman dan naiknya Ali menjadi Khalifah keempat kemudian menim-bulkan masalah. Pada tahun 37 H, terjadi perang antara Ali sebagai Khalifah dan Mu`awiyah sebagai Gubernur Syam. Perang ini terjadi di Siffin sehingga perang ini dikenal de-ngan perang Siffin. Karena pasukan Mu`awiyah terdesak dan sudah siap untuk mundur, tangan kanannya yang terkenal licik, `Amr ibn al-‘Ash minta berdamai de-ngan mengangkatkan Alquran ke atas. Para qari di barisan Ali minta agar perdamaian itu diterima Ali. Ali dan sebagian pengikutnya keberatan. Tapi, karena desakan, akhirnya Ali menyetujuinya. Disepakati bahwa Abu Musa al-Asy`ari mewakili Ali dan `Amr ibn al-‘Ash mewakili Mu`awiyah. Dengan alasan meng-hormati orang tua, `Amr meminta Abu Musa lebih dahulu berdiri memakzulkan Ali dan kemudian `Amr memakzulkan Mu`a-wiyah. Setelah Abu Musa memakzulkan Ali, `Amr berdiri mengukuhkan Mu`a-wiyah menjadi Khalifah. Kekacauan terjadi. Pasukan Ali yang sejak semula tidak setuju dengan perdamaian tipu itu keluar dari barisan `Ali dan menjadi penentangnya dan sekaligus penentang Mu`awiyah. Kelompok yang keluar ini disebut Khawarij. Mereka memandang Ali, Mu`awiyah, Abu Musa, `Amr ibn al-`Ash, dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Sekte al-Kamiliyah menilai semua sahabat kafir karena tidak berbaiat kepada Ali dan Ali pun menjadi kafir karena tidak memerangi mereka. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Alquran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib al-kabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkan tiga alir-an. Pertama Khawarij yang memandang pelaku dosa besar kafir. Kedua aliran Murji-’ah yang memandang pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumannya ditang-guhkan kepada Mahkamah Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang pelaku dosa besar berada di antara dua posisi mukmin dan kafir (al-manzilah bain al-manzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah wa al-Jama`ah. Al-Hasan al-Basri (w. 110 H) Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh Ahlus Sunnah. Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al-Hasan al-Asy`ari (w. 330 H). Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Ilmu Allah esa dan ta`alluq (berobjek) kepada segala yang maklum. Setiap yang wujud dapat dilihat. Karena itu, Allah dapat dilihat karena Ia wujud. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terse-rah kepada Allah. Manusia mujbar (terpaksa), tetapi Allah memberi kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim. Selain Abu al-Hasan al-Asy`ari, dikenal pula Ahmad at-Tahawi (w. 322 H) di Mesir dan Abu Mansur al-Maturidi as-Samarkandi (w. 333 H) yang ketiganya disebut dalam sejarah sebagai pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga perbedaan, maka yang lebih tepat paham mereka dibangsakan kepada masing-masing. Misalnya, paham Asy`ariyah, pa-ham Maturidiyah, dan paham Tahawiyah.<br />Pendiri paham Muktazilah adalah Wasil ibn `Ata’ (w. 131 H) di Basrah. Ia adalah murid al-Hasan al-Basri. Ketika mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wa-shil berdiri dari majlis al-Hasan dan pergi ke satu sudut dari Masjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini ber-kembang menjadi satu aliran. Di atas telah disebutkan pokok ajaran mereka. Menurut mereka, Alquran makhluk, manusia berbuat dengan kehendaknya sendiri, tidak ada takdir, Tuhan tidak dapat dilihat, mengutus Rasul wajib bagi Allah. <br />Sebagai pengaruh penggunaan akal yang semakin besar dalam memahami nas, muncul pula paham Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempu-nyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat (free will and free act). Orang per-tama berpaham Qadariyah adalah Ma`bad al-Juhani yang terbunuh pada tahun 80 H. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berke-hendak dan berbuat (predestination atau fatalism). Orang pertama berpaham Jaba-riyah adalah Ja`d ibn Dirham (w. 124 H). Kemudian, paham ini dikembangkan oleh muridnya Jahm ibn Safwan yang dihukum mati dan dibunuh pada tahun 127 H karena menurut dia sorga dan neraka akan binasa atau tidak kekal. Sekarang Agus Mustafa lahir di Indonesia membawa paham Jahm ibn Safwan ini dalam bukunya yang berju-dul, Ternyata Akhirat Tidak Kekal. <br />Pendukung Ali dalam bahasa Arab disebut Syi`ah `Ali. Syi`ah `Ali juga mem-bentuk aliran yang memiliki paham yang berbeda dengan lainnya. Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam-macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn Hambal (w.241 H), Abu al-Hasan al-Asy`ari (w. 330 H), dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al-Baqillani (w.403 H) dan al-Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil. Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh, tidak makna zahirnya. Misalnya, yadullah diartikan oleh Salaf dengan ‘tangan Allah.’ Khalaf mengartikannya dengan ‘kekuasaan Allah.’<br />Demikianlah lahir dan berkembang aliran-aliran dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte. Sebagian sekte ini masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah tergelincir dari Islam. Misalnya, sekte `Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui surat Yusuf sebagi bagian dari Alquran. Sebab, menurut mereka cerita porno tidak layak menjadi isi Kitab Suci Alquran. Sekte Saba’iyah dari Syi`ah yang berpendapat bahwa wahyu itu seharusnya diturunkan kepada Ali, tetapi Jibril tersalah menurunkannya kepada Muhammad saw. Tentunya paham-paham seperti ini sudah tergelincir dari Islam. <br /><br />B. Ajaran Masing-masing Aliran<br />Ajaran pokok Ahlus Sunnah adalah rukun iman yang enam, yaitu (1) iman kepada Allah, (2) imam kepada para malaikat, (3) iman kepada kitab-kitab samawi, (4) imam kepada rasul-rasul, (5) iman kepada hari kiamat, dan (6) iman kepada takdir Allah. Ajaran pokok Syi`ah Imamiyah lima, yaitu (1) tawhid, (2) al-`adl (3) kenabian, (4)al-imamah (khalifah), dan (5) al-ma`ad (berbangkit pada hari kemudian). Ajaran pokok Muktazilah juga lima, yatu (1) tawhid, (2) al-`adl (keadilan Tuhan), (3) al-manzilah bain al-manzilatain (posisi antara dua posisi), (4) al-wa`d wa al-wa`id (janji dan ancaman(, dan (5) amar makruf dan nahi munkar. <br /> Menurut Ahlus Sunnah, iman adalah iqrar bi al-lisan wa tashdiq bi al-qalb wa `amal bi al-jawarih (pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati, dan pengemalan dengan anggota tubuh). Menurut Ahlus Sunnah, amal merupakan bagian dari iman. Tidak beramal berarti kurang iman. Karena itu, iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Menurut Muktazilah, iman bukanlah tashdiq (pembenaran) dan bukan ma`rifah (mengenal Allah), tetapi `amal (perbuatan). Ini berarti bahwa iman menurut mereka adalah pelaksanan perintah-perintah Allah. Menurut Murjiah, iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, rasul-rasul-Nya dan segala apa yang datang dari Tuhan. Iman menurut mereka tidak bertambah dan tidak berkurang. <br />Di antara ajaran Ahlus Sunnah adalah percaya kepada takdir bahwa segala sesuatunya sudah ditentukan Allah sejak azali, Tuhan dapat dilihat di sorga, mengutus rasul-rasul itu tidak wajib atas Tuhan, tidak ada nabi sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw., para rasul dianugerahi mukjizat sebagai bukti utusan Allah, dan buruk dan baik ditentukan oleh Allah, bukan akal.. <br />Di antara paham dan ajaran Syi`ah adalah bahwa Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah perampas khilafah yang seyogianya bagi Ali, para imam Syi`ah seperti nabi wajib ma`shum (terpelihara) dari segala yang tercela dan keji dari masa kanak-kanak sampai waktu mati sebagaimana juga mereka terpelihara dari lalai, keliru, dan lupa. Al-Imamiyah meyakini bahwa perntah mereka adalah perintah Allah, larangan mereka larangan Allah, menaati mereka menaati Allah, mendurhakai mereka mendurhakai Allah, wali mereka adalah wali Allah, musuh mreka berarti musuh Allah. Tidak boleh menolak mereka. Orang yang menolak mereka seperti orang yang menolak Rasul. Orang yang menolak Rasul seperti orang yang menolak Allah. Wajib menyerah kepada mereka, tunduk kepada kepada perintah Allah, dan mengambil pendapat mereka. . Karena itu, ucapan mereka termasuk hadis, kitab al-Kafi karya al-Kulaini sebagai kitab hadis sahih, bukan Shahih al-Bukhari dan bukan Shahih Muslim. Menurut al-Imamiyah, Imam al-Mahdi telah lahir pada tahun 256 H dengan nama Muhammad ibn al-Hasan al-`Askari dan terus hidup sampai sekarang. Mereka juga percaya akan reinkarnasi. Abu Talib menurut mereka Muslim, hadis hanya sah bila diriwayatkan oleh Ahlul Bait, boleh taqiyah yaitu menyembunyikan iman yang diyakini kepada orang tertentu untuk menjaga keselamatan, tidak menerima ijmak dan qiyas, dan boleh nikah mut`ah (kontrak).<br />Mengenai klaim kenabian sejak zaman Nabi saw. sudah ada. Pada tahun ke-10 H, al-Aswad ibn Ka`b ibn `Auf al-~`Insi mengaku nabi tanpa menginkari kenabian Nabi Muhammad saw. Ia menunjukkan bukti kenabiannya dengan himar (keledai) miliknya. Ia berkata kepada keledainya, “Sujudlah kepada tuhanmu,” maka keledai itu pun sujud. Ia mengaku dua malaikat, Sahiq dan Syahiq turun membawa wahyu kepadanya. Di antara wahyunya, “wa al-mayisat maisan wa ad-darisat darsan yahujjuna `ashaban wa furada `ala qala`is humurin wa shuhub.” Ia memiliki banyak pengikut di Najran dan San`a. Rasul mengutus orang yang membunuhnya dan benar-benar dibunuh. Di masa Nabi juga muncul Musailamah ibn Habib mengaku Nabi tanpa mengingkari kenabian Muhammad. Tapi ia meminta bagi dua dunia, separoh baginya dan separoh lagi bagi suku Kuraisy. Bergabung bersamanya Sajah yang juga mengaku nabi perempuan. Mereka mengaku menerima wahyu dan mempunyai banyak pengikut. Musailamah dibunuh tahun 12 H dan Sajah dibunuh juga. Muncul lagi seorang yang sempat menjadi sahabat Rasul tapi kemudian mengaku nabi, yaitu Tulaihah ibn Khuwailid al-Asadi. Katanya Jibril turun kepadanya. Namun, ia beruntung kembali rujuk dan bergabung dengan tentara Islam sampai jatuh syahid pada perang Nahawan di Irak. Muncul lagi sesudah wafat Nabi Muhammad saw. Zu at-Taj Laqit ibn Malik al-Azdi mengaku nabi. Ia memiliki orang-orang jahil dari penduduk `Aman. Ia kalah melawan tentara Muslim yang dikirim Abu Bakar. Di masa Khalifah `Abd al-Malik muncul al-Haris ibn Sa`id al-Kazzab. Khalifah memintanya bertaubat, tetapi ia tidak bersedia sehingga ia dibunuh dengan cara disalib. Di masa Khalifah al-Maqnsur, muncul Abu `Isa ibn Ya`qub al-Ashfahani mengaku nabi dan rasul al-Masih al-Muntazar. Ia mengaku bicara dengan Allah. Ia mewajibkan sepuluh kali salat serta menentukan waktu-waktunya. Ia meme-rintahkan para pengikutnya untuk melaksanakannya. Di masa Khalifah al-Mahdi dari Bani Abbas muncul Yusuf al-Barm mengaku nabi dan menyesatkan banyak orang. Ia disalib. <br />Di masa Khalifah Usman muncul `Abdullah ibn Saba’ dari kalangan Syiah Menurut al-Bagdadi, di samping Ibn Saba’ ada lagi `Abdullah ibn as-Sauda’. Keduanya bersikap ekstrem mengagungkan Ali. Al-Mukhtar ibn `Ubadillah ats-Tsaqafi merupakan orang yang mengaku nabi danturunnya wahyu kepadanya. Ia memiliki kemampuan membuat hal-hal aneh. Ia memiliki kursi, kedukunan, dan sajak-sajak seperti wahyu. Hamzah ibn `Imarah al-Barbari muncul sesudah matinya Muhammad ibn al-Hanafiyah tahun 81 H. Hamzah mengaku Mahdi dan inkernasi. Ia mengaku nabi dan mengatakan bahwa Muhammad ibn al-Hanafiyah Allah. Bayan ibn Sam`an at-Tamimi mengaku bahwa Abu Hasyim memberi tahunya dari Allah atas kenabiannya dengan firman-Nya, “Haza bayanun linnasi.” Al-Mughirah ibn Sa`id al-Bajali, teman Bayan ibn Sam`an. Ia mengaku nabi dan menyangka bahwa ia dapat menghidupkan orang mati. Jibril turun kepadanya membawa wahyu. `Abdullah ibn `Amr ibn Harb al-Kindi pendiri al-Harbiyah dari kelompok ekstrem. Ia mengikuti paham al-Bayaniyah tentang klaimnya bahwa ruh Allah reinkarnasi kepada diri para nabi dan para imam yang akhirnya sampai kepada `Abdullah ibn `Amr. Bakir ibn Mahan dari juru dakwah Abbasiah mengutusnya ke Khurasan untuk memimpin Syiah Bani `Abbas di sana tahun 118 H. Kemudian, ia menampilkan paham al-Harbiyah. Hal itu sampai kepada Asad ibn `Abdillah. Asad menemukannya sampai penyalibannya. Abu Mansur al-`Ijli pada mulanya mengklaim bahwa al-baqir menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Secara bertahap ia sampai kepada klaim menjadi nabi dan rasul. Ia berpendapat bahwa nabi dan rasul tidak pernah terputus. Kabar ini sampai kepada Khalifah al-Mahdi dan ia pun membunuh jemaah mereka. Al-Muqanna` menklaim tuhan dengan jalan reinkarnasi. Ia juga menklaim dapat menghidupkan orang mati. Ia dikepung tentara al-Mahdi. Konon ia akhirnya membakar diri sendiri tahun 163 H. Abu al-Khattab Muhammad ibn Abi Zainab seorang murid terbaik dari Ja`far ash-Shadiq. Sayangnya, ia kemudian kafir dan menklain nabi. Khalifah al-Mansur mengirim tentara dan akhirnya Abu al-Khattab disalib. Dari pengikut Abu al-Khattab muncul Bazgh ibn Buzaigh ibn Musa dan pengikut-pengikutnya meyakini bahwa setiap Mukmin menerima wahyu dan semua mereka adalah para nabi yang menerima wahyu. Bahkan, ia mengaku naik ke langit, Allah mengusap mukanya dan meludah ke mulutnya, melihat Ali duduk sebelah kanan Tuhan jalla jalaluh. Inkar Sunnah juga sudah ada sejak zaman klasik. Imam asy-Syafii (w. 204 H) telah menjelaskan argumen mereka dan alasan-alasan menolak argumen tersebut dalam kitabnya, al-Umm. <br />Muktazilah sering mengutamakan akal atas nas. Bahkan, dalam mengenal Allah pun akal diutamakan. Seorang tokoh Muktazilah yang melalui tulisannya sekarang ini orang mengenal paham Muktazilah, al-Qadhi `Abd al-Jabbar berkata, “Ketahuilah bahwa dalil empat macam, yaitu hujah akal, Alquran, Sunnah, dan Ijmak.Mengenal Allah tidak tercapai kecuali dengan hujah akal.. Di antara paham dan ajaran Muktazilah yang menggambarkan sikap mereka yang mengutamakan akal atas wahyu adalah buruk dan baik ditentukan oleh akal. Menurut mereka juga Allah tidak mempunyai sifat karena itu bertentangan dengan tawhid menurut Muktazilah, Alquran makhluk, pelaku dosa besar pada al-manzilah bain al-manz-ilatain, Allah tidak dapat dilihat, manusia menjadikan perbuatannya sendiri. Menurut Ahlus Sunnah, nilai baik dan nilai buruk diketahui melalui syarak. <br /> <br />C. Mengapa Timbul Aliran dalam Islam<br />Aliran-aliran tersebut di atas semuanya merujuk Alquran dan Hadis. Tetapi, ternyata hasilnya berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini masih dapat ditolerir sepanjang ada dalilnya dari Alquran dan Hadis serta cara pemahamannya berdasarkan kaedah bahasa Arab dan kaedah-kaedah Agama yang diakui para ulama. Misalnya tentang persoalan Tuhan dapat dilihat menurut Ahlus Sunnah dan tidak dapat dilihat menurut Muktazilah. Ahlus Sunnah mengajukan dalil Alquran, Wujuh yaumaizin nadhirah ila Rabbiha nazirah (Beberapa muka di hari itu bercahaya gemilang melihat kepada Tuhannya (surat al-Qiyamah : 22-23). Ayat ini diperkuat dengan hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, Innakum satarauna rabbakum `iyanan (Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan kamu senyata-nyatanya). Mukta-zilah mengajukan ayat Alquran La tudrikuh al-absharu wa huwa yudriku al-abshar (Ia tidak dapat dilihat oleh mata dan Ia melihat mata (surat al-An`am : 103). Ahlus Sunnah akan mengkompromikan antara keduanya bahwa yang dimaksud dengan Tuhan dapat dilihat itu pada dimensi akhirat, yaitu sorga, sedang Tuhan tidak dapat dilihat pada dimensi dunia. Muktazilah akan berkata bahwa setiap yang dapat dilihat adalah materi (benda), sedang Tuhan tidak benda. Ahlus Sunnah akan menjawab bah-wa Tuhan dapat dilihat bukan karena materi, tetapi karena mawjud (wujud). Begitulah seterusnya dialog berlangsung. Namun, perbedaan ini masih dapat diterima karena pemahaman masing-masing tidak bertentangan dengan nas-nas tersebut.<br />Demikian juga dengan takwil dan tidak boleh takwil. Kaum Salaf akan menuduh Khalaf mengada-ngada. Kaum Khalaf menjawab bahwa takwil itu memang ada dan sah dalam bahasa Arab. Khalaf juga akan mengatakan bahwa takwil perlu untuk menghadapi orang yang tidak puas dengan tafwidh (menyerahkan makna yang sebenarnya kepada Tuhan). <br /> Sama halnya dengan manusia menentukan nasibnya menurut Muktazilah dan Qadariyah, kedua kelompok ini akan mengajukan sejumlah ayat Alquran yang menjelaskan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat. Misalnya, Innallah la yughayyir ma bi qawm hatta yughayyiru ma bi anfusihim (Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum hingga mereka sendiri yang mengubahnya). Kaum Jabariyyah akan mengemukkan sejulah ayat yang menunjukkan kekuasan mutlak Tuhan. Misalnya, Fa``al lima yurid (Ia berbuat apa yang dikehendaki-Nya) <br />Adapun paham yang mengatakan surat Yusuf tidak masuk bagian dari Alquran, paham yang mengatakan wahyu seharusnya diturunkan kepada Ali, akhirat tidak kekal, inkar Sunnah, paham orang-orang yang mengaku nabi, seperti Mirza Ghulam Ahmad (w. 1908 M), Lia Eden, Ahmad Musaddeq, Ibu Dhani, Muhammad Sayuti dan juga paham semua agama sama dan pengikut semua agama masuk sorga tentunya tidak dapat ditolerir. Paham-paham tersebut ini tentunya sudah keluar dari Islam.<br />Untuk pengetahuan lebih lanjut, dapat dibaca antara lain dalam kitab Dirasat fi al-Firaq wa al-`Aqa’id al-Islamiyyah karya Dr. `Irfan `Abd al-Hamid, al-Farq bain al-Firaq karya al-Baghdadi, al-Ghulu wa al-Firaq al-Ghaliyah fi al-Hadharah al-Islamiyyah karya Dr. `Abdullah Sallum as-Samurra’I, al-Irsyad karya al-Juwaini, Mazahib al-Islamiyyin karya Dr. `Abd ar-Rahman Badawi, Tarikh al- Fikr al-`Arabi karya Dr. Umar Farrukh, Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah karya `Ali Mushthafa al-Ghurabi, Tayyarat al-Fikr al-Islami karya Dr. Muhammad `Imarah, dan Tarikh al-Mazahib al-Isalamiyyah fi as-Siyasah wa al-`Aqa’id karya Syekh Muhammad Abu Zahrah. Melalui kitab-kitab ini, seorang pembaca akan mengetahui bahwa hampir tidak ada satu paham atau aliran pun yang belum pernah muncul pada masa lalu dan hukumnya serta dalil-dalilnya, baik dari Alquran dan Sunnah maupun dari akal. <br /> <br /> <br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Al-Farq bain al-Firaq karya al-Baghdadi<br />Ilmu Kalam karya Prof.K.H.M. Taib Tahahir Abd. Mu`in<br />I’tiqah Ahlussunnah Wal-Jama’ah karya K.H. Siradjuddin ‘Abbas<br />Al-Irsyad karya al-Juwaini<br />Mazahib al-Islamiyyin karya Dr. `Abd ar-Rahman Badawi<br />Tarikh al-Fikr al-`Arabi karya Dr. Uamar Farrukh<br />Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah karya `Ali Mushthafa al-hurabi<br />Tayyarat al-Fikr al-Islami karya Dr. Muhammad `Imarah<br />Ushul ad-Din al-Islami karya Dr. Rusydi `Ilyan dan Qahthan `Abd ar-Rahman ar-RuriPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-17617855942027646772008-09-27T18:32:00.000-07:002008-10-05T03:00:24.852-07:00HADIS-HADIS TENTANG FADHA’IL AL-A`MAL DAN KAITANNYA DENGAN AMALAN PUASA RAMADANOleh : H. Ramli Abdul Wahid<br /><br /><br />A. Pengertian Fadha’il al-A`mal<br />Fadha’il adalah bentuk jamak dari kata bahasa Arab, fadhilah yang artinya keutamaan-keutamaan atau kelebihan-kelebihan. Al-a`mal adalah bentuk jamak dari kata `amal yang artinya amal atau ibadah. Satu ibadah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek wujud ibadah itu sendiri dan aspek keutamaannya atau pahalanya. Kedua aspek ini harus mempunyai dalil. Dalil pokok untuk ajaran Islam adalah Alquran dan Hadis. Dalil wujud ibadah harus kuat, yaitu ayat Alquran atau hadis yang sahih atau hadis hasan. Hadis daif tidak bisa menjadi dalil wujudnya suatu amal atau ibadah. Sementara dalil untuk fadha’il al-a`mal menurut sebagian ulama tidak mesti hadis yang sahih atau hasan, melainkan boleh juga hadis daif dengan syarat-syarat tertentu. Demikian juga fadhilah waktu ibadah tertentu, sepertri fadhilah bulan barakah Ramadan. <br /> Hadis-hadis fadhail al-a`mal antara lain adalah hadis-hadis yang mene-rangkan fadhilah salat jamaah yang 27 kali lipat ganda, fadhilah haji mabrur masuk sorga, dan fadhilah puasa diampunkan dosa-dosa yang telah lalu. Termasuk juga fadhilah bulan Rajab dan bulan Ramadan. Hadis-hadis ini ada yang sahih dan ada yang daif. Jika hadis daif ini masih memenuhi syarat yang ditentukan ulama, misalnya tidak terlalu daif, maka menurut sebagian ulama masih bisa diterima sebagai dalil untuk menerangkan fadhilah ibadah atau bulan tertentu. <br /><br />B. Ulama dan Syarat Hadis Daif untuk Fadhail al-A`mal<br />Di antara ulama yang menerima hadis daif untuk menjadi dalil fadhail al-a`mal adalah Imam an-Nawawi dan Ibn Hajar al-`Asqalani. Kedua ulama ini adalah ulama fikih dan ulama Hadis. Ibn Hajar al-`Asqalani banyak mengarang ilmu Hadis dan syarah Hadis. Di antara karangannya adalah kitab biografi para sahabat dengan tarjihnya yang bernama al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shabah. Kitab ini terdiri atas empat jilid besar. Susunannya sangat sistematis dan isinya sangat informative tentang biografi para sahabat. Kitab monumental lainnya adalah Tahzib at-Tahzib. Kitab ini terdiri atas 14 jilid tentang biografi para periwayat hadis dalam Kitab Hadis Pokok yang Enam (Sahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasa’I, dan Sunan Ibn Majah). Setiap peneliti Hadis tidak bisa mengabaikan kedua kitab ini. Kitab monumental lainnya adalah Fat-hul Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Kitab ini merupakan salah satu kitab syarah Shahih al-Bukhari, terdiri atas 13 ditambah muqaddimahnya satu jilid khusus. Kita tidak dapat membayangkan adanya seorang ulama yang diakui sebagai ulama Hadis di zaman modern, tapi tidak memiliki kitab ini.<br />Imam an-Nawawi juga sebagai pribadi referensi di bidang fikih dan Hadis. Ialah penulis syarah Shahih Muslim dengan judul Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi yang terdiri atas 14 jilid. Ia juga penulis kitab fikih mazhab Syafii, Syarh al-Muhaz-zab yang terdiri atas 20 jilid. Keterangan ini dikemukakan untuk menunjuk-kan kompetensi keduanya di bidang Hadis.<br />Imam an-Nawawi menjelaskan dalam kitabnya Matn at-Taqrib tentang kesepakatan ulama atas bolehnya, bahkan mustahabnya (sunnatnya) mengamalkan hadis daif dalam fadhail al-a`mal. Di dalam kitab ini ia tidak menjelaskan syarat hadis daif ini, kecuali syarat dalam fadhail al-a`mal. Kemudian, al-Hafiz al-`Ala’i menambahkan syarat hadis ini tidak terlalu daif. Setelah itu, Ibn Daqiq al-`Id menambahkan dua syarat lain, yaitu bahwa keadaan hadis ini berada di bawah hadis pokok yang diamalkan. Artinya wujud ibadah itu berdasarkan hadis yang layak dijadikan hujah. Hadis daif ini hanya berfungsi menjelaskan fadhilah ibadah tersebut. Syarat kedua adalah bahwa orang yang mendasarkan fadhilah ibadahnya kepada hadis daif itu tidak sampai meyakini atas kesahihan hadis itu. Hadis itu tetap diyakininya sebagai hadis daif. Ia mengamalkan hadis ini hanya atas dasar kehati-hatian. Jangan-jangan, hadis ini sebenarnya sahih, yakni berat dugaan benar berasal dari Nabi, tetapi berdasarkan penampilan zahirnya daif, yakni kecil sekali kemung-kinannya benar berasal dari Nabi. Sebab, hadis daif bukan berarti pasti tidak berasal dari Nabi. Sebaliknya, hadis sahih bukan berarti pasti berasal dari Nabi. Hadis yang pasti dari Nabi itu adalah hadis-hadis mutawatir, yaitu pemberitaan oleh banyak orang kepada banyak orang dan kepada banyak orang, dan begitulah seterusnya sampai kepada generasi pengumpulnya (mukharrijnya), seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam at-Tirmizi. <br />Keterangan di atas menunjukkan bahwa akhirnya, syarat-syarat hadis daif yang boleh dijadikan dalil atas fadhail al-a`mal itu ialah keadaannya tidak daif sekali, hadis itu tidak berdiri sendiri menjadi dalil wujud amal, melainkan hanya menerangkan tentang fadhilah amal, sedangkan dalil untuk wujud amal itu harus hadis sahih atau hasan, dan orang yang mengamalkannya jangan sampai berubah keyakinan bahwa hadis daif menjadi sahih, tetapi tetap daif. Kemudian, Ibn Hajar al-`Aqalani menukil syarat-syarat itu semuanya dalam satu keterangan. Sesudah itu, pandangan Imam an-Nawawi ini diikuti sejumlah ulama, seperti Jalaluddin as-Suyuthi, al-Haitami, dan Ibn `Arraq. Sementara ulama yang tidak setuju mengamalkan hadis daif dalam fadhail al-a`mal antara lain adalah Yahya ibn Ma`in. Menurut Asyraf ibn Sa`id dalam bukunya, Hukm al-~Amal bi al-Hadits adh-Dha`ifi fi Fadha’il al-A`mal, dapat pula dipahami bahwa Imam Muslim dan Imam al-Bukhari tidak setuju dengan pengamalan hadis daif untuk fadha’il al-a`mal ini. <br /><br />C. Kriteria Hadis Daif Ringan<br />Berdasarkan kekuatan hujahnya, Hadis dapat diklasifikasikan kepada mutawatir (pasti dari Rasul), sahih (diduga keras dari Rasul), hasan (berada di bawah sahih sedikit), daif (lemah), bathil (hadis palsu, tetapi tidak disengaja membang-sakannya kepada Rasul), dan maudhu` (palsu, disengaja menciptakan dan membangsakannya secara bohong kepada Rasul). Fokus kita sekarang tentang hadis daif yang tidak terlalu berat. Memang, hadis daif itu ada yang daif ringan, daif (sedang), dan daif berat. Ini membutuhkan sebuah ilmu yang disebut `Ilm al-Jarh wa at-Ta`dil, yaitu ilmu tentang penilaian periwayat hadis. Para ulama telah membuat istilah-istilah untuk menunjukkan peringkat kehujahan riwayatnya. Misalnya, seorang periwayat yang dinilai dengan istilah syaikh wasath atau shaduq insya Allah, maka hadis yang diriwayatkannya adalah daif ringan. Seorang yang dinilai dengan istilah dha`if, maka hadis yang diriwayatkannya adalah daif (sedang). Tetapi, seorang periwayat yang dinilai dengan istilah matruk, maka hadis yang diriwa-yatkannya adalah daif berat. Jika seorang periwayat dinilai dengan istilah dajjal atau wadhdha`, maka hadis yang diriwayatkannya dinilai maudhu` (palsu). Keterangan ini terlalu teknis dan rumit, tetapi dikemukakan untuk sekedar menjadi gambaran sederhana agar pembaca memahami maksud hadis daif yang tidak terlalu berat. Jadi, hadis daif itu sendiri bervariasi, dari daif ringan, daif (sedang), dan daif berat.<br /><br />D. Hadis-hadis Fadha’il al-A`mal<br />Hadis-hadis fadha’il al-a`mal ada yang sahih dan ada yang daif. Misalnya, hadis tetang keutamaan bulan Ramadan.<br />“Apabila masuk bulan Ramadan, pintu-pintu sorga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.”<br />Hadis ini menerangkan keutamaan bulan Ramadan. Hadis ini sahih termuat dalam kitab Shahih al-Bukhari juz 4 halaman 92.<br />“Barangsiapa bangun beribadah malam Ramadan berdasarkan iman dan mengharap rida Allah, diampunkan baginya dosanya yang telah lalu.”<br />Hadis ini menerangkan fadhilah malam Ramadan. Orang yang salat padanya akan mendapatkan keampunan dari Allah atas dosanya yang lalu. Hadis ini sahih, termuat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.<br />“Satu kali umrah pada bulan Ramadan sama dengan satu kali haji.”<br />Hadis ini termuat dalam Sunan at-Tirmizi jilid 3 halaman 276 dengan sanad lengkap. At-Tirmizi sendiri menilainya hasan gharib.”<br />“Seseorang akan mendapatkan kehinaan dan kerendaghan jika namaku disebutkan di sisinya, namun ia tidak bersalawat atasku. Seseorang akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan jika ia memiliki kedua orang tua atau salah satunya, namun ia tidak melaksanakan hak keduanya yang memasukkannya ke dalam sorga. Seseorang akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan jika ia memasuki bukan Ramadan dan Ramadan telah berlalu sebelum ia diampuni.”<br />Bagian akhir dari hadis ini menerangkan fadhilah Ramadan yang kehadirannya memberikan kesempatan untuk mendapatkan keampunan dari Allah. Hadis ini adalah sahih diriwayatkan oleh at-Tirmizi, Ahmad, al-Hakim, dan Ibn Hibban. At-Tirmizi sendiri menilainya hasan gharib. Ibn Hajar, az-Zahabi, al-Hakim, dan Ibn Hibban menilainya sahih. <br />“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, Allah mengharamkan jasadnya masuk neraka.” <br />Hadis ini termuat dalam kitab Durratun Nashihin halaman 7 karya al-Khubari. Hadis ini juga menerangkan fadhilah bulan Ramadan. Sayangnya, hadis ini maudhu` (palsu) dengan dua alasan. Pertama, hadis ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadis yang diakui. Bahkan, hadis ini tidak ditemukan dalam kitab kumpulan hadis daif. Penulis Durratun Nashihin juga tidak menyebutkan sumber pengambilannya. Hadis semacam ini dikenal dengan istilah la yu`raf lahu ashlun atau la ashla lahu (tidak diketahui sumber aslinya). Alasan kedua adalah isinya mengandung ciri-ciri hadis palsu yaitu amalan yang terlalu kecil menjanjikan pahala yang terlalu besar.<br />“Awal bulan Ramadan adalah rahmat, pertengahannya keampunan, dan akhirnya pembebasan dari neraka.”<br />Hadis ini termuat dalam Kitab adh-Dhu`afa’ al-Kabir karya al-`Uqaili, jilid II halaman 162 dan kitab al-Jami` ash-Shaghir karya as-Suyuthi jilid I halaman 432. Hadis ini menjelaskan keutamaan bagian-bagian bulan Ramadan. Sayangnya, hadis ini daif. Bahkan, Pendekar Hadis abad 20, Muhammad Nashiruddin al-Albani menilainya maudhu` (palsu). Kedaifan hadis ini berasal dari dua orang periwayatnya, Sallam ibn Sulaiman ibn Sawwar dan Maslamah ibn ash-Shalt. As-Suyuthi menilainya daif. Ibn `Adi menilai Sallam munkar al-hadits. Abu Hatim menilai Maslamah matruk. <br />“Semua amal manusia baginya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”<br />Hadis ini adalah hadis qudsi yang nilainya sahih. Hadis ini diriwayatkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dengan sanad yang lengkap. Hadis ini menerangkan keistimewaan pahala puasa. Begitu besar pahalanya sehingga tidak terbatas dan bahkan Allah menja-min akan memberi balasannya secara langsung.<br />“Barangsiapa memberi pebuka kepada orang yang puasa, ia memperoleh seumpama pahalanya tanpa berkurang sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa.”<br />Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmizi. Ia menilainya hasan sahih.<br />“Sesungguhnya, orang yang berpuasa, bersalawat atasnya para malaikat jika orang makan di sisinya hingga mereka selesai.”<br />Hadis ini menerangkan keutamaan orang yang puasa sabar melihat orang makan di dekatnya. Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmizi dan dinilainya hasan.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-46713697258113019982008-09-01T07:26:00.000-07:002008-09-01T07:28:47.500-07:00SILABUS MATA KULIAH HADIS TEMATIS SMT I AGAMA DAN FILSAFAT ISLAM PASCASARJANA IAIN SUTahun Akademi Januari s.d. Mei 2008<br />Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<span style="font-weight:bold;"></span><br /> Perkuliahan dilaksanakan dengan sistem seminar. Setiap peserta menyiapkan dan mempresentasikan satu makalah sesuai dengan judul dan jadwal yang ditetapkan. Untuk setiap makalah ditetapkan seorang pembanding utama yang bertugas menelaahnya secara serius, mengoreksi, mempertanyakannya, dan memberi masukan sebagai bahan perbaikan yang lebih sempurna. Para peserta yang lainnya diberikan kesempatan untuk bertanya dan memberikan masukan setelah pembanding utama. Perbaikan makalah dan keaktifan dalam seminar menjadi bagian dari penilaian kepada peserta. <br />Ukuran makalah tidak lebih dari 20 halaman kuarto. Isinya meliputi hadis-hadis mengenai judul yang dibahas, sumber-sumber aslinya secara akurat, nilai hadisnya dari aspek sanad dan aspek matan, pengertiannya berdasarkan literatur klasik dan modern dengan berbagai pendekatan, ter-masuk pendekatan kontekstual jika diperlukan, serta analisis dan kesimpulan penulis. Kutipan terhadap berbagai pendapat harus dianalisis dan di-tarjih. <br />Makalah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, dan efektif serta transeliterasi SKB Menteri Agama dan Mendikbud tahun 1987. Makalah diserahkan kepada dosen dan peserta selambat-lambatnya dua hari sebelum jadwal seminar. Makalah perbaikan dan makalah asal yang sudah dikoreksi diserahkan kepada dosen selambat-lambatnya satu bulan dari hari seminar. Keterlambatan penyerahan makalah, baik untuk seminar maupun untuk perbaikan akan mempengaruhi nilai tugas peserta.<br />Adapun judul-judul makalah yang menjadi bahasan pokok dalam seminar mata kuliah ini adalah sebagai berikut. Judul-judul ini dapat dimo-difikasi dengan syarat tidak mengubah makna. <br /> 1. Definisi Agama Islam Menurut Hadis<br />2. Hadis-hadis tentang Muhammad saw. Sebagai Nabi Terakhir <br />3. Hadis-hadis tentang Islam Terpecah ke dalam 73 Aliran<br />4. Ahlulkitab dalam Hadis<br />5. Memberi Salam kepada non-Muslim dalam Hadis<br />6. Khususiyat Rasul saw.<br />7. Warisan dan Kawin dengan non-Muslim dalam Hadis<br />8. Hadis Buatan Penguasa Amawiyah,<br />9. Hadis Mutasyabihat,<br />10. Hadis-hadis tentang Gender<br />11. Hadis-hadis tentang Minta Jabatan <br />12. Hadis-hadis tentang ZuhudPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-81631173425545523672008-09-01T07:21:00.000-07:002008-09-01T07:23:23.540-07:00PUASA DALAM LINTASAN SEJARAH<span style="font-weight:bold;"></span><br />Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br />A. Literatur Sejarah Puasa<br />Literatur tentang hukum dan hikmah puasa banyak tersebar di mana-mana. Tetapi, literatur tentang sejarah puasa tidak banyak dan tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Sementara keberadaan puasa di kalangan bangsa-bangsa sebelum lahirnya Islam sudah masyhur dan disebutkan secara jelas dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 183 yang artinya, “Diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu.” Karena itu, sejarah puasa menarik untuk dibahas sebagai penjelasan kepada ayat ini. Bahkan, dalam sejarah Islam sendiri pelaksanaan puasa itu tidak selamanya sama. Seka-lipun intinya sama, yaitu menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sepanjang hari, namun praktik-praktik yang mengitari inti puasa itu kadang-ka-dang berbeda. <br />Dalam kitab-kitab fikih, sejarah puasa tidak dijelaskan. Dalam tarikh tasyri`, sekelumit dari sejarahnya disebutkan bahwa puasa bulan Ramadan itu diwajibakan pada bulan Syakban tahun ke-2 Hijrah. Dalam kitab-kitab tafsir sejarah puasa terpaksa dijelaskan sebagai tafsir kepada ayat tersebut. Namun demikian, dari sejumlah kitab tafsir, maka Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha yang memberikan penjelasan yang agak panjang tentang puasa umat-umat terdahulu. Kemudian, menyusul Tafsir al-Mizan karya ulama Syiah Thabathabai. Namun, ketika berbicara tentang riwayat puasa Islam sebelum disyariatkannya puasa sebulan Ramadan, dengan mudah ia mengatakan bahwa riwayat-riwayat itu daif (lemah). Sebagai mufasir Syiah, ia menuduh riwayat itu berasal dari kaum Sunni. Penulis beruntung memiliki kitab Hikmah at-Tasyri` wa Falsafatuh karya Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi. Ternyata, buku ini memberikan penjelasan yang agak panjang dan berisi informasi tambahan kepada informasi kitab-kitab lainnya. Karena itu, sumber tulisan ini pada dasarnya adalah Tafsir al-Manar, kitab Hikmah at-Tasyri` wa Falsafatuh, Tafsir al-Mizan, Alkitab(Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), dan Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama yang diedit oleh Pdt. P. Sipahutar, M.Th dan Drs. Arifinsyah, M. Ag. <br /><br />B. Puasa Sebelum Islam<br />Ketika menafsirkan ayat tentang puasa umat-umat sebelum datangnya Islam, Rasyid Ridha menjelaskan bahwa puasa diwajibkan atas pengikut agama sebelum lahirnya Islam. Puasa menjadi salah satu rukun dari setiap agama karena puasa termasuk ibadah paling berat dan media yang paling baik untuk memperbaiki akhlak. Allah memberi tahu umat Islam bahwa puasa diwajibkan juga atas umat-umat sebelumnya untuk menunjukkan bahwa agama-agama itu satu asalnya dan tujuannya serta meneguhkan keadaan wajibnya, dan menyenangkan hati umat Islam menerima wajibnya. Sebab, suatu tugas yang memang sudah lazim berlaku sebelumnya lebih mudah diterima daripada tugas yang baru dan belum pernah diwajibkan sebelumnya. <br />Dalam menerangkan ayat ini, Muhammad Abduh menyatakan bahwa Allah tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang berpuasa sebe-lum Islam itu. Namun, sudah dimaklumi bahwa puasa telah dilakukan oleh selu-ruh penganut kepercayaan, termasuk penyembah berhala. Misalnya, puasa diketahui adanya di kalangan orang-orang Mesir kuno pada masa keberhalaan mereka. Dari sana, syariat puasa pindah kepada orang-orang Yunani. Mereka menjadikannya wajib terutama atas kaum perempuan. Demikian juga—tandas-nya--orang-orang Romawi mewajibkan puasa sampai sekarang. Hindu penyem-bah patung pun puasa sampai sekarang. <br />Al-Jurjawi mengutip keterangan DR. Ali Abd al-Wahid bahwa pengkajian tentang sejarah agama-agama menunjukkan bahwa puasa termasuk ibadah manusia yang paling tua dan paling banyak tersebar. Menurutnya, hampir tidak ada suatu agama yang dianut masyarakat yang terlepas dari kewajiban berpuasa.<br />Ada puasa yang dibangsakan kepada Nabi Dawud, yaitu puasa sehari berbuka sehari. Di kalangan Yahudi, puasa pada hari perdamaian atau Grafirat adalah wajib. Lamanya satu hari penuh. Orang yang melanggarnya dihukum bunuh. Hal ini dijelaskan dalam Perjanjian Lama pada kitab Imamat 16: 29, “Ini-lah yang menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu.” Tentang hukuman mati bagi orang yang tidak merendahkan diri dengan berpuasa dise-butkan pada kitab Imamat : 23 : 29, 30, “Karena setiap orang yang pada hari itu tidak merendahkan diri dengan berpuasa, haruslah dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya. Dan Setiap orang yang melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, orang itu akan Kubinasakan dari tengah-tengah bangsanya.”<br />Dalam Perjanjian Baru, puasa dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang biasanya dikaitkan dengan suatu keperluan, misalnya untuk persiapan menerima firman Tuhan,(Keluaran 34: 28; Daniel 9: 3), sebagai tanda penyesalan atau per-tobatan individual maupun kolektif (1 Raja-Raja 21 : 27), dan sebagai tanda kedukaan (1 Samuel 31 : 13).<br />Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun dan mengatakan bahwa jenis setan tertentu tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa. Hal ini tersebut dalam kitab Matius 4 : 1-2 dan 17 : 19-21, “Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.” “Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu? Ia berkata kepada mereka: Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung itu : Pindahlah dari tempat ini ke sana,--maka gunung itu akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu. Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.”<br />Dalam Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama dijelaskan bahwa dalam tradisi Ketolik, pelakanaan puasa diadakan 40 hari sebelum Paskah tanpa menghitung hari-hari Minggu. Angka 40 mengingatkan akan 40 tahun bagi Israel menjelajah gurun sebelum masuk Tanah Suci ; 40 hari Musa berada di Gunung Sinai; dan terutama lamanya Yesus berpuasa selama 40 hari. Masa ini disebut Masa Prapaskah atau masa tobat dan persiapan diri untuk Hari Raya Paskah. Pada masa ini juga Gereja Katolik mengadakan Aksi Puasa Pemba-ngunan. <br />Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Hindu juga mengenal puasa. Puasa secara lahirnya menghentikan kegiatan makan dan minum. Puasa secara rohani ialah mengendalikan segala hawa nafsu. Dalam praktik, ada juga penganut yang mengaku Hindu sekarang ini yang puasanya dengan meninggalkan makanan berat, seperti nasi dan roti, sementara makan permen dan kue-kue tidak dilarang. <br />Di kalangan Buddha puasa disebut Attangasila. Bagi umat Buddha yang melaksanakan Attangasila, ia menghindari hubungan kelamin, tidak makan sebe-lum jam 06.00 dan telah jam 12.00, dan mengendalikan nafsu-nafsu indera yang rendah. Attangasila ini dlakukan umat Buddha setiap bulan tanggal 1,8, 15, 23 berdasarkan penanggalan bulan.<br />Di kalangan orang Jawa, konon sejak lama ada juga puasa untuk tujuan tertentu, seperti mencari kekebalan dan ilmu gaib. Misalnya yang disebut dengan puasa mutih. Di langan perdukunan juga banyak jenis puasa.<br />Demikianlah keberadaan puasa dari masa ke masa di berbagai agama dan bangsa. Adapun bentuk dan cara pelaksanaan puasa tidak semua sama. Ada puasa dalam bentuk tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan kelamin, tidak bekerja, dan tidak berbicara. Ada yang bentunya dengan menahan diri dari salah satu atau sebagian saja dari semua yang disebutkan. Kata DR. Ali Abd al-Wahid, mungkin puasa dari bicara merupakan yang paling aneh dari bentuk-bentuk puasa yang pernah ada. Namun demikian, bentuk puasa dari bicara ini tersebar di banyak masyarakat primitif dan lainnya. Di masyarakat penduduk asli Australia, wajib atas perempuan yang suaminya meninggal puasa dari bicara dalam masa yang panjang yang kadang-kadang sampai satu tahun lamanya. Tampaknya, puasa semacam ini pernah diikuti di kalangan Yahudi sebelum datangnya Yesus. Hal ini dipahami dari perintah Allah kepada Siti Maryam dalam Alquran surat Maryam ayat 26 yang artinya, “Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah :Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”<br /> <br />C. Puasa Islam dari Masa ke Masa<br />Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa puasa Ramadan telah diwajibkan atas Ahlulkitab. Belakngan, orang Yahudi dan Nasrani meninggalkannya. Seba-gian sejarawan mengatakan bahwa puasa Ramadan tersebar di sebagian kabilah Arab di masa Jahiliyah, khususnya kabilah Kuraisy. Hanya saja, riwayat-riwayat ini tidak memiliki dalil yang pasti. Bagaimanapun sekiranya puasa Ramadan pernah disyariatkan atas orang Yahudi dan Nasrani atau tersebar di kalangan Arab Jahiliyah, hal ini tidak mengurangi sedikit pun keabsahannya disyariatkan dalam Islam. Sebagai Agama yang berasal dari Tuhan yang sama, Islam banyak melan-jutkan syariat yang diajarkan Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa. Sejumlah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. berpuasa sebelum diwajibkannya puasa Ramadan. Namun, puasa Ramadan atas umat Islam mulai diwajibkan pada bulan Syakban tahun kedua sesudah hijrah Nabi saw. Dalil wajibnya puasa Rama-dan adalah Alquran surat al-Baqarah ayat 183-185 dan sejumlah hadis sahih riwayat al-Bukhari dan lainnya. Puasa pengganti dan puasa nazar juga termasuk puasa wajib. Selain itu ada sejumlah puasa sunnat, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa enam hari pada bulan Syawal, puasa hari Arafah, dan puasa tiga hari pada pertengahan setiap bulan Qamariyah. Ada pula hari-hari yang puasa padanya haram, yaitu Hari Raya Fitrah, Hari Raya Adha (Haji) dan hari-hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 dari bulan Zulhijah. <br />Puasa dalam Islam ialah menahan diri dari segala yang membatalkan dari waktu terbit fajar sampai terbenam matahari dengan berniat puasa pada setiap malamnya. Inilah yang pokok dari puasa. Adapun cara pelaksanaanya terdapat perbedaan dari satu tempat ke tempat yang lain dan dari masa ke masa yang lain. Misalnya di India, ada masyarakat yang ketika matahari terbenam, mereka pergi ke masjid dan berbuka bersama. Sebelum berbuka, mereka menyanyikan hikayat tentang anak kecil yang hendak puasa, tapi dicegah ibunya. Anak itu berpuasa juga, tapi sayangnya meninggal waktu Asar. Singkatnya, datanglah Malaikat Jibril menyeru anak itu bangun. Ternyata anak itu kembali hidup. Hikayat ini bertujuan menunjukkan betapa hebatnya kekuatan puasa itu, yang mati bisa hidup. Hikayat ini mereka nyanyikan sekitar setengah jam sebelum berbuka. Setelah salat Isya dan tarawih mereka membaca Alquran. Sampai sekarang, orang India selalu mengadakan buka dan makan bersama dengan mengundang sanak keluarga. Buka bersama ini dilakukan dari rumah ke rumah untuk mempererat silaturrahim.<br />Pada masa pemerintahan Fatimiyah di Kairo, sesuai dengan akidah Syiah Ismailiyah yang mereka anut, bulan Ramadan adalah bulan Imam (Khalifah). Seminggu sebelum Ramadan, para hakim Fatimiyah keluar dalam rombongan yang megah. Mereka keliling melihat-lihat persiapan masjid untuk memeriksa apa yang dibutuhkan masjid dalam memeriahkan penyambutan bulan Ramadan. Pada akhir bulan Syakban, rombongan resmi Khalifah keluar dengan wibawa yang besar di dalam jiwa rakyatnya. Sebab, menurut akidah Syiah Ismailiyah Fatimiyah tidak sah puasa kecuali apabila rakyat melihat Khalifah. Khalifah menziarahi kuburan leluhurnya. Rombongan kembali ke Istana dan sebagian tinggal di luar menunggu hidangan dan hadiah. Mereka terus bergembira sampai sahur. Hi-dangan ini berlanjut sampai akhir Ramadan. <br />Di Indonsia dahulu orang sangat membesarkan bulan Ramadan dan pelaksanan puasa. Begitu hebohnya masa menyongsong bulan Ramadan sehingga bulan Rajab disebut bulan serabi karena pada bulan ini banyak orang melaksanakan kenduri serabi. Bulan Syakban disebut bulan nasi karena padanya banyak orang melakukan kenduri nasi. Kegiatan ini setidak-tidaknya berlaku di kalangan Melayu pesisir. Tradisi ini berlangsung meriah sampai tahun 1960-an. Sekarang sudah hilang. Namun, tampaknya pemerintah Tanjungbalai Asahan berusaha menghidupkannya. Lebih kurang dalam tiga tahun belakangan, di Masjid Raya Tanjungbalai Asahan diadakan kenduri serabi dan kenduri nasi. Acara ini diseponsori Wakil Walikota, Drs. H. M. Thamrin Munthe, M.Hum. Dahulu, pada malam Ramadan di masjid dan musalla beberapa grup melaksanakan tadarus. Sekarang sudah jarang. Dahulu, sanak saudara dan tetangga saling mengirim pebuka, sekarang sudah jarang. Dahulu orang yang tidak berpuasa segan menunjukkan dirinya tidak puasa, tapi sekarang orang yang tidak berpuasa tanpa rasa malu makan dan merokok sesuka ha-tinya.<br />Sekarang, semarak kebiasaan ziarah kubur dua tiga hari sebelum masuk Ramadan. Imam salat tarawih dikontrak dari kalangan para hafiz. Sebelum salat tarawih diadakan ceramah singkat yang disebut kultum (kuliah tujuh menit) atau kulibas (kuliah lima belas mineit). Setelah witir, jarang yang tinggal di masjid untuk tadarus. Malam sepuluh terakhir juga sulit mencari orang yang melakukan iktikaf.PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-87763181682970009972008-07-23T09:13:00.000-07:002008-07-23T09:16:15.450-07:00SUDAH SAATNYA PARA ULAMA MENGHARAMKAN ROKOKOleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI SU<br /><br />A. Bahaya Rokok<br /> Para pakar dan lembaga kesehatan telah banyak menjelaskan bahaya merokok. Kematian adalah salah satu bahaya merokok. Stacey Kenfield dari Harvard School of Public Health di Bostom dan para koleganya menjelaskan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Journal of the American Medical Association bahwa temuan mereka menunjukkan bahwa 64 persen kematian pada perokok dan 28 persen kematian pada mantan perokok, ternyata disebabkan rokok. Menurut mereka juga, pada tahun 2000 terdapat lima juta kematian prematur yang dise-babkan rokok. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2030, kematian yang disebabkan tembakau akan mencapai tiga juta jiwa per tahun di negara-negara industri dan tujuh juta jiwa di negara-negara berkembang.<br /> Rokok menyebabkan kematian melalui berbagai perusakan bagian tubuh dan penyakit yang ditimbulkannya. Sebesar 87 persen kematian karena kanker paru-paru didapati pada para perokok. Para perokok memiliki resiko 70 persen lebih besar terjangkit penyakit yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh da-rah.Wanita yang merokok 40 batang atau lebih setiap hari memiliki kemungkin-an 74 persen lebih besar meninggal karena kanker payudara. Selain itu, rokok juga dapat menyebabkan penyakit-penyakit lain seperti kanker usus, asma, leukemia, daebetes, depresi, kanker mulut, kanker pangkal tenggorokan, esofagus, pankreas, lambung, usus kecil, kandung kemih, ginjal, leher rahim, stroke, dan kemandulan. <br /> Dinas Kesehatan Kota Medan pernah menjelaskan bahwa dari setiap batang rokok yang dinyalakan mengeluarkan lebih kurang 4000 bahan kimia beracun yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Kandungan asap rokok mengandung racun tar yang mengandung 43 bahan kimia yang menjadi penyebab utama kanker, nikotin dan karbon bioksida yang merupakan gas beracun yang biasanya dikeluarkan oleh kenalpot kenderaan. Asap rokok juga mengandung zat beracun, seperti acetone (bahan cat) ammonia (pencuci lantai), racun serangga, arsenic, dan gas beracun.<br /> Asap rokok tidak hanya mematikan pengisapnya, tetapi juga membunuh orang di sekitarnya yang disebut perokok pasif. Bahkan, perokok pasif, yaitu orang yang tidak merokok, tetapi menghirup asap rokok orang di sebelahnya lebih berbahaya daripada perokok aktif. Sebab, perokok aktif mungkin sudah memiliki sedikit ke-kebalan karena terbiasa, sedang perokok pasif sama sekali tidak memiliki keke-balan.<br /><br />B. Hiruk-Pikuk Larangan Merokok<br /> Di mana-mana orang mulai sadar akan bahaya rokok. Karena itu, larangan merokok telah menggema di mana-mana. Larangan ini ada dalam bentuk langsung dan ada pula dalam bentuk tidak langsung. Sejak lama kita melihat di tempat-tempat tertentu, terutama di ruang ber-AC tertempel tanda larangan merokok. Dulu, dalam pesawat dilarang merokok kecuali di bagian belakang. Se-karang, semua penerbangan sudah bebas asap rokok. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai hari tanpa asap rokok. WHO juga membuat program “Kawasan Tanpa Rokok.” Program ini sudah dikuti oleh sejumlah negara, seperti India, Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Larangan merokok di tempat-tempat umum dan tempat-tempat kerja di Inggeris diberlakukan sejak bulan Juli lalu, di Skotland diberlakukan sejak tahun 2006, sedang di Wales dan Irlandia Utara sejak tahun 2007. Bahkan, menurut British Broadcasting Corporation, larangan untuk memajang rokok di toko tanpaknya akan diberlakukan di Inggeris sesuai dengan rencana pemerintahnya untuk me-ngurangi orang perokok dan mencegah anak-anak merokok. Demikianlah hiruk-pikuknya larangan merokok bermunculan di negara-negara sekuler dan sebagian negara Islam. Pemerintah DKI Jakarta sendiri telah membuat Perda larangan merokok di tempat umum yang disahkan oleh DPRD-nya pada tanggal 4 Februari 2005. Pelanggar Perda ini akan mendapat sanksi kurungan enam bulan atau denda sebesar Rp 50.000.000,-<br /> Larangan secara tidak langsung kita temukan misalnya pada setiap bungkus rokok, di luar negeri, di Timur Tengah, maupun di dalam negeri. Pada bungkus rokok di negara-negara Barat tertulis, “Smoking is dangerous for health.” Pada bungkus rokok di Timur Tengah tertulis, “at-Tadkhin yadhurrush shihhah” (Me-rokok membahayakan kesehatan). Di Indonesia kalimatnya lebih mengerikan lagi, “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, inpotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.”<br /> Adapun alasan merokok karena mencari pergaulan, cari inspirasi, ingin gagah, tampil machoistik, perkasa, atletis, dan disukai perempuan semuanya adalah mitos belaka. Berapa banyak orang tidak perokok, tetapi pergaulannya luas dan bisnisnya suskes. Berapa banyak orang jadi ilmuan dan pemikir, tetapi tidak me-rokok. Pada umumnya, perempuan tidak senang suaminya merokok, baik karena alasan ekonomi maupun kesehatan dan bau busuknya. <br /> <br />C. Saatnya Ulama Mengharamkan Rokok<br /> Di zaman lampau, para ulama berbeda pendapat tentang hukum rokok. Menu-rut Komisi Tetap Penelitian Ilmiah dan Fatwa di Riadh, hukum merokok haram. Abd al-Aziz bin Abdullah bin Baz mengharamkan rokok dan mengharamkan memperjualbelikannya. Muhammad Nasir ad-Din dan Dr. Yusuf al-Qardhawi juga juga mengharamkan rokok. <br /> Prof. Dr. Abd al-Halim Mahmud menfatwakan makruh merokok jika tidak merusak kesehatannya dan tidak mengurangi nafkah tanggungannya. Merokok menjadi haram jika merusak kesehatannya atau mengurangi nafkah tanggung-annya. Sementara Prof. Dr. Mahmud Syaltut tidak menetapkan hukum merokok secara langsung. Tetapi, ia menggantungkan hukumnya kepada pengaruhnya pada akidah, akal, harta atau harga diri. Menurutnya, keharaman dan kemakruhan se-suatu didasarkan kepada kepada kadar pengaruhnya pada bidang-bidang tersebut. Namun, hasil paparan Syaltut cenderung kepada haramnya merokok karena ia mengatakan bahwa memelihara kesehatan wajib. Dr. Ahmad Syarbashi tidak tegas menya-takan hukum rokok, bisa mubah, makruh, dan haram tergantung kepada mudrat dan tidak mudratnya rokok itu.<br /> Perbedaan ini muncul terutama karena tidak ada nas yang jelas tentang hukum rokok itu, baik dalam Al-Quran maupun dalam Hadis. Demikian juga, tidak ada nas dari para ulama mujtahid karena tembakau baru dikenal di dunia Islam pada permulaan abad XI Hijriah. Kemudian, di zaman mereka bahaya rokok belum sejelas di zaman kita sekarang sehingga sebagian mereka ragu mengharamkannya. <br /> Sekarang, bahaya merokok sudah sangat jelas dan tidak ada keraguan tentang mudrat yang ditimbulkannya, terutama terhadap keselamatan diri dan kesehatan sehingga larangan merokok telah diberlakukan di negara-negara sekuler. Sementara dalil-dalil ten-tang haramnya melakukan perbuatan yang membahayakan keselamatan diri dan kesehatan jelas dan cukup banyak dalam Al-Quran dan Hadis. Misalnya, firman Allah, Wa la tulqu bi aidikun ilat tahlukah (Jangan kamu biarkan diri kamu jatuh kepada kebinasaan); hadis La Dharara wa la dhirara (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan diri orang lain.} Merokok adalah pemborosan. Allah berfirman, Wa la tubazzir tabziran (Jangan berlaku boros); Wa la tusrifu innahu la yuhibbul musrifin (Dan janganlah kamu memboros, sesung-guhnya Allah tidak suka kepada orang-orang pemboros.) Merokok adalah bau busuk dan jorok. Firman Allah, Wa yuharrimu `alaihimul khabaits (Dan Ia mengharamkan atas mereka hal-hal jorok) <br /> Uraian di atas menunjukkan betapa para kaum sekuler dan negera-negara Barat sudah mengharamkan rokok karena kematian dan berbagai penyakit berba-haya yang ditimbulkannya. Sementara para ulama belum banyak yang berani mengharamkannya. Soal tidak adanya nas secara tekstual bukanlah halangan un-tuk mengharamkan sesuatu dalam ajaran Islam. Tuak, Narkoba, dan bermacam-macam hal yang haram dalam Islam tidak mempunyai dalil nas langsung dari Al-Quran dan Hadis, tetapi jelas haramnya berdasarkan metode penggalian hukum Islam. Dengan demikian, saat ini para ulama sudah waktunya mengharamkan ro-kok. Kalau tidak, para ulama akan kehilangan fungsinya sebagai penuntun umat. <br /> Jika kaum sekuler melarang rokok di ruang ber-AC, pesawat, tempat umum, dan tempat kerja, maka para ulama hendaknya mulai pengharaman rokok di masjid, musalla, sekolah Islam, kantor-kantor MUI, Ormas Islam, forum dan seminar keagamaan, majelis taklim, dan majelis zikir. Sebelum itu, para ulama, para ustaz, para dai dan muballig, seharusnya lebih dahulu mengharamkan rokok pada diri mereka. Ulama sebagai panutan hendaknya tampil sebagai teladan yang baik. Sungguh janggal bila seorang alim dan ustaz tapi merokok di depan umat-nya.<br /> Bagi orang yang terlanjur menjadi perokok, sebenarnya tidak payah untuk meninggalkannya. Yang terpenting adalah niat dan kemauan. Sungguh banyak bukti tentang perokok meninggalkan rokok hanya dengan modal niat dan kema-uan yang kuat. Bisa juga dengan cara bertahap menguranginya sedikit demi sedikit. Setelah berhenti merokok, mereka hanya mengantuk selama tiga minggu. Sesudah itu semuanya kembali normal seperti biasa. <br /><br /> Medan, 16 Juli 2008<br /><br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MAPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-4173475420549734882008-07-18T07:33:00.000-07:002008-07-18T07:35:26.973-07:00BENARKAH JEMAAH AHMADIYAH INDONESIA TIDAK MEMPERCAYAI MIRZA GHULAM AHMAD SEBAGAI NABI<span style="font-weight:bold;"></span><br />Oleh : Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI SU<br /><br />A. Pengakuan Mirza Sebagai Nabi<br /> Harian Waspada terbitan, Jumat, 25 April 2008 telah memuat tulisan berjudul, “Ajaran dan Klaim Pendiri Aliran Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad.” Mirza mempunyai banyak ajaran dan klaim yang bertentangan dengan ajaran pokok Agama Islam. Dalam tulisan tersebut dikemukakan tujuh belas ajaran dan klaim Mirza yang dikutip langsung dari Kitab Tazkirah Wahyun Muqaddasun (Wahyu Suci) sebagai himpunan wahyu yang diterimanya dari Tuhan. Sumber lain adalah buku-buku karangan langsung Mirza, yaitu al-Istifta’, Maktub Ahmad, Mawahib ar-Rahman, dan Eik Ghalathi Ka Izalah dalam bahasa Urdu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, Memperbaiki Suatu Kesalahan oleh H.S. Yahya Pontoh. Tujuh belas ajaran dan klaim Mirza tersebut sengaja dikemukakan secara leterlek tanpa komentar agar pembaca memahaminya secara mandiri, tanpa dicampuri analisis dari penulis. <br /> Ajaran pokok Mirza adalah pengakuannya sebagai nabi dan rasul. Mirza lahir jauh sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Mirza lahir di Qadian, India pada tahun 1835 dan meninggal pada tahun 1908. Sementara Alquran dan Hadis menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir, tidak ada lagi Nabi sesudahnya. Keyakinan tentang Nabi Muhammad sebagai Nabi penutup adalah ajaran prinsipil dalam Islam. Ini adalah masalah akidah. Akidah lebih penting daripada syariah. Orang yang akidahnya salah menjadi sesat dan bisa keluar dari Agama Islam. Ibadah, puasa, zakat, haji, dan segala ibadahnya tidak sah. Sebaliknya, orang yang tidak salat, tidak puasa, tidak berzakat karena malas, bukan karena meyakini bahwa ibadah-ibadah ini tidak wajib, ia masih tetap Muslim. Hanya saja, ia berdosa dan akan masuk neraka untuk menebus dosanya itu dan kemudian masuk sorga karena ia masih tetap Mukmin. Karena itu, pengakuan Mirza sebagai Nabi dengan segala perangkatnya, seperti turunnya wahyu, adanya mukjizat, dan kedatangan Jibril kepadanya menjadi dasar bagi para ulama di masanya dan sampai sekarang untuk mengkafirkannya. Demikian juga para pengikutnya. <br /> Kepercayaan akan kenabian Mirza ini jugalah yang menjadi masalah pada Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sekiranya Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) benar tidak mengakui Mirza sebagai nabi dengan segala perangkat kenabiannya, permasalahan Ahamdiyah sudah selesai. Karena itu, umat Islam perlu mengetahui apakah JAI mempercayai kenabian Mirza atau tidak. <br /> <br />B. Kenabian Mirza di Kalangan JAI<br /> Untuk mengetahui apakah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) meyakini kenabian Mirza atau tidak, penyelidikan harus dilakukan melalui sumber-sumber autentik, yaitu Anggaran Dasar(AD) JAI dan buku-buku serta pernyataan-pernya-taan yang dikeluarkan oleh JAI secara resmi. Sumber-sumber tulisan ini adalah Anggaran Dasar Jemaah Ahmadiyah Indonesia (AD JAI), buku Kami Orang Islam(KOI) Cet. V, Penerbit Jemaat Ahmadiyah Indonesia, tahun 1985; buku Tiga Masalah Penting(TMP) karya H. Mahmud Ahmad Cheema H.A., yang sudah cetak ulang lima belas kali dari tahun 1985 sampai 2004. Buku ini telah diperiksa oleh Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, SK Dewan Naskah NO. 011/26.09-95 dan diterbitkan oleh Hajaruddin S.Ag & MI (1995) Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Jl. Raya Parung Bogor No. 27, PO Box 33/Pru, Parung Bogor 16330; buku Memperbaiki Suatu Kesalahan (Eik Ghalathi Ka Izalah) karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Alih bahasa : H.S. Yahya Pontoh, diterbitkan oleh Jelamaat Ahmadiyah Indonesia, 1993; dan Penjelasan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Terhadap Keberatan-keberatan dari Pihak Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Jl. Raya Parung-Bogor No. 27, Bogor pada tanggal 27-09-94 ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Jl. Merdeka Utara, Jakarta Pusat dan untuk memudahkan, selanjutnya akan disebut Penjelasan. <br /> Dalam AD Jemaat Ahmadiyah Indonesia (AD-JAI) dijelaskan sebagai berikut. I. Nama dan Waktu didirikan : Djemaat Ahmadiyah bagian Indonesia diberi nama Djemaat Ahmadiyah Indonesia dapat tempat kedudukan Djakarta dan didirikan pada tahun 1925. (M) untuk waktu yang tidak tertentu. II. Maksud : Maksud Djemaat ini ialah menjebarkan Agama Islam menurut peladjaran Hazrat Masih Mau’ud a.s. dan para Khalifahnja keseluruh Indonesia, dan membantu Djelamaat Ahmadiyah diluar Indonesia dalam hal itu. V. Terhadap Pemerintah: Djemaat Ahmadiyah Indonesia-berdasar atas peladjaran Ahmadiyah—tunduk pada Undang-undang Negara. VIII. Keahmadiyahan (Keanggautaan) : Djemaat Ahmadiyah Indonesia ini terdjadi dari orang-orang Ahmadi. Jang disebut Ahmadi ialah : a. Laki-laki atau perempuan jang telah beriman dan mengaku dengan hati dan iqrar dengan lisan atau tulisan (baiat) bahwa segala da’wa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. itu benar dan mengikuti kepada jang mendjadi Khalifah-khalifah, dan ia masuk dalam baiat Khalifah jang ada pada waktu itu. Sjarat-sjarat jang sepuluh dan formulir baiat terlampir sebagai lampiran I; b. Anak-anak orang Ahmadi jang belum ‘aqil baligh. <br /> Syarat-syarat baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah yang sepuluh dise-butkan dalam buku KOI, halaman 18-19. Syarat-syarat nomor 1 sampai ke-9 biasa-biasa saja. Syarat ke-10 adalah: “Dia akan mengikat janji persaudaraan dengan Hamba Allah ini (Masih Mau’ud a.s.) semata-mata karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, yakni bahwa dia akan mentaati aku dalam segala hal ma’ruf yang aku anjurkan kepadanya, kemudian dia tidak akan berpaling dari padanya dan tidak pula akan memungkirinya sampai mati. Dan janji persaudaraan ini hendaklah demikian sempurnanya sehingga tidak ada pertalian-pertalian dunia yang dapat menyamainya, baik pertalian kekeluargaan ataupun perniagaan.”<br /> Pasal VIII dari AD ini jelas menunjukkan bahwa JAI mengakui kebenaran segala dakwaan Mirza, taat kepadnya, dan siap mengikuti Khalifah-khalifahnya. Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa dakwaan pokok Mizra adalah statusnya sebagai nabi dan rasul Tuhan. Dalam syarat baiat ke-10 jelas pula bahwa JAI taat sepenuhnya sampai mati kepada apa saja yang dianjurkan oleh Mirza. <br /> Kepercayaan JAI tentang kenabian Mirza juga mereka tegaskan dengan mengutip pernyataan Mirza dalam buku KOI hlm. 27 sebagai berikut. “Keadaan sebenarnya hanyalah ini : bila saya (Mirza-red) menyebutkan diri saya seorang Nabi, saya maksudkan hanya bahwa Allah SWT berbicara dengan saya, bahwa Dia sangat sering berkata-kata dengan saya dan Dia bercakap-cakap dengan saya dan menerima penganbdian saya dan mewahyukan kepada saya hal-hal ghaib, dan membukakan kepada saya rahasia-rahasia yang berhubungan dengan masa datang dan yang tidak Dia bukakan kepada seorang yang tidak Dia cintai dan dekat kepada-Nya. Sesungguhnya Dia mengangkat saya sebagai nabi dalam arti itu.”<br /> Pengutipan pengakuan nabi oleh Mirza menunjukkan keyakinan JAI akan kenabiannya. Dalam buku KOI, hlm. 65, JAI mengemukakan ayat 6 dari surat as-Shaf yang artinya, “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata : Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumnya yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (akan datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad.” JAI berkomentar, Dalam ayat ini nama Ahmad adalah diperuntukkan kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad karena beliau sama dengan Nabi Isa as. dalam sifat-sifatnya. Ini juga berarti pembenaran JAI akan kenabian Mirza.<br /> Tentang keyakinan JAI akan kenabian Mirza lebih tegas dalam Penjelasan hlm. 1 yang mereka buat sebagai berikut. Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu Nabi dan Rasul adalah berdasar pengakuan bahwa beliau mendapat wahyu dan diangkat oleh Tuhan. Jadi bukan atas kemauan beliau sendiri. Tuhan mempunyai kekuasaan dan wewenang mengangkat siapa saja di antara hamba-hamba yang dipilih-Nya. Adapun dalam syahadat, JAI tidak perlu mengubah nama Muhammad karena Mirza Ghulam Ahmad mengaku bernama bernama Muhammad. Dalam buku karyanya yang berjudul Memperbaiki Suatu Kesalahan (Eik Ghalathi Ka Izalah) hlm. 5, Mirza berkata, “Dalam wahyu ini (Muhammad Rasulullah-Red) Allah swt. menyebutkan namaku “Muhammad” dan “Rasul.” Buku ini dicetak oleh JAI pada tahun 1993 menunjukkan bahwa mereka memeprcayai dan menyiarkannya menjadi pegangan bagi anggotanya. <br /> JAI tidak hanya mengakui kenabian Mirza, tetapi lebih dari itu mereka mempercayai akan datangnya lagi nabi-nabi sampai akhir zaman. Dalam buku JAI, KOI, hlm 45, JAI mengemukakan surat 22 : 76 yang artinya, “Allah akan memilih rasul-rasul dari malaikat dan manusia.” JAI berkomentar, “Dalam ayat ini jelas sekali pemilihan rasul-rasul akan tetap berlaku karena perkataan memilih dengan shigha mudhari’ yang harus diartikan sedang atau akan memilih, bukan telah memilih.” “Mengartikan dengan telah atau sedang—menurut JAI-- adalah salah sekali.” Pada hlm. 46, JAI menegaskan, “Maka tidak ada alasan pemilihan tidak akan dilakukan lagi sesudah Nabi Muhammad saw.” Allah berfirman dalam surat al-Maidah : 4 yang artinya, “Hari ini Aku telah menyempurnakan atas kamu nikmat-Ku dan Aku ridhai Islam itu menjadi agamamu.” Ketika ada orang yang menjadikan ayat ini sebagai bagian dari dalil atas bahwa Nabi Muhammad itu Nabi terakhir, JAI membantahnya dalam buku yang sama pada hlm. 53 sebagai berikut. “Dengan ayat ini pihak yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw. Nabi yang terakhir mengatakan bahwa agama Islam sempurna dengan tidak perlu seorang nabi datang lagi. Kalimat “menyem-purnakan” tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak ada lagi Nabi sesudah Nabi Muhammad saw. Allah telah menganjurkan kepada Umat Islam supaya selalu minta kepadaNya agar nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada umat-umat terdahulu diberikan pula kepada umat Islam.” <br /> Adapun hadis riwayat Abu Dawud dan at-Tirmizi yang artinya, “Akan datang nanti dalam umatku 30 orang sangat pendusta, masing-masing mendakwakan dirinya menjadi Nabi sedangkan aku adalah penutup nabi-nabi, tidak ada nabi sesudahku,” JAI membuat penafsirannya sendiri. JAI membuat keterangan dalam buku KOI, hlm. 59, “Membataskan bahwa nanti akan muncul 30 orang pembohong Dajjal yang mendakwakan dirinya Nabi itu, sudah menunjukkan akan adanya Nabi yang benar. Kalau tiap-tiap Nabi yang mendakwakan dirinya dianggap pendusta, tentu Nabi saw. mengatakan tiap-tiap yang mendakwakan dirinya Nabi semuanya bohong.” Penafsiran ini jelas tidak mengikuti kaedah bahasa, tidak masuk akal, dan mengada-ngada. Di bagian akhir hadis itu sendiri sudah dijelaskan apa maksud tiga puluh nabi palsu. Di bagian akhir Nabi Muhammad sudah menegaskan bahwa ia penutup Nabi dan tidak ada Nabi sesudahnya. Menurut bahasa, dalam hadis ini sama sekali tidak terkandung makna bahwa yang akan datang itu 30 nabi palsu dan yang lainnya nabi yang benar. Justru, bahasa hadis ini menutup adanya lagi nabi yang benar sesudah Nabi Muhammad. Jika ada lagi yang mengaku nabi, itu adalah nabi palsu. Seandainya pun penafsiran JAI ini diikuti, JAI harus menunjukkan mana 30 nabi yang palsu itu dan apa tanda-tandanya. Jika JAI mengatakan bahwa nabi yang benar berdasarkan turunnya wahyu kepadanya, semua nabi palsu mengaku menerima wahyu dari Tuhan. Para sahabat, para ulama tafsir, para ulama hadis, dan para ulama mujtahid, semuanya tidak pernah membuat penafsiran seperti yang dibuat JAI. Di zaman Nabi saw., zaman sahabat, dan tabiin, setiap muncul orang yang mengaku nabi dihukum bunuh. Karena itu, para ulama di masa hidup Mirza sendiri sudah memnfatwakan kekafirannya dan para pengikutnya. Ini adalah pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sendiri antara lain dalam bukunya yang berjudul Mawahib ar-Rahman, hlm. 12 dan buku al-Istifta’, hlm. 53. Pakistan sebagai negeri tempat kelahirannya menetapkan Ahmadiyah sebagai non-Muslim. Kerajaan Arab Saudi melarang Ahmadiyah masuk mengerjakan haji karena me-mandangnya sebagai non-Muslim. <br /> Dalam Penjelasan, hlm. 3, JAI mengatakan, “Adanya nabi sesudah Nabi Muhammad saw. tidak mengurangi kemuliaan serta keagungan beliau, bahkan meningkatkan martabat serta derajat beliau. Akan tetapi, nabi sesudah beliau saw. hanyalah nabi ummati (nabi ummat/pengikut) dan sekali-kali tidak membawa syariat…” Benarkan Mirza tidak membawa syariat. JAI sendiri memberikan penjelasan dalam Penjelasan, hlm. 7 dengan mengutip penjelasan ulama mereka sebagai berikut. “Mengenai mereka (yakni orang-orang Ahmadiyah) tidak mau mengadakan hubungan perkawinan dengan orang yang bukan Ahmadiyah dan tidak pula mau sembahyang di belakang orang yang bukan Ahmadiyah, maka yang demikian itu bukanlah satu hal yang patut disalahkan.Adakah Tuan sendiri bersedia kawin di lingkungan satu keluarga yang anggota-anggotanya menentang pendirian Tuan? Dan adakah Tuan sudi bersembahyang di belakang orang-orang yang menurut tingkah lakunya tidak layak jadi imam?”<br /> Keterangan menunjukkan pengakuan JAI akan adanya syariat JAI yang berbeda dengan umat Islam. Dalam salatnya saja mereka tidak boleh sama dengan orang orang Islam. Menurut Islam, perempuan Ahlulkitab saja boleh dikawini oleh orang Islam. Berarti, orang Islam lebih kafir dari Ahlulkitab menurut JAI sehingga tidak boleh sama sekali kawin antara JAI dengan orang Islam. Dalam buku KOI, hlm. 19 JAI menerangkan bahwa “seorang yang masuk Jemaat Ahma-diyah wajib berjanji akan memberikan sumbangan untuk da’wah dan tabligh Islam sedikitnya seperenam belas (1/16 dan adakalanya sampai sepertiga (1/3) dari penghasilan atau gaji yang diperdapatnya dalam tiap-tiap bulan.” <br /> Ketentuan tentang tidak bolehnya JAI kawin dengan non-Ahmadi, tidak bolehnya salat di belakang non-Ahmadi, dan wajibnya seorang Ahmadi menye-rahkan 1/16 sampai 1/3 dari penghasilan perbulan kepada JAI, tidakkah ini syariat yang tidak ditemukan dalam Islam.<br /><br /> C. Kesimpulan <br /> Sebagaimana telah disebutkan di awal tulisan ini bahwa masalah akidah lebih menentukan seseorang itu Islam atau tidak, daripada hal-hal syariat. Sementara itu, JAI secara resmi tertulis mengakui kenabian Mirza. Bahkan, JAI mengimani akan munculnya nabi-nabi lain sesudah Mirza. Pengakuan akan kenabian Mirza dan keabsahan kedatangan nabi-nabi sesudah Mirza dengan segala pembelaan JAI akan keyakinannya ini telah jelas dalam kutipan-kutipan di atas. Ternyata, JAI juga mengakui akan adanya syariat yang berbeda dengan syariat Islam sehingga seorang Ahmadi tidak boleh kawin dengan non-Ahmadi, tidak boleh salat di belakang non-Ahmadi, dan adanya kewajiban yang tidak dikenal dalam syariat Islam. Perbedaan syariat antara satu agama dan lainnya tidak harus secara total. Perbedaan syariat Islam dengan syariat agama-agama sebelumnya tidak semuanya secara total. Karena itu, syariat haji, syariat kisas, syariat diat, dan syariat khitan ditemukan juga dalam syariat agama-agama samawi sebelum Islam. Demikian juga halnya dengan syariat Ahmadiyah. Tidak harus semuanya berbeda dengan syariat Islam. Namun, tampak jelas bahwa JAI mempunyai syariat yang tidak ditemukan dalam Islam. Berdasarkan AD JAI dan penjelasan serta buku-buku yang diterbitkannya, JAI jelas berbeda dengan Islam, baik dalam akidah maupun dalam syariat. <br /> Kutipan-kutipan di atas menunjukkan paham, keyakinan, dan penafsiran JAI bertentangan dengan Islam. Mudah-mudahan, mereka menyadari kekeliruan me-reka sehingga dapat kembali kepada Islam yang benar. Inilah jalan terbaik dan yang paling selamat di dunia dan akhirat.<br /> <br /> Medan, 12 Mei 2008<br /><br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MAPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-22333626245376259372008-04-15T22:15:00.000-07:002008-04-15T22:16:19.315-07:00TELAAH TERHADAP PAHAM DAN ARGUMENOleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />ABSTRAKSI<br /> Inkar Sunnah merupakan suatu paham menolak Hadis Nabi saw. yang lahir sejak masa awal Islam, terutama di zaman Imam asy-Syufii dan mengalir timbul tenggelam dalam sejarah sampai masa sekarang. Paham ini bertentangan dengan perintah Alquran untuk mengikuti dan menaula-dani Nabi dalam melaksanakan ajaran Alquran. Karena menolak Sunnah, sedang keterangan Al-quran bersifat umum dan tidak terperinci, maka penganut Inkar Sunnah menafsirkan Alquran se-kehendak hatinya, baik dalam menguatkan pahamnya maupun dalam pelaksanaan ibadah dan a-mal Islam. Sebagian mereka salat dua tiga kali sehari semalam dan sebagian yang lain lima kali. Rakaatnya pun masing-masing dua rakaat. Salat bentuk lain pun boleh juga. Argumen mereka ti-dak benar dan berdasarkan nas-nas Alquran dan Hadis, paham Inkar Sunnah adalah sesat dan ke-luar dari Islam. <br /><br /><span class=fullpost”><br />A. Sejarah<br />Ingkar Sunnah berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw., baik secara keseluruhan maupun sebagian. Kajian tentang Ingkar Sunnah secara historis selalu merujuk kitab al-Umm karya Imam Syafii (w. 150 H). Di zaman modern, terkenal tokoh Inkar Sunnah di berbagai daerah, seperti Taufiq Shidqi di Mesir, Garrah Ali dan Gulam Ahmad Parwez di India-Pakistan, Kassim Ahmad di Malaysia, Rasyad Khalifah di Amerika, Haji Abdurrahman, Ustaz H. Sanwani, dan Ir. Irham Sutarto di Jakarta, Dailami Lubis di Sumatera Barat, dan untuk Medan juga sudah ada, baik yang terus terang menolaknya maupun yang menolaknya secara ilmiah. <br />Inkar Sunnah ada dua macam, yaitu pengingkar Sunnah secara keseluruhan dan pengingkar sebagian saja. Pengingkar hadis yang mutawatir hukumnya kafir, sedang pengingkar hadis yang sahih ahad fasik. Pengingkar seluruh Hadis berarti kafir karena termasuk di dalamnya hadis mutawatir. Bahasan dalam makalah ini adalah tentang pengingkar seluruh Hadis. <br /><br />B. Ajaran Pokok Ingkar Sunnah<br />1. Dasar ajaran Islam hanyalah Alquran karena Alquran sudah lengkap dan sempurna<br />2. Tidak percaya dan menolak seluruh Hadis Nabi saw.<br />3. Nabi Muhammad tidak berhak untuk memberikan penjelasan apa pun tentang Alquran<br />4. Syahadat mereka adalah Isyhadu bi annana muslimun (saksikan kamulah bahwa kami orang-orang Islam)<br />5. Rakaat dan cara salat terserah kepada masing-masing, boleh dua rakaat dan boleh dengan eling (ingat) saja<br />6. Puasa wajib bagi yang melihat bulan saja, tidak wajib bagi orang yang tidak melihatnya dengan alasan ayat faman syahida minkumusy syahra falyashumhu (Barang siapa yang melihat bulan di antara kamu maka hendaklah ia puasa)<br />7. Haji boleh dilakukan selama bulan-bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Sya`ban, dan Zulhijjah<br />8. Pakaian ihram boleh dengan celana, baju, jas, dan dasi.<br />9. Orang yang meninggal tidak disalatkan karena tidak ada perintah dalam Alquran. <br />10. Pengajian-pengajian Inkar Sunnah di Jakarta membuat semua salat dua-dua rakaat tanpa azan dan iqamah.<br /><br />11. Dalil-dalil Ingkar Sunnah<br />Dalil-dalil atau alasan-alasan Ingkar Sunnah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu dalil Alquran dan alasan akal. Dalil Alquran antara lain adalah :<br />1. Alquran surat an-Nahl ayat 89 :<br /> “Kami turunkan kepadamu Alquran untuk menjelaskan segala sesuatu”<br />2. Alquran surat al-An`am ayat 38 :<br /> “Tidak Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alquran”<br />3. Alquran surat al-Maidah ayat 3 :<br /> “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu agamamua dan telah Kucukupkan<br /> kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridai Islam itu sebagai agamamu”<br /> Ketiga ayat ini dan ayat-ayat yang senada menunjukkan bahwa Alquran telah menjelaskan segala sesuatu. Alquran tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang Islam sebagai agama sudah sempurna. <br />4. Alquran surat an-Najm ayat 3-4:<br /> “Dan ia (Muhammad) tidak bertutur menurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu<br /> yang diwahyukan kepadanya.”<br /> Yang diwahyukan itu sudah termaktub dalam Alquran<br />5. Alquran surat al-Haqqah ayat 44-46:<br /> “Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami<br /> niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian Kami akan potong urat tali <br /> jantungnya.”<br />6. Alquran surat surat Ali Imran ayat 20; al-Maidah ayat 92, 99; ar-Ra`d ayat 40; an-Nahl <br /> ayat 35, 82; an-Nur ayat 45; al-`Ankabut ayat 18; asy-Syura ayat 48.<br /> Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tugas Nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan<br /> Allah dan tidak berhak memberikan penjelasan apa pun.<br />7. Alquran surat Fathir ayat 31 “<br /> “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yakni Alquran itulah yang benar (haqq).”<br />8. Alquran surat Yunus ayat 36 : <br />“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran.”<br /><br />Jadi, Hadis itu hanyalah persangkaan yang tidak layak dijadikan hujah. <br /><br />Adapun dalil akal adalah sebagai berikut :<br />1. Alquran dalam bahasa Arab yang jelas. Orang yang paham bahasa Arab paham Alquran.<br />2. Perpecahan umat Islam karena berpegang pada hadis-hadis yang berbeda-beda<br />3. Hadis hanyalah dongeng karena baru muncul di zaman tabiin dan tabittabiin<br />4. Tidak satu hadis pun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelum pencatatan Hadis, manusia berpeluang berbohong<br />5. Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat<br />6. Konsep tentang seluruh sahabat adil muncul pada akhir abad ketiga Hijrah<br /><br />12. Analisis terhadap Argumen Ingkar Sunnah<br /> Dalil-dalil nakli dan argumen akli Ingkar Sunnah itu seluruhnya lemah. Seorang tokoh Inkar Sunnah dari Amerika, Rashad Khalifa menulis sebuah buku berjudul, The Computer Speaks : God’s Message to the World yang terbit pada tahun 1981. Tokoh Inkar Sunnah dari Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan Alquran sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara, dan menarik perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, lengkapnya dan keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Ini--katanya--bermakna Hadis sekaligus tertolak sebagai sumber teologi dan perundangan. Lebih dari ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan Rashad Kahlifa terhadap Sunnah.Katanya, bahwa dalam masa lebih kurang tiga bulan dia telah berpuas hati mengenai tesis pokok Rashad Khalifa bahwa Hadis merupakan suatu penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh diterima sebagai sumber perundangan adalah benar. <br />Ayat-ayat yang dikemukaan Ingkar Sunnah bersifat umum dan global, perlu peneje-lasan(bayan). Nabi berfungsi menjelaskannya. Penjelasan(bayan) itu berbentuk pernyataan, perbuatan, dan pengakuan pembawa Alquran itu. Karena itu, disebutkan dalam Alquran surat az-Zukhruf ayat 63: <br />“Sesungguhnya aku (Nabi) telah datang membawa hikmah dan untuk kujelaskan kepada kamu sebagian yang kamu berselisih paham tentangnya.” Surat an-Nahl ayat 44: <br />“Dan Kami telah menurunkan kepadamu zikr(Alquran) agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” <br /> Demikian juga dalam surat yang sama ayat 64. <br /> Dalam surat al-Maidah ayat 15:<br /> “Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami menjelaskan kepada kamu banyak <br /> mengenai hal yang kamu berselisih paham tentangnya.”<br />Keterangan yang sama juga disebutkan dalam surat yang sama ayat 19. <br />Surat Ibrahim ayat 4 :<br /> “Dan tidak Kami mengutus Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya agar ia menjelaskan kepada mereka.” <br />Surat Ibrahim ayat 1 :<br />“Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau keluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang.”<br />Surat ath-Thalaq ayat 65 :<br />(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepada kamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bernacam-macam hukum) supaya dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.”<br />Surat Ali Imran ayat 3 :<br />“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan al-Hikmah.”<br /> Ayat-ayat ini dan banyak lagi seumpamanya menjelaskan bahwa tugas Rasul bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menjelaskan (memberi bayan) terhadap pesan itu, mengajarkan Alquran dan hikmah, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dan membersihkan jiwa mereka. Jadi, maksud Alquran menjelaskan segala sesuatu adalah bersifat umum. Secara umum Alquran menjelaskan segalanya. Keterangan Nabi menjelaskan secara rinci dan operasional. Sebagai perbandingan adalah UUD bagi negara sifatnya lengkap tapi umum. Peraturan dibuat sebagai petunjuk operasional. Hadis pun berfungsi seperti peraturan. Sejalan dengan itu, Allah memerintahkan agar umat Islam mengambil apa yang dibawa Rasul. Yang dibawa Rasul itu ada dua, Alquran dan Sunnah Rasul.<br />Alquran surat al-Hasyar ayat 7:<br />“Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.”<br />Alquran surat an-Nisa’ ayat 59 :<br />“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul.”<br />Ketika Rasul hidup, maka orang Islam langsung mengikuti perintahnya. Sesudah wafatnya, tentunya mengikuti apa yang ditinggalkannya, yaitu Alquran dan Sunnah. Kalau sesudah wafat-nya tidak patuh lagi kepadanya, maka tinggalkanlah kedua Alquran dan Sunnahnya. Jangan tinggalkan satu pakai yang satu lagi. Jika keduanya ditinggalkan maka jadilah kafir. <br />Dalam surat an-Nisa’ ayat 65 Allah swt. mencap orang belum beriman selama ia belum bersedia menjadikan Nabi Muhammad menjadi hakim dalam urusannya. Agar penjelasan Nabi Mu-hammad tidak menyimpang dari tujuan Allah dalam Alquran, Allah senantiasa memeliharanya dari kekeliruan dalam penyampaian penjelasannya. Surat al-Maidah ayat 67 :<br />“Dan Allah memeliharamu dari gangguan manusia.”<br />Sebagai pemberi penjelasan, Nabi Muhammad ma`shum (terpelihara dalam menyampaikan risalah) Karena itu, Nabi saw. adalah teladan yang baik bagi orang Mukmin. Hal ini dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 21:<br />“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yangb baik.”<br />Diri Rasul saw. berarti sesuatu yang di luar Alquran, tetapi praktik dari ajaran Alquran. Salatnya, puasanya, hajinya, dan segala tindakannya harus ditiru. Karena teladan yang harus dicontoh, maka penjelasannya dan kelakuannya tidak boleh ditolak. Surat an-Nisa’ ayat 115 :<br />“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya.”<br /> <br /> Surat an-Najm adalah dalil bahwa apa saja yang lahir dari Nabi Muhammad adalah wahyu Allah. Alquran disebut wahyu matlu, yang dibacakan Jibril kepada Nabi, sedang Sunnah wahyu gairu matlu, yaitu wahyu yang tidak dibacakan oleh Malaikat Jibril, tetapi langsung diilhamkan Allah ke hati Nabi. Alquran lafaz dan maknanya dari Allah, tanpa intervensi Jibril dan Nabi Muhammad saw., sedang Sunnah maknanya dari Allah, lafaznya dari Nabi sendiri.<br /> Allah mengecam jika Nabi menga-adakan sebagian perkataan atas nama Allah adalah jaminan Allah bahwa Nabi itu jujur, tidak dusta sebagaimana yang dituduhkan orang kafir kepadanya. Ini tidak bertentangan dengan fungsi Nabi sebagai pemberi penjelasan terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat umum itu.<br /> Alquran tidak diragukan sebagai kebenaran (al-Haqq). Tetapi Alquran itu sendiri sampai kepada manusia melalui Nabi saw. Kepercayaan terhadap Alquran sebagai kebenaran tergantung kepada kepercayaan terhadap Nabi saw. Ketidakpercayaan kepada Nabi saw. berakibat tidak percaya kepada Alquran. <br /> Jika kepercayaan Pengikut Sunnah kepada Sunnah Nabi saw. hanyalah persangkaan maka penafsiran Pengingkar Sunnah terhadap ayat-ayat Alquran juga persangkaan yang lebih lemah. Sebab, Pengingkar Sunnah menafsirkan ayat semata-mata berdasarkan pikirannya sendiri-sendiri dan masing-masing. Sedang Penganut Sunnah menafsirkan Alquran berdasarkan keterangan penerima Alquran itu sendiri, yaitu Nabi saw. Nabi saw. lah orang yang paling berkompeten menjelaskan Alquran karena dialah orang pertama menerimanya dan memang ditugaskan menjelaskannya. Kalau ada muballig Alquran selain dia, itu hanyalah penyambung apa yang sudah dikerjakan Nabi saw. Muballig pertama adalah Nabi saw. Model muballig yang benar adalah model Nabi saw. Jika ada muballig yang lain dari model Nabi saw. berarti muballig yang menyimpang. Setiap penjelas terhadap Alquran harus mengikuti penjelasan penjelas pertama, yaitu Nabi saw. <br /><br />Alasan akal yang dikemukakan Ingkar Sunnah juga tidak kuat.<br /> 1. Pendapat Inkar Sunnah tentang Alquran sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lain tidak bisa dipahami, baik secara nakli maupun akli. Sebagai dikemukakan sebelumnya banyak sekali ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Nabi saw. bertrugas memberi penjelasan (bayan) kepada Alquran. Secara akli juga argumen mereka membingungkan. Kenyataan menunjukkan bahwa penjelasan yang agak detail dalam Alquran sangat sedikit. Mengenai perempuan-perempuan yang haram dinikahi, pembagian harta warisan, dan pencatatan hutang mengutang diterangkan dalam Alquran agak detail. Itu pun tidak lengkap. Hal-hal lain tidak demikian. Mengenai pelaksanaan salat, puasa, zakat, haji, nikah, penyelenggaraan jenazah, dan muamalah disebutkan dalam Alquran sangat umum. Dari perintah-perintah Alquran dapat dipahami bahwa salat, puasa, zakat, dan haji adalah wajib atas setiap Muslim. Akan tetapi, berapa kali salat sehari semalam, berapa rakaat masing-masing waktu, bagaimana cara melaksanakannya, apa yang mesti dilakukan dalam salat dan apa yang tidak boleh dilakukan tidak dijelaskan secara terpe-rinci dalam Alquran. Karena itu perlu penjelasan tentang operasionalnya. Orang yang paling berkompeten menjelaskannya sebelum siapa pun, termasuk ulama adalah orang yang langsung menerima perintah-perintah tersebut, yaitu Nabi saw. Tanpa petunjuk operasional dari Nabio saw., maka cara pelaksanaan salat maka kemungkinan cara pelaksanannya ada dua kemungkinan, yaitu berdasarkan hasil musyawarah atau berdasarkan ijtihad masing-masing.<br /> Kelompok Inkar Sunnah Jakarta mendasarkan pelaksaan salat mereka kepada hasil musyawarah, yaitu lima kali sehari semalam dengan ketentuan masing-masing dua rakaat tanpa azan dan iqamah. Tetapi di antara mereka juga ada yang menetapkannya tiga kali saja sehari semalam. Menurut kelompok ini, salat lima kali itu buatan manusia. Mereka ini mendasarkan pendapatnya kepada surat al-Isra’ ayat 78 : “Dirikanlah salat dari sesudah tergelincir matahari sampai gelap malam dan fajar. Sesungguhnya salat fajar itu disaksikan .“ Menurut yang mereka pahami dari ayat ini, salat itu tiga kali sehari semalam, yaitu sesudah matahari tergelincir, ketika malam sudah gelap, dan waktu fajar. Bagi kelompok ini, tidak ada salat lain dalam Islam. Salat menurut Alquran hanya tiga waktu dan tiga macam ini saja. Perintah Alquran untuk salat pada hari Jumat tidak lain daripada salat sesudah tergelincir matahari.<br /> Penafsiran ini sangat lemah. Perintah untuk salat hari Jumat itu istimewa. Perintah itu disertai perintah segera dan meninggalkan perniagaan. Sesudah melaksanakannya dianjurkan keluar dari salat dan kembali melakukan kegiatan mencari karunia Allah. Ini menunjukkan bahwa salat Jumat itu dikerjakan dalam suatu iven tertentu, lain dari pelaksanaan salat regular. Dalam surat al-Isra’ ayat 79 ada lagi perintah salat tahajjud. Seharusnya, Inkar Sunnah juga mewajibkan salat tahajjud. Sebab, ayat ini persis jatuh sesudah perintah salat yang tiga kali versi mereka. Lebih mengikat mereka lagi paham mereka yang tidak membedakan antara status wajib dan sunnat. Dalam surat al-Muzzammil ayat 2-4 ada lagi perintah lain : “Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). Seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu. Dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.” Dalam surat Hud ayat 114, “Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan dari malam.” Dalam surat al-Baqarah ayat 238, “Pelihara kamulah segala salat dan salat wustha (pertengahan).” Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa masih ada macam salat yang lain dari tiga macam yang mereka sebutkan. Tidak mudah untuk mengkompromikan berbagai sebutan salat yang berbeda-beda itu. Ada sebutan salat tahajjud, salat lail, salat Jumat, salat dua tepi malam, salat wustha. Namun, mereka hanya mengambil satu ayat dan menelantarkan ayat-ayat lain. Ini adalah akibat mereka tidak mengakui penjelasan Nabi saw. Mereka terpaksa membuat penafsiran sendiri. Jika mereka mengumpulkan ayat-ayat tentang salat, mereka akan bingung sendiri. Karena memaksakan penafsiran sendiri, maka mereka terpaksa mengabaikan sebagian ayat Alquran. Akhirnya mereka bukan hanya Inkar Sunnah, tetapi juga “inkar sebagian Alquran.”<br /> Dalam membela paham Inkar Sunnah ini, Kassim Ahmad membuat keterangan yang lebih mengacaukan lagi. Menurut dia, ibadah-ibadah agama, salat, puasa, zakat, haji telah diajarkan Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan pengikut-pengikutnya dan diturunkan dari mereka kepada generasi demi generasi sampai kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Menurutnya, orang Arab juga telah melakukan salat sebelum Muhammad. Hal ini didasarkannya kepada ayat Alquran, “Salat mereka di rumah suci tidak lain daripada penipuan dan kesesatan.” Keterangan Kassim Ahmad ini berarti bahwa salat yang diwajibkan kepada kaum Muslim sama persis dengan salat yang diwajibkan kepada Nabi Ibrahim dan juga orang Arab sebelum kebangkitan Nabi Muhammad saw. Sementara Kristen Ortodok Siria sendiri menklaim salatnya tujuh kali sehari semalam. Mereka juga ada rukuk dan sujudnya walaupun bentuknya sedikit berbeda dengan yang diwariskan Nabi saw. Misalnya, ketika rukuk, mereka meletakkan telapak tangannya di kening. Sekiranya Kassim Ahmad benar dalam klaimnya bahwa salat sudah ada sebelum Islam, cara yang mana yang benar. Setidaknya sekarang sudah ada tiga cara salat. Salat versi Nabi, versi Inkar Sunnah, dan versi Kristen Ortodok Siria. Di kalangan Inkar Sunnah juga ada versi lima kali dan ada versi tiga kali saja. Bahkan, salat versi Kassim Ahmad bebas. Untuk memilih satu atau yang lain dari versi-versi yang berbeda ini apa landasannya. Keterangan Alquran sifatnya umum, tidak mendetail. Bagi kaum Muslim landasannya jelas keterangan Ha-dis Nabi saw. Bagi Inkar Sunnah tentunya pikiran dan hasil musyawarah sebagaimana yang dilakukan kelompok Inkar Sunnah di Jakarta. Ketentuan salat seperti ini adalah filsafat, bukan agama. Yang dinamakan ibadah itu adalah perbuatan yang ditentukan Allah.<br /> Untuk merespon hal ini Kassim Ahmad membuat keterangan tambahan. Setelah menerangkan dengan yakin bahwa salat itu berpunca dari amalan Nabi Ibrahim yang diwariskan kepada generasi-genarasi sesudahnya, Kassim Ahmad mengatakan bahwa namun demikian Alquran juga menyatakan beberapa perincian kaedah salat. Umpamanya, semuanya lima waktu (11: 114, 17: 78, 24: 58, 2: 238, 30: 17-18 dan 20 130); perbuatan rukuk dan sujud (22:77); meringkasakan sembahyang dalam perjalanan (4: 101); bentuk yang boleh disesuaikan dalam keadaan perang dan keadaan luar biasa (4: 103; berpakaian elok (7: 31); cara bacaan yang sederhana (17: 110); jangan menyerukan selain Allah dalam sembahyang (72: 18) dan cara-cara wuduk (5: 6) dan 4: 43). Jadi--katanya—walaupun perincian gerak-gerik tidak diberikan dalam Alquran, banyak perincian kaedah ada diberikan. <br /> Penjelasan ini masih sangat umum. Keterangan ini belum dapat menjawab pertanyaan cara yang mana yang benar dari berbagai versi salat tersebut di atas.Karena itu, Kassim Ahmad harus memutar logika lagi pada penjelasannya selanjutnya. Keterannya berikut ini merupakan ketarangan puncak dan final tentang cara salat di kalangan Inkar Sunnah. Bahkan, dapat dikatakan bahwa inilah kesimpulan dari seluruh pemahaman ibadah dan agama menurut Inkar Sunnah. Karena itu, analisis terhadap masalah salat versi Inkar Sunnah ini dikemukakan agak panjang agar dapat dijadikan tolok ukur kerangka berpikir Inkar Sunnah secara keseluruhan. <br /> Menurut Kassim Ahmad, Alquran mengajarkan agar jangan mempertikaikan bentuk dan kaedah salat. Bentuk dan kaedah salat tidak begitu penting jika dibandingka tujuan. Apa yang penting ialah kebaikan dan kejujuran dalam melakukan kebaikan. Pendapatnya ini didasarkannya kepada surat al-Baqarah ayat 177, “Kebaikan bukanlah berpaling ke timur atau ke barat. Kebaikan ialah beriman kepada Tuhan, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi,dan mendermakan uang yang kita sayangi kepada kaum keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang asing, pengemis-pengemis, dan membebaskan hama-abdi, dan melaksanakan salat dan zakat, dan menunaikan janji-janji yang dibuat, dan tetap teguh menghadapi bencana, kesusahan dan peperangan. Inilah mereka yang benar, inilah mereka yang baik.” Kemudian ia juga mengemukakan surat al-Ma`un. <br /> Ayat-ayat yang dikemukakan ini sangat umum. Ayat-ayat ini sama sekali tidak menje-laskan bahwa cara dan bentuk salat tidak perlu. Memang kelompok Inkar Sunnah selalu berpegang kepada ayat-ayat yang bersifat umum dan mengeksploitasi maknanya kepada hal-hal yang bersifat detail. Dalam surat al-Baqarah yang dikemukakannya sendiri disebutkan bahwa melaksanakan salat dan zakat. Jika dihubungkan dengan pangkal ayat, maka salat tidak perlu menghadap Kiblat. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 144 ditegaskan agar dalam salat menghadap Kiblat, “Maka palingkanlah wajahmu kea rah Masjidilharam.” Apakah menghadap Kiblat bukan salah satu kaedah salat. Kalau itu tidak penting berarti ayat ini tidak penting.<br /> Menurut Kassim Ahmad, ada hikmahnya yang besar mengapa Tuhan tidak memperincikan bentuk dan kaedah salat dalam Alquran. Pertama karena bentuk dan kaedahnya sudah diajarkan kepada Nabi Ibrahim. Kedua, karena bentuk dan kaedah tidak begitu penting dan Tuhan ingin memberikan kelonggaran kepada umat Muhammad supaya mereka boleh melakukan salat dalam keadaan apa pun. Satu peringatan yangv amat baik kepada umat Islam supaya kembali dan berpegang kepada Alquran dan jangan mempertikai bentuk dan kaedah. Sebenarnya, sunnah Nabi ialah Alquran. Beliu berpegang teguh kepada Alquran dan mengikuti perintah-perintah Tuhan. Ini sejalan dengan dua artikel seorang tokoh Inkar Sunnah dari Mesir, Taufik Sidqi yang berjudul, al-Islam huwa al-Qur’an wahdah (Islam adalah Alquran saja) dan dibuat dalam majalah al-Manar, nomor terbitan ke-7 dan ke-12 di Mesir. Dalam kedua tulisan ini, Taufik Sidqi menjelaskan bahwa Alquran saja yang menjadi sumber ajaran Islam, tidak masuk Hadis. <br /> Uraian di atas menunjukkan bahwa bentuk dan cara salat menurut Inkar Sunnah tidak penting dan tidak ada. Karena itu, di kalangan Inkar Sunnah sendiri tidak ada kesepakatan ten-tang cara salat. Tidak ada bacan tertentu dalam salat. Salat boleh dengan bahasa Indonesia. Sebagian mereka mengakhiri salat dengan hamdalah, bukan salam. Karena tidak cara tertentu, maka cara salat Kristen Ortodok Siria yang tujuh kali sehari semalam dengan meletakkan telapak tangan ke dahi ketika rukuk tentunya sah-sah saja dilakukan kelompok Inkar Sunnah. Apalagi, secara historis Agama Kristen lebih dahulu lahir daripada Islam. Jangan-jangan, cara salat Kristen ini lebih orisinal dari cara salat kelompok Inkar Sunnah. Sebab, dengan pendekatan sejarah, semakin dekat kepada sumber asal yang dalam hal ini sumber salat pertama Nabi Ibrahim adalah semakin besar kemungkinan autentisitasnya. Logika ini berlaku untuk cara zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Artinya tidak ada ketentuan khusus tentang pelaksanaannya menurut kelompok Inkar Sunnah. <br /> Adapun menurut pandangan pengikut Sunnah Nabi saw., memang sebagian syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw. sebagiannya berasal dari nabi-nabi sebelumnya, terutama Nabi Ibrahim, termasuk haji dan khitan. Akan tetapi, pelakasanaanya tidak semuanya sama. Misalnya, sepanjang informasi yang ada, Nabi Ibrahim berkhitan ketika umur delapan puluh tahun. Dalam Islam tidak demikian. Nabi Ibrahim menyembelih putranya. Kebetulan saja Allah menggantinya dengan seekor kibas. Dalam Islam tidak demikian. Kemudian, kalau Nabi umat Islam itu Muhammad saw., tetapi umatnya tidak boleh mengikuti keterangan dan amalnya, melainkan harus Alquran saja. Mengapa kita mengikuti sunnah Nabi Ibrahim, tidak Kitab Suci yang diturunkan kepadanya, yaitu Shuhuf. Logika Inkar Sunnah tidak adil. Seharusnya yang diikuti adalah Shuhuf Ibrahim, bukan perbuatan Ibrahim. Jika kelompok Inkar Sunnah ingin mengikuti Shuhuf Ibrahim as., mereka harus mencarinya dan mencari yang aslinya. Sekarang, Nabi kita adalah Muhammad saw. Amal dan penjelasannya termuat dalam kitab-kitab Hadis. Seleksi terhadap yang sahih dan yang daif secara ilmiah telah dilakukan para ulama yang berkompeten. Siapa saja boleh melakukan penelitian terhadap hadis yang sahih. Hadis sahih dapat diamalkan dan hadis yang lemah tidak boleh diamalkan. Mengapa kelompok Inkar Sunnah tidak berpikir ilmiah. Justru percaya kepada sunnah Ibrahim yang sama sekali tidak jelas sumbernya. <br /> <br /> 1. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang Arab bisa memahami Alquran dengan baik. Setiap ilmu mempunyai terminologi sendiri. Untuk memahami Alquran juga membutuhkan kompetensi khusus. Setiap ilmu mempunyai terminology tersendiri. Bukan setiap ahli bahasa Arab yang bukan ahli filsafat mampu memahami filsafat yang ditulis dalam bahasa Arab. Begitulah ilmu-ilmu itu seterusnya. Seorang ahli akan memahami ilmu yang dibidanginya. Demikian juga ahli tafsir. Seorang mufasir harus menguasai bahasa Arab, menguasai nahu, saraf, dan balaghah, menguasai hadis-hadis dan ilmu hadis yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan, mengetahui sebab turun ayat, mengetahui konteksnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, mengetahui usul fikih dan kaedah-kaedah umum agama.Tanpa pengetahuan yang memadai tentang ilmu-ilmu tersebut ini, seseorang akan menafsirkan Alquran dengan kacau, seperti orang yang berlayar tanpa arah. Dirinya akan sesat dan orang yang ikut dalam perahunya ikut sesat bersamanya. Demikian juga halnya dengan orang yang berusaha memahami Hadis Nabi saw. tanpa penguasaan ilmu-ilmu tersebut akan memahamkannya sesuka hatinya. Karena Pengingkar Sunnah memahamankan Alquran tanpa Hadis dan tanpa alat-alat yang dibutuhkan, maka timbullah kekacauan. Cara salat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya diserahkan kepada masing-masing. Bagaimana bisa melaksanakan salat berjemaah kalau caranya dan bahasanya menurut masing-masing. Padahal, Alquran sendiri memerintahkan agar salat berjamaah. Warka`u ma`ar raki`in (Rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk).<br />1. Jika Sunnah yang menjelaskan ayat-ayat yang umum dikatakan penyebab perpecahan, maka tafsir tanpa Sunnah tentunya lebih membuat kekacauan. Selagi ada Sunnah masih juga muncul beberapa mazhab di kalangan umat Islam sekalipun perbedaannya tidak dalam hal yang prinsipil. Tanpa Sunnah tentunya setiap orang memiliki mazhab sendiri. Sekian juta umat Islam maka cara salat, puasa, dan hajinya akan menjadi sekian juta pula. Apakah ini bukan kekacauan? <br />2. Pengkaji Hadis mengetahui bahwa para sahabat belajar Hadis dari Nabi dan meriwayatkannya kepada generasi sesudah mereka. Para sahabat pun mencatat Hadis untuk hafalan mereka. Catatan mereka disebut shahifah. Ada yang berisi seribu hadis. Shahifah-shahifah itu berjumlah empat puluh buah. Mereka mengahafal dan begitulah dari generasi ke generasi. Apa yang dikatakan orientalis bahwa Hadis muncul pada pertengahan abad kedua Hijrah tidak benar. Sebab, objek penelitian mereka tidak metodologis. Mereka mengambil sampel dari kitab-kitab yang bukan sumber asli Hadis. J. Schacht misalnya sengaja mengambil sampel kitab Muwaththa’ Malik agar ia menemukan banyak sanad yang tidak lengkap. Atas dasar sampel yang salah itu ia menggeneralisir bahwa semua Hadis tidak benar datang dari Nabi karena tidak lengkap sanadnya. Seharusnya ia mengambil kitab hadis yang asli, seperti Musnad Ahmad dan Shahih al-Bukhari yang tentunya ia akan mendapatkan sanad-sanad yang lengkap dan bersambung.<br />3. Tuduhan sahabat dan tabiin berbohong sangat naïf. Keadilan sahabat dan para periwayat hadis yang makbul itu dibuktikan dalam berbagai kitab biografi periwayat Hadis. Sahabat itu jumlahnya banyak. Menurut Abu Zur`ah, jumlah sahabat ketika Nabi wafat 114.000 orang. Namun, sahabat yang terlibat dalam periwayatan Hadis yang sampai kepada kita dan perlu dibahas sepanjang kajian sanad sangat sedikit dibandingkan jumlah itu. Berdasarkan keterangan Muhammad `Ajjaj al-Khathib, sahabat yang meriwayatkan seribu hadis ke atas hanya tujuh orang, yang meriwayatkan dua ratus hadis ke atas sebelas orang, yang meriwayatkan seratus hadis ke atas dua puluh satu orang, yang meriwayatkan puluhan hadis kurang dari dari seratus orang, yang meriwayatkan sepuluh hadis ke bawah seratusan orang , yang meriwayatkan satu hadis saja lebih kurang tiga ratus orang. Jumlah seluruhnya 539 orang sahabat. Diasumsikan saja lebih daripada itu. Misalnya tujuh ratus orang. Apakah tidak logis bila jumlah yang demikian dari total 114.000 orang sebagai sahabat yang saleh dan terpercaya dalam meriwayatkan Hadis. Sekiranya kaedah yang berbunyi, “Sahabat seluruhnya adil” diberlakukan kepada mereka ini, tentunya sangat logis. Seleksi terhadap Hadis juga terus dilakukan, baik melalui sanad maupun melalui matan. Makanya ada hadis yang mutawatir , sahih , hasan , dha`If , bathil , dan maudhu` . Sebagai ilmu yang berdiri sendiri tentang kritik sanad dan kritik matan, memang berkembang secara bertahap. Halnya sama dengan ilmu yang lain. Tetapi, kinerja seleksi Hadis sudah dilakukan sejak zaman sahabat. Karena itu, dalam sejarah, mereka mempertanyakan sanad hadis yang dikemukakan kepada mereka, mereka menerima hadis tertentu dan menolak hadis yang lain. Ini berarti, mereka memiliki ilmu tentang kriteria hadis yang dapat dijadikan hujah.<br />5. Sehubungan dengan itu, pada tanggal 27 Juni 1994, MUI Pusat telah memfatwakan bahwa aliran yang tidak mempercayai Sunnah adalah sesat dan berada di luar Agama Islam serta meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah tegas melarangnya. Pada tahun 2006 di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang telah muncul suatu kelompok yang menamakan dirinya sebagai Soul Training dan menklaim telah melakukan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak pernah mewariskan apa pun pada umatnya kecuali hanya Kitab Suci yang Agung Al-Quran al-Karim dan bahwa sesungguhynya salat tarawih/salat qiyam Ramadan benar-benar bukan salah satu tuntunan Islam. Kelompok ini juga berpendapat bahwa umat Islam telah ditipu, disesatkan, dan dipecah-belah oleh Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii, dan Imam Hambali. Penjelasan lebih detail dapat dibaca pada laporan mereka yang dikeluarkan di Pagar Mer-bau, 6 Juni 2006. Paham ini berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw. Mengenai paham ini, Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Deli Serdang telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 24 Juni 2006. Isinya adalah bahwa Soul Training, aliran sesat dan menyesatkan. Aliran Soul Training tidak dibenarkan untuk dikembangkan sebab meresahkan dan merusak akidah Islam. Mengakui, mengikuti dan mengembangkan aliran Soul Training hukumnya haram. <br /><br /> Medan, 17 Juli 2007<br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br /><span>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-16951928705195692952008-04-12T02:41:00.000-07:002008-04-15T00:56:01.678-07:00DEPRESI DALAM PANDANGAN ISLAM<span style="font-weight: bold;"></span>Oleh : DR.H.Ramli Abdul Wahid, MA*<br /><br />A. Pengertian Depresi<br />Secara bahasa, depresi berarti gangguan jiwa pada sesorang yang ditandai dengan perasaan yang menurun, seperti muram, sedih, dan perasaan tertekan. Yang namanya sedih bisa ringan, bisa berat, dan bisa berat sekali sampai kalut dan tak tertahankan sehingga meronta-ronta. Secara umum orang tidak membedakan antara depresi dan stress. Padahal, secara terminologi kesehatan, stress berarti terganggunya faal tubuh sebagai akibat ketidakmampuan sesorang mengatasi atau menyesuaiakan diri dengan problem yang dihadapinya. Misalnya karena mendengar tiba-tiba berita meninggalnya keluarga dekat, seseorang menjadi pusing, sering buang air besar atau buang air kecil, kedinginan, dan menggigil. Ini adalah gejala stres karena yang terganggu adalah jasmani. Jika yang terganggu pada jiwa, seperti sedih yang bersangatan atau bingung atau kalap sehingga tidak mampu berpikir serta kehilangan kesadaran normal dan bahkan melakukan tindakan bunuh diri, ini disebut depresi. Jika ketergangguan pada jiwa menyebabkan ketergangguan pada pisik, maka ini disebut psikosomatik. Misalnya, seorang yang merasa sakit pada kepala, persendian tertentu, dan pada arah jantung, tetapi pemeriksaan medis lengkap tidak memberi indikasi penyakit fisik. Ini kemungkinan pengaruh gangguan psikologis berupa perarasaan sedih, kalut, dan cemas yang berkepanjangan.<br />Dalam bahasa Arab terdapat sejumlah kata yang mengandung makna-makna sedih ini. Di antaranya, huzn, iktiyab, jaz’, faz`. Semua kata ini mengan-dung makna sedih sekalipun bervariasi tingkat berat dan ringannya. Huzn berarti kesedihan, iktiyab kesediahan yang berat dan mendalam, dan jaz` sedih berkeluh kesah. Sedih selalu ditandai dengan menangis dan senang dengan tertawa. Kata huzn dan kata jadiannya banyak digunakan dalam Alquran. Kata huzn setidaknya digunakan dalam Alquran 42 kali. Misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 38, “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka tidak ada atas mereka ketakutan dan tidaklah mereka bersedih,” al-A`raf ayat 35, “Maka barangsiapa yang bertakwa dan berbuat baik, maka tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka bersedih,” Ali Imran ayat 139, “Dan janganlah kamu merasa rendah dan jangan merasa sedih dan kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (mulia) jika kamu beriman.” Ketika sejumlah sahabat datang kepada Rasul ingin berangkat jihad, mereka bersedih tidak jadi berangkat jihad karena tidak memiliki harta yang akan mereka belanjakan. Kesedihan mereka ini disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 92, “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya engkau memberi mereka kenderaan, lalu engkau berkata, “Aku tidak memperoleh kenderaan untuk membawa kamu,” lalu mereka kembali sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan sebab tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.”<br />Alquran menjelaskan tabiat manusia yang suka sedih dan berkeluh-kesah. Firman Allah dalam surat al-Ma`arij ayat 19-21, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Sebagai manusia, Nabi saw. pernah merasa sangat sedih sehingga seolah-olah hendak bunuh diri karena penduduk Makkah menolak beriman. Hal ini diterangkan dalam surat asy-Syu`ara ayat 3, “Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu karena mereka tidak beriman. Dalam hadis sahih juga diterangkan bahwa pada masa terputusnya wahyu, Nabi saw. sangat sedih karena cemas Allah telah meninggalkannya. Begitu beratnya kesedihyan yang dialami Nabi pada waktu itu sehingga ia merasa hendak mencam-pkakkan dirinya dari jabal Kubis. Ketika isteri Nabi, Khadijah dan pamannya, Abu Talib meninggal dalm waktu berdekatan, Nabi saw. pergi ke Taif mengharap kalau keluarganya yang tinggal di sana ada yang menyambut dan meringankan beban batinnya. Ternyata, di sana Nabi saw. diusir dan dilempari. Nabi kehilangan dua orang yang selalu membelanya dan mene-nangkan hatinya menghadapi tantangan dan ancaman dari pihak Kuraisy. Keadaan itu sangat memukul batin Nabi saw. sehingga tahun itu disebut `am al-huzn (tahun dukacita). <br />Ketika dalam perjalanan hijrah ke Madinah, Nabi dan sahabatnya, Abu Bakar bersembunyi di Gua Hira’ untuk menghindari kejaran kaum Kuraisy. Pasukan Kuraisy sampai di depan lobang Gua. Seandainya mereka menunduk sedikit niscaya mereka melihat Nabi dan sahabatnya di dalam Gua. Abu Bakar sangat khawatir kalau Rasul celaka di tangan musuh. Allah swt. menceritakan ucapan Nabi saw. untuk menenangkan sahabatnya, “Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”<br /><br />B. Penyebab Depresi<br />Dalam bukunya yang berjudul, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater menjelaskan di antara stressor psikososial yang bisa menimbulkan keluhan-keluhan kejiwaan antara lain depresi adalah :<br />1. Persoalan perkawinan, seperti pertengkaran, perpisahan, dan ketidaksetiaan.<br />2. Problen orang tua, seperti ketiadaan keturunan, kebanyakan anak, dan hubungan tidak baik dengan mertua dan ipar.<br />3. Hubungan antar personal yang tidak baik, seperti dengan kekasih, teman sekerja, dan dengan atasan.<br />4. Malasalah pekerjaan, seperti pekerjaan yang terlalu berat atau sulit dikerjakan, pekerjaan yang tidak cocok, dan masalah mutasi.<br />5. Buruk kondisi lingkungan, seperti pindah tempat tinggal, tidak cocok dengan tetangga, hiruk pikuk, dan tidak aman.<br />6. Masalah keuangan, seperti pendapatan yang sangat kurang dari kebutuhan, dibelit hutang, warisan, dan pemutusan kerja.<br />7. Permasalahan hokum, seperti terkena tuntutan hukum, penjara, dan ketidak-adilan putusan hakim.<br />8. Perkembangan manusia, seperti masa remaja, dewasa, menopause, dan usia lanjut.<br />9. Penyakit atau cedar fisik, seperti kecelakaan, bedah, dan aborsi.<br />10. Persoalan keluarga, seperti hubungan tegang antara kedua orang tua, jarang ketemu dengan orang tua, kehilangan rasa kasih saying orang tua, orang tua pemarah dan kasar.<br />Dr. Abdullah Mubarak al-Khatir dalam bukunya, al-Huzn wa al-Iktiyab fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunnah menjelaskan ada factor eksternal, yaitu pengaruh lingkungan, dampak negative obat, NARKOBA dan faktor internal, yaitu keturunan, penyakit dalam tubuh, dan sebab yang tidak jelas. Tentunya masih banyak lagi penyebab di luar tersebut di atas yang bisa menyebabkan kecemasan dan depresi, seperti bencana alam, kebakaran, dan perkosaan. Menurut Direktur RS Grhasia Yogyakarta, dr. Andung Prihadi MKes, masyarakat Indonesia sedang dalam masa transisi menuju depresi missal. Memang inilah kecenderungan masyarakat modern. Semakin maju teknologi dan kekayaan materialnya semakin banyak orang menderita depresi. NARKOBA dijadikan oleh sebagian sebagai pelarian. NARKOBA sendiri dapat menyebabkan depresi. Sementara itu, orang Indonesia banyak pengguna NARKOBA. 70.000 warga Jakarta pengguna NARKOBA. Ini sama dengan 1,5 persen dari penduduk 7,3 juta warga Jakarta. Perkiraan ini pun masih perlu pendataan yang lebih akurat. Sebab, Jakarta sebagai ibukota negara, sedang Indonesia tercatat sebagai negara terbesar mem-produk ekstasi.<br /> <br />C. Akibat Depresi<br />Depresi sungguh berakibat buruk kepada kehidupan manusia. Depresi bukan hanya berarti kehilangan keseimbangan jiwa, sedih, lesu, cemas, muram, gelisah, dan kalap yang semuanya ini membawa kehidupan yang suram, tetapi sampai kepada tindakan membunuh orang lain dan bunuh diri sendiri. Akhir-akhir ini, kasus bunuh diri dan membunuh orang semakin semarak di Indonesia, bukan hanya di kalangan masyarakat biasa, tetapi justru tidak kurang di kalangan insan-insan yang bertugas memberi keamanan kepada masyarakat. Untuk sekedar contoh dari sederetan panjang dari kasus bunuh diri di Indonesia adalah kasus bunuh diri petinju nasional, Rahman Kili-Kili. Menurut Ucok Sitepu, apa yang dilakukan Kili-Kili merupakan akumulasi kekecewaan akibat kesulitan ekonomi yang dialaminya. Di Malang Junainia Mercy, 35, bunuh diri dengan meminum racun setelah lebih dahulu membunuh empat orang anaknya dengan memberi racun yang sama. Ibu ini diduga nekad melakukan tindakan fatal ini karena himpitan ekonomi dan jarangnya suami pulang dari tempat tugas.Hadi Wibowo,25, di Lampung Selatan menggorok leher ayahnya hingga hampir putus karena kesal disalahkan ketika bertikai dengan adiknya.<br />Harian Posmetro Medan terbitan tanggal 10 Maret 2007 mencatat sejumlah kasus bunuh diri di kalangan polisi. Posmetro Medan menyebut anggota Poltabes Medan, Iptu Oloan Hutasoit bunuh diri pada tanggal 24 Januari setelah menembak sepasang pengantin karena merasa kesal cintanya tidak bersambut. Pada tanggal 28 Agustus 2006, anggota Polresta Bekasi Timur, Aipda Sahudin Bachtiar Debataraja Simamora menembak mati isterinya, Kapten CAJ Adiana Siringo-Ringo setelah keduanya bertengkar hebat. Setelah menembak mati isterinya, ia pun menembak kepalanya sendiri, tetapi kebetulan tidak mati. Pada tanggal 24 April 2005, anggota Polres Jombang, Iptu Sugeng Triono menembak atasannya, AKP Ibrahim Gani. Setelah itu ia bunuh diri. Pada tangal 18 April 2005, anggota Polres Cirebon, Bripda Yohanes Widianto bunuh diri dengan menembak keningnya di Kotabaru, Yogyakarta. Pada 2004 anggota Polda Jambi , Iptu Giribaldi membunuh tujuh orang korbannya. Pada tanggal 14 Maret 2007, Briptu Hance Christian menembak atasannya, Wakapolwiltabes Semarang, AKBP Lilik Purwanto. Kemudian ia pun mati ditembak oleh teman-temannya. Diduga, Hance kesal karena akan dimutasikan ke Kendal. Selasa, 20 Maret 2007 seorang oknum Polda Sumbar bernama Brigadir Fadli Mondara (30) tembak bawah dagunya sendiri , tetapi tidak sampai meninggal. Pada tanggal yang sama, seorang ibu rumah tangga bernama Mardiah (25) warga Dusun IV Desa Tapak Kuda Kec. Tanjungpura, Langkat ditemukan tewas gantung diri di depan dapur rumahnya. Senin, 2 April 2007 seorang tahanan di Polsek Indrapura Polres Asahan bernama M. Ayub Sidabutar (20) tewas gantung diri dengan menggunakan baju kaos singlet di dalam kamar mandi tahanan. Kamis, 12 April 2007, Alfianto (19) alias Tongat warga Desa Beruam. Kec. Kuala, Langkat dietmukan tewas tergantung di pohon rambe di belakang rumahnya. Selasa, 17 April 2007 seorang siswi SMP HKBP Pasar VI Jl. Jamin Ginting Padang Bulan Medan tewas gantung diri di rumah kakaknya.Pada hari yang sama, seorang isteri polisi bernama Melitawati br. Simanjuntak bunuh diri dengan senjata api suaminya di rumahnya sendiri Jl. Cinta Karya, Sari Rejo, Medan Polonis. Selasa, 24 April 2007 seorang tahanan LP Pulau Simardan, Tg. Balai bernama Anas Sasmita (26) tewas gantung diri. Harian Waspada, 26 April 2007 memberitakan bahwa Iman Firmansyah (21) di Cianjur tewas gantung diri karena tak mampu menebus ijazah SMA. Pada Harian yang sama diberitakan bahwa bocah umur 13 tahun bernama Sapriansyah alias Apri penduduk Sari Rejo, Medan Polonia tewas gantung diri karena tidak diberi uang jajan oleh orang tuanya.Rabu, 25 April 2007, siswa SMP Tanjungpura, Rayu Indahni (14) tewas bunuh diri gara-gara kesal ibunya kawin lagi. Ini data yang tercatat dan yang di-ungkap di sini. Kasus yang tidak tercatat dan tidak diungkap di sini tentunya masih banyak lagi. Misalnya orang yang mati bunuh diri di desa-desa, dan kasus yang tidak terjangkau wartawan. Semua kasus bunuh diri ini memperihatinkan. Tapi, ada satu kasus bunuh diri yang lucu, yaitu pasangan suami isteri lanjut usia di India bunuh diri pada Senin, 2 April 2007 gara-gara sedih anjing mereka mati.<br /> Sebenarnya kasus bunuh diri di negara-negara maju jauh lebih banyak jumlahnya dan lebih dahulu terjadi. Kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa pada tahun 1968 menerbitkan sebuah daftar rasio kejadian bunuh diri di beberapa negara. Ternyata, urutan delapan pertama dalam daftar tersebut diduduki delapan negara maju, yaitu Jerman Barat, Austria, Kanada, Denmark, Finlandia, Hongaria, Swedia dan Swiss. Di delapan negera maju ini, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor tiga bagi orang-orang berusia antara 15-45 tahun sesudah penyakit jantung dan kanker. Di Jelang, kasus bunuh diri cukup tinggi, tiga puluh empat ribu pertahun.<br /><br />D. Penyebab Bunuh Diri<br />Telah banyak muncul komentar dan analisis tentang penyebab bunuh diri dan upaya mengantisipasinya. Mulai dari depresi, iman, dan sampai kepada pedapat yang mengatakan bahwa iman tidak ada hubungannnya dengan depresi.<br />Para ahli psikologi sepakat bahwa depresi menyebabkan orang nekad bunuh diri, terutama untuk kasus Indonesia saat ini yang muncul dari himpitan ekonomi. Pendapat ini patut diterima.Tetapi, depresi tidak hanya muncul dari masalah eko-nomi.<br />Menurut Dadang Hawari, depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Berbagai penelitian menunjukkan banyaknya pengidap depresi. Sartonius menaksir 100 juta penduduk dunia mengalami depresi. Angka-angka ini semakin bertambah untuk masa-masa mendatang yang disebabkan beberapa hal yang antara lain semakin bertambahnya usia harapan hidup dan kehidupan beragama semakin ditinggalkan.<br />Menurut Psikolog UGM, Moh. As’ad, saat ini 90 persen masyarakat Indonesia mengalami depresi. Akibatnya banyak bunuh diri. Hal ini--katanya-- dapat dilihat di puskemas-puskesmas bahwa keluhan utama pengunjung adalah masalah psikis. Meskipun angka ini mungkin belum hasil penelitian, tetapi asumsi ini menggambarkan betapa banyaknya masyarakat Indonesia yang mengalami depresi. Indikasi lain juga dapat dilihat dari membludaknya pasien rumah sakit jiwa. <br />Masalah ekonomi adalah salah satu, dan mungkin penyebab dominan depresi yang mengakibatkan bunuh diri di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kasus bunuh diri Rahman Kili-Kili dan kasus Ibu yang bunuh diri serta empat orang anaknya. Hal ini juga dapat dilihat pada depresi yang dialami korban Lumpur Lapindo. Dian Ilhami sebagai perwakilan korban Lumpur Lapindo menjelaskan bahwa korban Lapindo, 52 orang jadi gila dan beberapa di antara mereka sudah menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa Sumber Porong di Malang. Hal ini jelas faktor ekonomi. Dari kasus-kasus di atas, terdapat juga faktor marah, dendam, cemburu, dan cinta.<br />Namun, faktor-faktor yang menyebabkan bunuh diri untuk di negara-negara maju lain lagi. Sebab, negara-negara maju sudah makmur dan memiliki jaminan social. Bagi orang yang kehilangan pekerjaan, hidupnya ditanggung pemerintah. Adapun masalah cinta dan cemburu sudah tidak menjadi persoalan bagi mereka karena mereka berpaham sekuler dan pergaulan bebas. Dendam dan marah juga tidak menimbulkan tindakan fatal karena hukum berlaku dan keadilan pun terwujud. Justru sebaliknya, kemakmuran dan kemewahan di negara-negara maju banyak menimbulkan depresi.<br /><br />E. Antisipasi Islam<br />Berdasarkan latar belakang mencuatnya masalah depresi yang menyebabkan bunuh diri, muncul beberapa gagasan untuk menanggulanginya. Karena kasus bunuh diri banyak terjadi di kalangan polisi dan bunuh diri dengan senjata sendiri oleh insan pengayom masyarakat agak aneh, maka para pakar banyak berbicara tentang masalah polisi. Namun, sampai batas tertentu, sebagaian gagasan mereka bersifat umum.<br />Secara khusus, gagasan-gagasan yang bertujuan mengatasi masalah polisi menembak diri sendiri, menembak atasan, dan menembak orang lain semuanya dinilai bagus. Mulai dari gagasan pengetatan sistem rekrutmen sehingga penerimaan anggota polisi terlaksana secara objektif dan bebas dari pengaruh kekerabatan, titipan, dan bayaran; peninjauan kurikulum pendidikan dan pela-tihan polisi; pengetatan tes psikologis yang dilakukan sekali enam bulan untuk pemilikan senjata api, sehingga sekarang banyak kepolisian yang membuat kebijakan dengan menggudangkan senjata untuk diadakan tes kembali tentang kewajaran pemilikan senjata. Gagasan lain adalah penitipan senjata sebelum menghadap atasan; upaya meningkatkan kesejahteraan dan peninjauan kewajaran beban tugas sampai kepada ide pegang senjata hanya bagi petugas yang menghadapi penjahat di lapangan. Nampaknya, gagasan terakhir ini sangat penting mengingat senjata api sebagai alat paling berbahaya, bukan hanya terhadap atasan tetapi lebih bahaya lagi terhadap anggota masyarakat biasa yang tidak berwibawa dan tidak mempunyai senjata seperti atasan.<br />Keadaan sekarang membuat masyarakat merasa cemas berhadapan dengan polisi yang memegang senjata api. Mengingat bahayanya senjata api terutama di kalangan polisi untuk sementara ini, maka pegang senjata api saat ini sebaiknya hanya dalam keadaan darurat, yaitu ketika mengahadapi penjahat di lapangan. Pegang senjata api dalam keadaan normal ternyata telah banyak mendatangkan mudrat. Dalam Islam ada kaedah, Dar’ul mafasid muqaddamun `ala jalbil mashalih (Menolak bahaya diutamakan atas menarik manfaat).<br />Adapun antisipasi Islam terhadap depresi dan bunuh diri secara umum, baik untuk masyarakat maupun polisi, harus secara komprehensif. Dari sudut pandang Islam, faktor penyebab depresi untuk saat ini bukan hanya masalah ekonomi, dendam, cinta dan cemburu. Kemewahan justru bisa menjadi faktor depresi. Ali ‘Izetbegovic dalam bukunya, Islam between East and West menjelaskan bahwa sesudah perang Dunia II, di negara-negara maju, makmur, dan kekayaannya melimpah ruah, muncul suatu generasi beatnik atau beaten generation (genarasi terpukul). Mereka adalah generasi yang selalu merasa sedih karena telah memiliki segala sesuatu sehingga tidak menginginkan suatu apa pun. Mereka bosan hidup, lesu dan tidak memiliki cita-cita. Mereka merasa hidup ini hampa dan jenuh dengan keserbaadaan. AS paling kaya, tapi lebih separoh dari rumah sakitnya dihuni pasien jiwa. Swedia menduduki rangking pertama dalam pendapatan nasional, melek huruf, lapangan kerja, dan kualitas jaminan kerja. Tetapi Swedia juga pemegang rekor bunuh diri, pemabuk, dan pasien jiwa. Menurut penelitian Dr. Anthony Rail, jumlah angka bunuh diri di lingkungan perguruan tinggi di Inggeris, enam kali lipat lebih tinggi dari angka rata-rata bunuh diri nasional. Jumlah bunuh diri di Cambridge University sepuluh kali lipat lebih tinggi dari jumlah bunuh diri di kalangan muda. Padahal, semua mahasiwa Inggeris berasal dari keluarga kaya atau mendapat beasiswa pemerintah.Beberapa hari lalu terjadi penembakan membabi buta di kampus Virginia Tech yang menewaskan 32 mahasiswa dan dosen. Kamis, 19 April 2007, Guru Besar Psiatri di Wright State University dan Kepala American Psychiatric Association mengatakan bahwa jumlah orang di kampus yang menderita gangguan psikologis meningkat dengan tajam. Di London terdapat Komite Urusan Bunuh Diri yang bertujuan menggagalkan setiap percobaan bunuh diri. Komite ini lahir karena banyaknya percobaan bunuh diri di kota London.<br />Data ini dikemukakan untuk menunjukkan bahwa penderita depresi sangat besar jumlahnya dan terus meningkat serta persoalannya ternyata jauh lebih dalam dari sekedar masalah ekonomi, dendam, dan cemburu. Sebab, kemewahan juga ternyata menjadi pemicu depresi yang membawa akibat bunuh diri. Dendam biasa muncul karena kezaliman dan kehilangan rasa keadilan. Di Eropa hukum berlaku sehingga yang zalim dihukum dan korban kezaliman mendapatkan haknya. Rasa cemburu pun di Barat sangat rendah karena kehidupan sekuler dan kebebasan pergaulan sehingga selingkuh dianggap sah-sah saja. Bahkan, seorang laki-laki di Rusia yang mendapatkan isterinya masih gadis merasa kesal karena kegadisan itu dipandang aib, seolah-seolah isterinya itu bodoh dan tidak pandai mendapatkan laki-laki yang mau menggaulinya. Buat Barat, bunuh diri juga muncul dari minuman keras, narkoba, bahkan sebagai ekses dari kemajuan teknologi. Karena itu, penyebab bunuh diri sebenarnya timbul dari akibat kekeroposan jiwa. Untuk Indonesia yang tingkat penyalahgunaan narkoba dan mirasnya saat sangat tinggi, apakah tidak mempunyai andil dalam menciptakan depresi.<br />Manusia sebenarnya terdiri dari dua unsur, yaitu fisik (jasmani) dan psikis (rohani). Kemajuan teknologi dan kemajuan material hanya dapat memenuhi kebutuhan fisik. Bagi orang beragama, iman dan ajaran agama dapat memenuhi kebutuhan psikis, sedang kaum sekuler mencari kebutuhan psikisnya melalui minuman keras dan NARKOBA. Untuk sebentar mereka fly ke sorga. Setelah siuman, problem terasa kembali bahkan lebih berat daripada sebelumnya sehingga mereka siap mati dan mematikan orang lain. Miras dan narkoba berujung kepada depresi lagi. Miras dan narkoba merupakan fenomena lain yang erat kaitannya dengan depresi yang berujung pada sikap nekad mati alias bunuh diri atau membunuh orang lain. <br />Menurut Dadang Hawari, betapa pentingnya agama di dunia kedokteran jiwa/psikiatri sampai-sampai World Psychiatric Association dalam kongresnya ke-9 di Rio de Janerio, Brazil tahun 1993 membentuk seksi khusus, yaitu Psychiatry and Religion. Demikian juga American Psychiatric Association sejak tahun 1995 membentuk Committee of Psychiatry and Religion.<br />Islam memberikan pegangan batin dan arah hidup yang benar. Manusia hanyalah salah satu dari makhluk ciptaan Tuhan. Tugasnya mengabdi kepada Tuhan. Sepanjang hidupnya, manusia harus berbuat baik. Ketika mewah ia membatu orang susah. Ketika susah ia bersikap sabar, berzikir, dan berdoa kepada Tuhan. Ketika menghadapi problem, ia mengadu kepada Tuhan. Dalam bukunya, Hikmah Surat al-Fatihah, Prof. Muchtar Lintang menjelaskan bahwa otak manusia tak obahnya seperti gerobak. Setiap hari dimuat terus sampai penuh. Untung saja muatan gerobak itu dikeluarkan setelah sampai ke tujuan. Sekiranya tidak pernah dikosongkan dan terus dimuat, tentunya gerobak itu akan pecah berantakan. Otak manusia setiap hari dimuat dengan berbagai masalah. Jika tidak dikosongkan maka otak juga akan meledak. Sementara tempat pengosongannya sulit dicari. Orang yang paham dan dapat menyambut keluh kesah sulit dicari, terutama di zaman serba sibuk ini. Tempat menyampaikan keluh kesah yang paling baik adalah Allah. Waktu hamba yang paling dekat kepad Allah adalah waktu sujud. Maka Nabi saw. menganjurkan banyak berdoa ketika sujud. Semakin sering salat, semakin banyak waktu mengosongkan beban pikiran kepada Allah melalui doa. Allah pun telah berjanji, “Berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Ku-perkenankan.”<br />Manusia hendaknya menyadari bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah di Lauh Mahfuz. Tetapi, Allah Maha Bijaksana dan Maha Pengasih lagi Penyayang. Sebagai Pencipta, Allah lebih mengetahui apa yang lebih masalahat bagi makh-luknya. Sehubungan dengan itu, Allah menjelaskan bahwa mungkin saja apa yang kamu bencii sebenarnya lebih baik bagi kamu dan apa yang kamu senangi sebenarnya tidak baik bagimu. Karena itu, ada orang yang kesal karena ketinggalan pesawat. Ternyata, pesawat yang hampir ditompanginya celaka sesudah terbang. Banyak sekali kejadian yang membuat orang kesal karena tidak sesuai dengan keinginannya. Ternyata, apa yang dioperolehnya lebih berguna baginya. Ketika itu ia berkata, untunglah saya jadinya di sini. Inilah yang dikatakan blessing in disguise.<br />Manusia harus mengahadapi hidup ini secara realistis. Manusia jangan berpikir salah. Misalnya, seorang berpikir bahwa tidak mungkin hidup bahagia jika tidak semua orang senang kepadanya. Berpikir seperti salah. Sebab, hal itu tidak mungkin. Karena itu, jika ada orang yang tidak senang kepadanya, maka ia tidak perlu pusing memikirkannya. Manusia terbaik adalah para nabi. Ternyata mereka dibenci orang-orang jahil dan bahkan dimusuhi. Manusia biasa seharusnya tidak perlu susah jika ada orang yang membenci dan memusuhinya.<br />Di dunia ini banyak orang susah. Kesusahan bervariasi. Masing-masing dengan penderitaannya. Orang kaya banyak yang menderita lebih berat daripada orang mis-kin. Nabi saw. menganjurkan agar selalu melihat orang yang lebih susah. Ada orang susah karena banyak anaknya. Padahal, lebih susah lagi orang yang kematian anak. Tapi, lebih susah lagi orang yang tidak pernah mempunyai anak. Namun, lebih susah lagi orang yang sama sekali tidak pernah mendapat jodoh. Begitulah seterusnya sehingga orang tidak perlu stres dan depresi karena kesusahan. <br />Dalam bukunya, Biyolojiyatul Iman, Dr. Muhammad Mahmud Abd al-Qadir menjelaskan bahwa dalam tubuh manusia terdapat sejumlah kelenjar. Kelenjar yang paling dikelanl adalah kelenjar Pituitary, Pineal, Thyroid, Parathyroid, Adrenal, Pan-creas, Thymus, Ovary, Testis, dan Duodenum. Masing-masing kelenjar ini mempu-nyai kadar dan fungsi tertentu. Ketidakseimbangan pada kelenjar-kelenjar ini menye-babkan ketidakseimbangan pada diri manusia. Bahkan, peningkatan kelenjar tertentu diperlukan untuk menghadapi situasi tertentu. Misalnya, dalam menghadapi binatang buas seseorang memerlukan hormon Adrenalin yang dikeluarkan oleh kelenjar Adre-nal. Sebaliknya, meningkatnya hormon Adrenalin bisa menimbulkan rasa cemas dan ketakutan dalam waktu yang panjang. Pada akhir bahasannya, Dr. M. Mahmud Abd al-Qadir menyimpulkan bahwa keseimbangann kimia dalam tubuh merupakan dinamika iman. Artinya, keseimbangan kelenjar-kelenjar yang dibutuhkan manusia dalam beradaptasi dengan situasi yang dihadapinya dipengaruhi iman. Iman berarti berperan dalam menekan depresi. Nasehatnya adalah. Jika Anda kena terpaan hidup, baik secara materi maupun perasaan, janganlah kaget, sabarlah, dan kemabalilah kepada dirimu. Hitunglah nikmat yang masih ada dan tidak akan terhitung. Ber-syukurlah kepada Allah atas nikmat yang masih ada. Katakanlah al-hamdulillah wa ufawwidhu amri ilallah. La ilaha illa Anta Subhanaka inni kuntu minazzalimin (Segala puji bagi Allah. Aku serahkan urusanku kepada Allah. Tiada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau bahwa aku termasuk orang-orang yang zalim.)<br /> <br />Medan, 29 April 2007<br /><br />H. Ramli Abdul Wahid<br />Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU<br />Dekan Fak. Ushuluddin IAIN SUPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-40667125811790426232008-04-12T02:34:00.001-07:002008-04-12T02:34:49.887-07:00METODE PENELITIAN SANAD HADIS<div class="fullpost"><br />Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br />A. Pendahuluan <br />Usaha untuk membedakan antara hadis sahih dari hadis daif pada dasarnya dilakukan melalui dua aspek, yaitu aspek sanad dan aspek matan. Pembahasan dalam tulisan ini khusus mengenai penelitian Hadis dari aspek sanad yang dike-nal dengan sebuatan takhrij atau penelitian langsung terhadap kualitas sanad. Sa-nad adalah rangkaian nama para periwayat dari satu hadis, mulai dari sahabat sebagai generasi pertama menerimanya langsung dari Rasul saw., tabii sebagai generasi yang menerimanya dari sahabat sampai kepada orang yang membuku-kannya, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibn Majah. <br />Penelitian sanad hanya dapat dilakukan setelah menemukan matan hadis leng-kap dengan semua jalur periwayatannya. Salah satu kegiatan penting dalam pene-litian sanad adalah penyelidikan terhadap setiap periwayat dari seluruh jalur hadis yang diteliti dengan cermat sehingga status riwayatnya dapat ditetapkan sebagai riwayat yang diterima atau ditolak. <br />Seleksi terhadap hadis sahih telah dilakukan secara alamiah sejak awal Islam. Akan tetapi, penelitian sanad secara sistematis, metodologis, kritis, dan terbuku-kan merupakan ilmu yang baru lahir pada abad XX. Sejauh ini, buku terbaik da-lam takhrij adalah buku Usul at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid karya Dr. Mahmud at-Tahhan. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia adalah buku Metodologi Penelitian Hadis Nabi karya Prof.Dr. M. Syuhudi Ismail. Sebagai ilmu yang baru, pembahasannya perlu di-kembangkan dan disempurnakan. Misalnya, cara mencari nama lengkap dari seo-rang periwayat, cara mencari nama periwayat yang di dalam sanad hanya dise-butkan nisbahnya, cara penyelesaian penilaian kontradiktif oleh para kritikus ha-dis, dan cara penetapan nilai seorang periwayat siqah, tapi dalam waktu yang sama ia juga mudallis semuanya perlu dibahas dan dijelaskan. Meskipun seba-giannya ada yang sudah dijelaskan dalam buku Fikih Sunnah dalam Sorotan karya Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA, namun sifatnya masih sangat terbatas. Di sinilah urgensinya kajian tentang metodologi penelitian sanad dibahas dan didis-kusikan sehingga menjadi lebih sempurna. Khusus bagi intelektual Islam di SU, ilmu ini dapat disebut sebagai ilmu yang baru diperkenalkan. Karena itu, pemba-hasan ini sungguh penting.<br />Pada pokoknya, dalam makalah ini akan dibahas dasar-dasar penelitian sanad, langkah-langkah penelitian sanad, dan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian sanad serta penyelesaiannya.<br /><br />B. Kaedah Kesahihan Sanad<br />Tujuan akhir dari kegiatan penelitian sanad adalah membedakan hadis-hadis yang dapat dijadikan hujah dari hadis-hadis yang tidak dapat dijadikan hujah. Hadis-hadis yang dapat dijadikan hujah adalah hadis sahih dan hadis hasan. Per-bedaan hadis sahih dengan hadis hasan terletak pada keadaan hafalan periwayat. Periwayat hadis sahih harus cukup kekuatan hafalannya yang dalam bahasa Arab disebut dabit, sedangkan untuk periwayat sanad hadis hasan hafalannya kurang sempurna yang dalam bahasa Arab disebut khafif ad-daft atau qalil ad-dabt. <br />Sanad hadis sahih harus memenuhi lima syarat, yaitu (1) kebersambungan sa-nad, (2) periwayat adil, (3) periwayat dabit, (4) bebas dari syuzuz, dan (5) bebas dari `illah..Kebersambungan sanad berarti periwayatan dari setiap guru kepada muridnya dalam sanad benar terlaksana. Terlaksananya periwayatan itu diketahui melalui indikasi bahwa periwayat termasuk orang dipercaya, jarak masa hidup antara guru dan murid relatif tidak jauh sehingga memungkinkan berlangsungnya pertemuan antara keduanya, dan tidak ditemukan data atau informasi yang mene-rangkan bahwa mereka tidak bertemu. Menurut Imam al-Bukhari, kebersam-bungan sanad harus dalam bentuk liqa’ (bertemu). Maksudnya bahwa antara murid dan guru pernah bertemu. Misalnya, ada data yang menjelaskan bahwa murid pernah belajar kepada guru tersebut atau pernah sama melaksanakan haji atau pernah sama dalam sebuah bala tentara Islam. Jika data demikian tidak ditemukan, maka pertemuan antara murid dan guru dapat diketahui melalui penggunaan lafal periwayatan yang digunakan termasuk lafal sama` (dengar), seperti sami`tu, sami`na atau haddasani dan haddasana. Menurut Imam Muslim, kebersam-bungan sanad dapat diterima apabila penelitian telah sampai kepada pembuktian mu`a-sarah (kesemasaan). Kesemasaan diketahui jika periwayat dinilai terpercaya dan jarak masa hidup antara murid dan guru relatif dekat sehingga memungkinkan mereka bertemu. Misalnya, jarak masa hidup antara murid dan guru lima puluh atau tujuh puluh tahun. Pertemuan mereka masih mungkin diterima selama tidak ditemukan data yang menunjukkan bahwa mereka tidak bertemu. Sekalipun usia mereka sama, tetapi ditemukan data tentang tidak bertemunya antara mereka, maka kebersambungan antara mereka tidak dapat diterima. Untuk mengetahui masa hidup, diperlukan data tentang tahun lahir dan tahun wafat seorang periwayat. Minimal diketahui tahun wafatnya. Jika tahun wafat tidak diketahui, maka tahun waftanya dikiaskan kepada tahun wafat teman-teman sebayanya (aqran). Jika data tentang teman sebayanya tidak ditemukan, maka masa hidup-nya ditentukan berdasarkan generasinya (tabaqah). <br />Adil berarti salih karena melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dabit ada dua macam, yaitu dabit sadar dan dabit kitab. Dabit sadar berarti hafalan dan dabit kitab berarti catatan rapi dan mampu menghadirkannya kapan diperlukan. Penilaian awal tentunya dilakukan para kritikus yang semasa dengan peri-wayat. Kritikus yang tidak semasa dengan periwayat mendasarkan penilaiannya kepada penilaian para kritikus awal itu. Peneliti sekarang sama halnya dengan peneliti sebelumnya, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam Ahmad. Penilaian mereka berdasarkan analisis terhadap penilaian kritikus terdahulu. Peneliti sekarang juga mendasarkan penilaiannya atas analisis terhadap penilaian para kritikus sebelumnya. Karena itu, penilaian hadis yang dilakukan para ulama masa kini, seperti Muhammad Nasiruddin al-Albani, Muhammad Mustafa A`zami, dan <br /><br /></div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-24648492232820050622008-04-12T02:31:00.000-07:002008-04-12T02:36:36.981-07:00PENELITIAN SANAD HADIS<div class="fullpost"><br />Oleh : Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /> A. Kaedah Kesahihan Sanad<br />1. Kebersambungan sanad. Sanad berarti rangkaian nama para periwayat hadis mulai dari pengumpul hadis dalam sebuah buku, seperti Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sampai kepada sahabat penerima pertama hadis dari Nabi saw. Setiap periwayat bersambungan dengan guru dan muridnya. <br />2. Periwayat harus dabit, baik dabit sadar (hafalan) maupun dabit kitab (catatan). Artinya, setiap periwayat dalam sanad harus memiliki kemam-puan hafal yang sempurna atau catatan yang jelas dan rapi sehingga peri-wayat mampu menghadirkannya kapan saja diperlukan. <br />3. Periwayat adil. Artinya, setiap periwayat menjalankan semua kewajiban Agama dan menjaga muruah.<br />4. Bebas dari syuzuz, yakni keganjilan baik dalam sanad maupun pada matan.<br />5. Bebas dari `illah, yakni cacat tersembunyi yang sulit ditemu-kan kecuali orang yang memang sudah mahir di bidang hadis. <br /><br />Jika sebuah sanad memenuhi lima syarat ini, maka sanad ini disebut sahih sanad. Jika ke-dabit-an periwayat kurang sempurna, sanadnya disebut hasan. Jika kurang salah satu dari lima syarat ini kurang, maka sanadnya disebut da`if. <br /><br />B. Langkah-langkah Penelitian Sanad<br />1. Penelusuran dan inventarisir hadis yang diteliti dalam semua sumbernya. <br />2. Pembuatan skema sanad sehingga jalur-jalurnya terlihat dengan jelas.<br />3. Identifikasi setiap periwayat yang terdapat dalam sanad. Setiap peri-wayat dicari nama lengkapnya, masa hidupnya, guru-gurunya, murid-muridnya, penilaian para kritikus hadis terha-dapnya, dan tarjih peneliti atas berbagai macam penilaian yang diberikan para kritikus. Dalam kitab Tahzib at-Tahzib ditemukan kode-kode untuk nama periwayat kitab sumber hadis. Jika hadis yang diteliti termuat dalam Sunan Abi Dawud dan nama yang tercantum dalam sanadnya Khalid, maka dicarilah Kha-lid yang di atasnya ada kode . Selanjutnya dipe-riksa apakah ada nama gurunya yang tercantum dalam skema masuk di antara nama guru-gurunya dalam kitab Tahzib at-Tahzib. Jika ada, maka penemuan ini nama guru ini sudah 50% kemungkinannya benar. Diperiksa lagi apakah ada nama murid yang tercantum dalam skema masuk di antara nama mu-rid-muridnya dalam kitab yang sama. Jika ada, maka pene-muan ini membuktikan bahwa itulah Khalid yang hendak di-teliti. Peneliti pun menyalin nama Khalid itu dengan lengkap sampai kepada kunyah dan nisbah-nya.<br />4. Menelusuri masa hidupnya. Biasanya, tahun lahir, minimal tahun wafat-nya tertera dalam Tahzib at-Tahzib. Jika tahun wafat tidak ditemukan, dicari aqran (teman sebaya)nya. Masa hidup teman sebaya ini dijadikan patokan masa hidup periwayat yang diteliti. Jika tidak ditemukan aqran-nya, maka dicari tabaqah (angkatan)-nya. <br />5. Menganalisis penilaian yang diberikan para kritikus dan men-tarjihnya jika terjadi perbedaan.<br />6. Memeriksa dan menganalisis kebersambungan sanad, syuzuz, `illah, tadlis, irsal, dan cacat lainnya. Irsal berarti antara periwayat dan guru-nya tidak pernah bertemu sekalipun semasa. Jika terdapat periwayat siqah mudallis, maka dilihat peringkatnya di dalam kitab Tabaqat al-Mudallisin karya Ibn Hajar al-`Asqalani. Jika tadlis-nya peringkat satu dan dua, periwayatannya tetap diterima. Jika tadlis-nya peringkat ketiga, periwayatannya masih diterima oleh sebagian ulama dengan syarat ia menggunakan lafal periwayatan sama`, yaitu sami`tu, sami`na, haddasani, dan haddasana. Jika tadlis-nya peringkat keempat, seluruh ulama tidak menerima periwayatannya, kecuali ia menggunakan lafal periwayatan sama`. Jika tadlis-nya peringkat kelima, periwayatannya sama sekali tidak dapat diterima sehingga nilainya tetap da`if.<br />7. Mengambil kesimpulan nilai sanad, yakni sahih atau hasan atau da`if. <br /> <br />C. Tolok Ukur Kritik Matan Versi al-Idlibi<br />1. Tidak bertentangan dengan Alquran. <br />2. Tidak bertentangan dengan hadis dan sejarah Nabi yang sahih<br />3. Tidak bertentangan dengan akal yang mendapat pantulan cahaya Alqur-an dan Hadis dan tidak bertentangan dengan kenyataan. <br />4. Keadaan pernyataan itu menyerupai ucapan Nabi saw. Di antara ciri-ciri pernyataan seorang Nabi adalah santun dan mengandung pengajaran. <br /><br /></div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-15981019695393578072008-04-12T02:16:00.000-07:002008-04-12T02:19:07.974-07:00<div class="fullpost"><br />NABI-NABI PALSU<br /><br />ALIRAN DAN PAHAM DALAM SEJARAH ISLAM<br />Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU<br /><br />A. Sejarah Ringkas<br />Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu `aqa’id, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran. Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah. Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan penggunaan sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata mazhab kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran dalam ilmu kalam.<br />Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah persoalan di bidang politik. Waktu Nabi Muhammad saw. wafat, muncul persoalan siapa yang berhak menjadi penggantinya sebagai khalifah. Menurut sejarah, Abu Bakar disetujui menja-di Khalifah pertama. Khalifah kedua, Umar, ketiga Usman, dan keempat Ali. Terbu-nuhnya Usman dan naiknya Ali menjadi Khalifah keempat kemudian menim-bulkan masalah. Pada tahun 37 H, terjadi perang antara Ali sebagai Khalifah dan Mu`awiyah sebagai Gubernur Syam. Perang ini terjadi di Siffin sehingga perang ini dikenal de-ngan perang Siffin. Karena pasukan Mu`awiyah terdesak dan sudah siap untuk mundur, tangan kanannya yang terkenal licik, `Amr ibn al-‘Ash minta berdamai de-ngan mengangkatkan Alquran ke atas. Para qari di barisan Ali minta agar perdamaian itu diterima Ali. Ali dan sebagian pengikutnya keberatan. Tapi, karena desakan, akhirnya Ali menyetujuinya. Disepakati bahwa Abu Musa al-Asy`ari mewakili Ali dan `Amr ibn al-‘Ash mewakili Mu`awiyah. Dengan alasan meng-hormati orang tua, `Amr meminta Abu Musa lebih dahulu berdiri memakzulkan Ali dan kemudian `Amr memakzulkan Mu`a-wiyah. Setelah Abu Musa memakzulkan Ali, `Amr berdiri mengukuhkan Mu`a-wiyah menjadi Khalifah. Kekacauan terjadi. Pasukan Ali yang sejak semula tidak setuju dengan perdamaian tipu itu keluar dari barisan `Ali dan menjadi penentangnya dan sekaligus penentang Mu`awiyah. Kelompok yang keluar ini disebut Khawarij. Mereka memandang Ali, Mu`awiyah, Abu Musa, `Amr ibn al-`Ash, dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Sekte al-Kamiliyah menilai semua sahabat kafir karena tidak berbaiat kepada Ali dan Ali pun menjadi kafir karena tidak memerangi mereka. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Alquran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib al-kabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkan tiga alir-an. Pertama Khawarij yang memandang pelaku dosa besar kafir. Kedua aliran Murji-’ah yang memandang pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumannya ditang-guhkan kepada Mahkamah Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang pelaku dosa besar berada di antara dua posisi mukmin dan kafir (al-manzilah bain al-manzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah wa al-Jama`ah. Al-Hasan al-Basri (w. 110 H) Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh Ahlus Sunnah. Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al-Hasan al-Asy`ari (w. 330 H). Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Ilmu Allah esa dan ta`alluq (berobjek) kepada segala yang maklum. Setiap yang wujud dapat dilihat. Karena itu, Allah dapat dilihat karena Ia wujud. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terse-rah kepada Allah. Manusia mujbar (terpaksa), tetapi Allah memberi kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim. Selain Abu al-Hasan al-Asy`ari, dikenal pula Ahmad at-Tahawi (w. 322 H) di Mesir dan Abu Mansur al-Maturidi as-Samarkandi (w. 333 H) yang ketiganya disebut dalam sejarah sebagai pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga perbedaan, maka yang lebih tepat paham mereka dibangsakan kepada masing-masing. Misalnya, paham Asy`ariyah, pa-ham Maturidiyah, dan paham Tahawiyah.<br />Pendiri paham Muktazilah adalah Wasil ibn `Ata’ (w. 131 H) di Basrah. Ia adalah murid al-Hasan al-Basri. Ketika mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wa-shil berdiri dari majlis al-Hasan dan pergi ke satu sudut dari Masjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini ber-kembang menjadi satu aliran. Di atas telah disebutkan pokok ajaran mereka. Menurut mereka, Alquran makhluk, manusia berbuat dengan kehendaknya sendiri, tidak ada takdir, Tuhan tidak dapat dilihat, mengutus Rasul wajib bagi Allah. <br />Sebagai pengaruh penggunaan akal yang semakin besar dalam memahami nas, muncul pula paham Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempu-nyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat (free will and free act). Orang per-tama berpaham Qadariyah adalah Ma`bad al-Juhani yang terbunuh pada tahun 80 H. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berke-hendak dan berbuat (predestination atau fatalism). Orang pertama berpaham Jaba-riyah adalah Ja`d ibn Dirham (w. 124 H). Kemudian, paham ini dikembangkan oleh muridnya Jahm ibn Safwan yang dihukum mati dan dibunuh pada tahun 127 H karena menurut dia sorga dan neraka akan binasa atau tidak kekal. Sekarang Agus Mustafa lahir di Indonesia membawa paham Jahm ibn Safwan ini dalam bukunya yang berju-dul, Ternyata Akhirat Tidak Kekal. <br />Pendukung Ali dalam bahasa Arab disebut Syi`ah `Ali. Syi`ah `Ali juga mem-bentuk aliran yang memiliki paham yang berbeda dengan lainnya. Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam-macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn Hambal (w.241 H), Abu al-Hasan al-Asy`ari (w. 330 H), dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al-Baqillani (w.403 H) dan al-Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil. Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh, tidak makna zahirnya. Misalnya, yadullah diartikan oleh Salaf dengan ‘tangan Allah.’ Khalaf mengartikannya dengan ‘kekuasaan Allah.’<br />Demikianlah lahir dan berkembang aliran-aliran dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte. Sebagian sekte ini masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah tergelincir dari Islam. Misalnya, sekte `Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui surat Yusuf sebagi bagian dari Alquran. Sebab, menurut mereka cerita porno tidak layak menjadi isi Kitab Suci Alquran. Sekte Saba’iyah dari Syi`ah yang berpendapat bahwa wahyu itu seharusnya diturunkan kepada Ali, tetapi Jibril tersalah menurunkannya kepada Muhammad saw. Tentunya paham-paham seperti ini sudah tergelincir dari Islam. <br /><br />B. Ajaran Masing-masing Aliran<br />Ajaran pokok Ahlus Sunnah adalah rukun iman yang enam, yaitu (1) iman kepada Allah, (2) imam kepada para malaikat, (3) iman kepada kitab-kitab samawi, (4) imam kepada rasul-rasul, (5) iman kepada hari kiamat, dan (6) iman kepada takdir Allah. Ajaran pokok Syi`ah Imamiyah lima, yaitu (1) tawhid, (2) al-`adl (3) kenabian, (4)al-imamah (khalifah), dan (5) al-ma`ad (berbangkit pada hari kemudian). Ajaran pokok Muktazilah juga lima, yatu (1) tawhid, (2) al-`adl (keadilan Tuhan), (3) al-manzilah bain al-manzilatain (posisi antara dua posisi), (4) al-wa`d wa al-wa`id (janji dan ancaman(, dan (5) amar makruf dan nahi munkar. <br /> Menurut Ahlus Sunnah, iman adalah iqrar bi al-lisan wa tashdiq bi al-qalb wa `amal bi al-jawarih (pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati, dan pengemalan dengan anggota tubuh). Menurut Ahlus Sunnah, amal merupakan bagian dari iman. Tidak beramal berarti kurang iman. Karena itu, iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Menurut Muktazilah, iman bukanlah tashdiq (pembenaran) dan bukan ma`rifah (mengenal Allah), tetapi `amal (perbuatan). Ini berarti bahwa iman menurut mereka adalah pelaksanan perintah-perintah Allah. Menurut Murjiah, iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, rasul-rasul-Nya dan segala apa yang datang dari Tuhan. Iman menurut mereka tidak bertambah dan tidak berkurang. <br />Di antara ajaran Ahlus Sunnah adalah percaya kepada takdir bahwa segala sesuatunya sudah ditentukan Allah sejak azali, Tuhan dapat dilihat di sorga, mengutus rasul-rasul itu tidak wajib atas Tuhan, tidak ada nabi sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw., para rasul dianugerahi mukjizat sebagai bukti utusan Allah, dan buruk dan baik ditentukan oleh Allah, bukan akal.. <br />Di antara paham dan ajaran Syi`ah adalah bahwa Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah perampas khilafah yang seyogianya bagi Ali, para imam Syi`ah seperti nabi wajib ma`shum (terpelihara) dari segala yang tercela dan keji dari masa kanak-kanak sampai waktu mati sebagaimana juga mereka terpelihara dari lalai, keliru, dan lupa. Al-Imamiyah meyakini bahwa perntah mereka adalah perintah Allah, larangan mereka larangan Allah, menaati mereka menaati Allah, mendurhakai mereka mendurhakai Allah, wali mereka adalah wali Allah, musuh mreka berarti musuh Allah. Tidak boleh menolak mereka. Orang yang menolak mereka seperti orang yang menolak Rasul. Orang yang menolak Rasul seperti orang yang menolak Allah. Wajib menyerah kepada mereka, tunduk kepada kepada perintah Allah, dan mengambil pendapat mereka. . Karena itu, ucapan mereka termasuk hadis, kitab al-Kafi karya al-Kulaini sebagai kitab hadis sahih, bukan Shahih al-Bukhari dan bukan Shahih Muslim. Menurut al-Imamiyah, Imam al-Mahdi telah lahir pada tahun 256 H dengan nama Muhammad ibn al-Hasan al-`Askari dan terus hidup sampai sekarang. Mereka juga percaya akan reinkarnasi. Abu Talib menurut mereka Muslim, hadis hanya sah bila diriwayatkan oleh Ahlul Bait, boleh taqiyah yaitu menyembunyikan iman yang diyakini kepada orang tertentu untuk menjaga keselamatan, tidak menerima ijmak dan qiyas, dan boleh nikah mut`ah (kontrak).<br />Mengenai klaim kenabian sejak zaman Nabi saw. sudah ada. Pada tahun ke-10 H, al-Aswad ibn Ka`b ibn `Auf al-~`Insi mengaku nabi tanpa menginkari kenabian Nabi Muhammad saw. Ia menunjukkan bukti kenabiannya dengan himar (keledai) miliknya. Ia berkata kepada keledainya, “Sujudlah kepada tuhanmu,” maka keledai itu pun sujud. Ia mengaku dua malaikat, Sahiq dan Syahiq turun membawa wahyu kepadanya. Di antara wahyunya, “wa al-mayisat maisan wa ad-darisat darsan yahujjuna `ashaban wa furada `ala qala`is humurin wa shuhub.” Ia memiliki banyak pengikut di Najran dan San`a. Rasul mengutus orang yang membunuhnya dan benar-benar dibunuh. Di masa Nabi juga muncul Musailamah ibn Habib mengaku Nabi tanpa mengingkari kenabian Muhammad. Tapi ia meminta bagi dua dunia, separoh baginya dan separoh lagi bagi suku Kuraisy. Bergabung bersamanya Sajah yang juga mengaku nabi perempuan. Mereka mengaku menerima wahyu dan mempunyai banyak pengikut. Musailamah dibunuh tahun 12 H dan Sajah dibunuh juga. Muncul lagi seorang yang sempat menjadi sahabat Rasul tapi kemudian mengaku nabi, yaitu Tulaihah ibn Khuwailid al-Asadi. Katanya Jibril turun kepadanya. Namun, ia beruntung kembali rujuk dan bergabung dengan tentara Islam sampai jatuh syahid pada perang Nahawan di Irak. Muncul lagi sesudah wafat Nabi Muhammad saw. Zu at-Taj Laqit ibn Malik al-Azdi mengaku nabi. Ia memiliki orang-orang jahil dari penduduk `Aman. Ia kalah melawan tentara Muslim yang dikirim Abu Bakar. Di masa Khalifah `Abd al-Malik muncul al-Haris ibn Sa`id al-Kazzab. Khalifah memintanya bertaubat, tetapi ia tidak bersedia sehingga ia dibunuh dengan cara disalib. Di masa Khalifah al-Maqnsur, muncul Abu `Isa ibn Ya`qub al-Ashfahani mengaku nabi dan rasul al-Masih al-Muntazar. Ia mengaku bicara dengan Allah. Ia mewajibkan sepuluh kali salat serta menentukan waktu-waktunya. Ia meme-rintahkan para pengikutnya untuk melaksanakannya. Di masa Khalifah al-Mahdi dari Bani Abbas muncul Yusuf al-Barm mengaku nabi dan menyesatkan banyak orang. Ia disalib. <br />Di masa Khalifah Usman muncul `Abdullah ibn Saba’ dari kalangan Syiah Menurut al-Bagdadi, di samping Ibn Saba’ ada lagi `Abdullah ibn as-Sauda’. Keduanya bersikap ekstrem mengagungkan Ali. Al-Mukhtar ibn `Ubadillah ats-Tsaqafi merupakan orang yang mengaku nabi danturunnya wahyu kepadanya. Ia memiliki kemampuan membuat hal-hal aneh. Ia memiliki kursi, kedukunan, dan sajak-sajak seperti wahyu. Hamzah ibn `Imarah al-Barbari muncul sesudah matinya Muhammad ibn al-Hanafiyah tahun 81 H. Hamzah mengaku Mahdi dan inkernasi. Ia mengaku nabi dan mengatakan bahwa Muhammad ibn al-Hanafiyah Allah. Bayan ibn Sam`an at-Tamimi mengaku bahwa Abu Hasyim memberi tahunya dari Allah atas kenabiannya dengan firman-Nya, “Haza bayanun linnasi.” Al-Mughirah ibn Sa`id al-Bajali, teman Bayan ibn Sam`an. Ia mengaku nabi dan menyangka bahwa ia dapat menghidupkan orang mati. Jibril turun kepadanya membawa wahyu. `Abdullah ibn `Amr ibn Harb al-Kindi pendiri al-Harbiyah dari kelompok ekstrem. Ia mengikuti paham al-Bayaniyah tentang klaimnya bahwa ruh Allah reinkarnasi kepada diri para nabi dan para imam yang akhirnya sampai kepada `Abdullah ibn `Amr. Bakir ibn Mahan dari juru dakwah Abbasiah mengutusnya ke Khurasan untuk memimpin Syiah Bani `Abbas di sana tahun 118 H. Kemudian, ia menampilkan paham al-Harbiyah. Hal itu sampai kepada Asad ibn `Abdillah. Asad menemukannya sampai penyalibannya. Abu Mansur al-`Ijli pada mulanya mengklaim bahwa al-baqir menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Secara bertahap ia sampai kepada klaim menjadi nabi dan rasul. Ia berpendapat bahwa nabi dan rasul tidak pernah terputus. Kabar ini sampai kepada Khalifah al-Mahdi dan ia pun membunuh jemaah mereka. Al-Muqanna` menklaim tuhan dengan jalan reinkarnasi. Ia juga menklaim dapat menghidupkan orang mati. Ia dikepung tentara al-Mahdi. Konon ia akhirnya membakar diri sendiri tahun 163 H. Abu al-Khattab Muhammad ibn Abi Zainab seorang murid terbaik dari Ja`far ash-Shadiq. Sayangnya, ia kemudian kafir dan menklain nabi. Khalifah al-Mansur mengirim tentara dan akhirnya Abu al-Khattab disalib. Dari pengikut Abu al-Khattab muncul Bazgh ibn Buzaigh ibn Musa dan pengikut-pengikutnya meyakini bahwa setiap Mukmin menerima wahyu dan semua mereka adalah para nabi yang menerima wahyu. Bahkan, ia mengaku naik ke langit, Allah mengusap mukanya dan meludah ke mulutnya, melihat Ali duduk sebelah kanan Tuhan jalla jalaluh. Inkar Sunnah juga sudah ada sejak zaman klasik. Imam asy-Syafii (w. 204 H) telah menjelaskan argumen mereka dan alasan-alasan menolak argumen tersebut dalam kitabnya, al-Umm. <br />Muktazilah sering mengutamakan akal atas nas. Bahkan, dalam mengenal Allah pun akal diutamakan. Seorang tokoh Muktazilah yang melalui tulisannya sekarang ini orang mengenal paham Muktazilah, al-Qadhi `Abd al-Jabbar berkata, “Ketahuilah bahwa dalil empat macam, yaitu hujah akal, Alquran, Sunnah, dan Ijmak.Mengenal Allah tidak tercapai kecuali dengan hujah akal.. Di antara paham dan ajaran Muktazilah yang menggambarkan sikap mereka yang mengutamakan akal atas wahyu adalah buruk dan baik ditentukan oleh akal. Menurut mereka juga Allah tidak mempunyai sifat karena itu bertentangan dengan tawhid menurut Muktazilah, Alquran makhluk, pelaku dosa besar pada al-manzilah bain al-manz-ilatain, Allah tidak dapat dilihat, manusia menjadikan perbuatannya sendiri. Menurut Ahlus Sunnah, nilai baik dan nilai buruk diketahui melalui syarak. <br /> <br />C. Mengapa Timbul Aliran dalam Islam<br />Aliran-aliran tersebut di atas semuanya merujuk Alquran dan Hadis. Tetapi, ternyata hasilnya berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini masih dapat ditolerir sepanjang ada dalilnya dari Alquran dan Hadis serta cara pemahamannya berdasarkan kaedah bahasa Arab dan kaedah-kaedah Agama yang diakui para ulama. Misalnya tentang persoalan Tuhan dapat dilihat menurut Ahlus Sunnah dan tidak dapat dilihat menurut Muktazilah. Ahlus Sunnah mengajukan dalil Alquran, Wujuh yaumaizin nadhirah ila Rabbiha nazirah (Beberapa muka di hari itu bercahaya gemilang melihat kepada Tuhannya (surat al-Qiyamah : 22-23). Ayat ini diperkuat dengan hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, Innakum satarauna rabbakum `iyanan (Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan kamu senyata-nyatanya). Mukta-zilah mengajukan ayat Alquran La tudrikuh al-absharu wa huwa yudriku al-abshar (Ia tidak dapat dilihat oleh mata dan Ia melihat mata (surat al-An`am : 103). Ahlus Sunnah akan mengkompromikan antara keduanya bahwa yang dimaksud dengan Tuhan dapat dilihat itu pada dimensi akhirat, yaitu sorga, sedang Tuhan tidak dapat dilihat pada dimensi dunia. Muktazilah akan berkata bahwa setiap yang dapat dilihat adalah materi (benda), sedang Tuhan tidak benda. Ahlus Sunnah akan menjawab bah-wa Tuhan dapat dilihat bukan karena materi, tetapi karena mawjud (wujud). Begitulah seterusnya dialog berlangsung. Namun, perbedaan ini masih dapat diterima karena pemahaman masing-masing tidak bertentangan dengan nas-nas tersebut.<br />Demikian juga dengan takwil dan tidak boleh takwil. Kaum Salaf akan menuduh Khalaf mengada-ngada. Kaum Khalaf menjawab bahwa takwil itu memang ada dan sah dalam bahasa Arab. Khalaf juga akan mengatakan bahwa takwil perlu untuk menghadapi orang yang tidak puas dengan tafwidh (menyerahkan makna yang sebenarnya kepada Tuhan). <br /> Sama halnya dengan manusia menentukan nasibnya menurut Muktazilah dan Qadariyah, kedua kelompok ini akan mengajukan sejumlah ayat Alquran yang menjelaskan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat. Misalnya, Innallah la yughayyir ma bi qawm hatta yughayyiru ma bi anfusihim (Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum hingga mereka sendiri yang mengubahnya). Kaum Jabariyyah akan mengemukkan sejulah ayat yang menunjukkan kekuasan mutlak Tuhan. Misalnya, Fa``al lima yurid (Ia berbuat apa yang dikehendaki-Nya) <br />Adapun paham yang mengatakan surat Yusuf tidak masuk bagian dari Alquran, paham yang mengatakan wahyu seharusnya diturunkan kepada Ali, akhirat tidak kekal, inkar Sunnah, paham orang-orang yang mengaku nabi, seperti Mirza Ghulam Ahmad (w. 1908 M), Lia Eden, Ahmad Musaddeq, Ibu Dhani, Muhammad Sayuti dan juga paham semua agama sama dan pengikut semua agama masuk sorga tentunya tidak dapat ditolerir. Paham-paham tersebut ini tentunya sudah keluar dari Islam.<br />Untuk pengetahuan lebih lanjut, dapat dibaca antara lain dalam kitab Dirasat fi al-Firaq wa al-`Aqa’id al-Islamiyyah karya Dr. `Irfan `Abd al-Hamid, al-Farq bain al-Firaq karya al-Baghdadi, al-Ghulu wa al-Firaq al-Ghaliyah fi al-Hadharah al-Islamiyyah karya Dr. `Abdullah Sallum as-Samurra’I, al-Irsyad karya al-Juwaini, Mazahib al-Islamiyyin karya Dr. `Abd ar-Rahman Badawi, Tarikh al- Fikr al-`Arabi karya Dr. Umar Farrukh, Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah karya `Ali Mushthafa al-Ghurabi, Tayyarat al-Fikr al-Islami karya Dr. Muhammad `Imarah, dan Tarikh al-Mazahib al-Isalamiyyah fi as-Siyasah wa al-`Aqa’id karya Syekh Muhammad Abu Zahrah. Melalui kitab-kitab ini, seorang pembaca akan mengetahui bahwa hampir tidak ada satu paham atau aliran pun yang belum pernah muncul pada masa lalu dan hukumnya serta dalil-dalilnya, baik dari Alquran dan Sunnah maupun dari akal. <br /> <br /> Medan, 16 Februari 2008<br /><br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /> <br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Al-Farq bain al-Firaq karya al-Baghdadi<br />Ilmu Kalam karya Prof.K.H.M. Taib Tahahir Abd. Mu`in<br />I’tiqah Ahlussunnah Wal-Jama’ah karya K.H. Siradjuddin ‘Abbas<br />Al-Irsyad karya al-Juwaini<br />Mazahib al-Islamiyyin karya Dr. `Abd ar-Rahman Badawi<br />Tarikh al-Fikr al-`Arabi karya Dr. Uamar Farrukh<br />Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah karya `Ali Mushthafa al-hurabi<br />Tayyarat al-Fikr al-Islami karya Dr. Muhammad `Imarah<br />Ushul ad-Din al-Islami karya Dr. Rusydi `Ilyan dan Qahthan `Abd ar-Rahman ar-Ruri<br /><br /></div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-14224149457485745052008-03-22T09:02:00.000-07:002008-03-22T09:04:35.427-07:00AKIDAH AHLUSSUNNAH WALJAMAAH<div style="text-align: justify;"><b>DR. H. RAMLI ABDUL WAHID, MA<o:p></o:p></b></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="A"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Pendahuluan<o:p></o:p></b></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Ungkapan Ahlussunnah waljamaah terdiri dari tiga kata bahasa Arab, yaitu <i>ahl, sunnah</i>, dan <i>al-jama`ah</i>. Ahl berarti keluarga, kelompok, dan golongan. <i>Sunnah</i> berarti Sunnah atau Hadis Nabi saw. <i>Al-Jama`ah</i> berarti ramai, banyak, mayoritas. Ahlussunnah waljamaah maksudnya golongan yang tatap berpegang pada Sunnah Nabi saw. yang dianut oleh mayoritas umat Islam. Istilah ini berhubungan dengan hadis yang artinya, “Umatku akan terpecah kepada 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu Ahlussunnah waljamaah.” Secara tekstual, hadis ini dipahami oleh golongan Ahlussunnah waljamaah bahwa pahamnya sajalah yang benar dan penganutnya akan masuk sorga. Dari pemahaman inilah turun istilah di <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>, ASWAJA yang mak-sudnya Ahlussunnah waljamaah saja. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span><span style=""> </span>Ahlussunnah waljamah berlangsung dari awal Islam. Karena itu, tersebutlah al-Hasan al-Basri dan Ahmad bin Hanbal sebagai tokoh-tokoh Ahlussunnah wal-jamaah.<span style=""> </span>Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian terdapat dua tokoh yang mengembangkan dan memberikan rumusan-rumusan secara jelas sehingga menjadi nyata berbeda dari paham aliran lain, yaitu Abu al-Hasan al-Asya`ri dan Abu Mansur al-Maturidi sehingga mereka disebut sebagai pendiri Ahlussunnah Waljamaah. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Secara umum, ada dua hal yang membedakan Ahlussunnah dari aliran lain-nya. Pertama, Ahlussunnah meyakini bahwa penilaian baik dan buruk didasar-kan kepada syariat. Kedua, paham Ahlussunnah dianut mayoritas umat Islam. Dengan dasar pemikiran bahwa wewenang menilai baik (<i>tahsin</i>) dan menilai buruk (<i>taqbih</i>) diserahkan kepada syariat (wahyu), maka Ahlussunnah terbeda dari Muktazilah yang meyakini bahwa wewenang menilai baik (<i>tahsin</i>) dan menilai buruk (<i>taqbih</i>) diserahkan kepada akal (rasio). Keadaan menjadi paham yang dianut mayoritas umat, Ahlussunnah terbeda dari Syiah yang memiliki sejumlah ajaran yang tidak diterima oleh mayoritas umat, seperti keyakinan akan adanya wasiat Nabi saw. kepada Ali bin Abi Talib sebagai penggantinya (<i>washi</i>), hak prerogatif <i>ahl al-bait</i> (keluarga Nabi saw.), keterpeliharaan (`<i>ishmah</i>) imam-imam yang dua belas, paham kembalinya imam yang tersem-bunyi (<i>raj`ah</i>), dan sahnya nikah <i>mut`ah</i>. Mayoritas umat sejak dari zaman Khalifah Abu Bakar sampai sekarang tidak mempercayai adanya wasiat khusus untuk Ali sehingga mereka menganggap sahnya kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Mayoritas umat menerima hadis-hadis yang diriwayatkan para saha-bat sekalipun mereka bukan dari <i>ahl al-bait</i> sebagaimana termuat dalam <i>Shahih al-Bukahri, Shahih Muslim</i>, dan kitab-kitab hadis lainnya. <span style=""> </span>Mayoritas juga meyakini bahwa `<i>ishmah</i> itu hanya ada pada para nabi dan rasul, tidak pada orang selain mereka. Mayoritas umat juga tidak menerima sahnya nikah <i>mut`ah</i>.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Dalam perkembangan sejarah, paham Muktazilah menghilang kecuali tinggal dalam bentuk paham sementara individual. Demikian juga paham<span style=""> </span>Khawarij menghilang, kecuali dalam kelompok kecil dan tidak berpengaruh. Paham Syiah Itsna `Asyariyah (Imam Dua Belas) berkuasa di <st1:country-region><st1:place>Iran</st1:place></st1:country-region> dan sejumlah pengikutnya terdapat di <st1:country-region><st1:place>Bahrain</st1:place></st1:country-region>, Irak, dan <st1:country-region><st1:place>Pakistan</st1:place></st1:country-region>. Belakangan Syiah mendapat angin segar di <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Di bidang fikih, Syiah mempunyai beberapa mazhab, seperti Mazhab Ja`fa-riah, Hadawiyah, dan Zaidiyah. Ahlussunnah juga mempunyai sejumlah mazhab fikih, yaitu Mazhab Hanafi dengan pendirinya an-Nu`man bin Basyir Abu Hanifah (w. 150 H), Maliki dengan pendirinya Malik bin Anas (w. 179 H), Syafii dengan pendirinya Muhammad bin Idris (w. 204 H), Hambali dengan pendirinya Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), Auza`i dengan pendirinya Abdurrahman al-Auza`i (w. 157 H), Tsauri dengan pendirinya Sufyan ats-Tsauri (w. 161 H), Laitsi dengan pendirinya al-Laits bin Sa`d (w. 175 H),<span style=""> </span>Tabari dengan pendirinya Abu Ja`far Mu-hammad bin Jarir at-Tabari (w.310 H), <span style=""> </span>Zahiri dengan pendirinya Dawud az-Za-hiri (w. 270<span style=""> </span>H), dan mazhab Nakha`i.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span></p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="2" type="A"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Paham Ahlussunnah <o:p></o:p></b></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Salah satu kitab penting Ahlussunnah waljamaah adalah kitab <i>al-Farq bain al-Firaq</i> karya `Abd al-Qahir bin Tahir bin Muhammad al-Bagdadi (w. 429 H) yang terkenal dengan al-Bagdadi. Al-Bagdadi menjelaskan dalam buku ini 15 ajaran pokok (<i>ushul</i>) Ahlussunnah sebagai berikut.</p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="2" type="A"><ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mengakui hakikat dan ilmu. Mereka sepakat atas menetapkan ilmu-ilmu sebagai pengertian-pengertian yang dimiliki pada para ulama. Mereka menilai sesat orang-orang yang menolak keberadaan ilmu. Mereka me-nilai sesat kaum sofistik yang menafikan ilmu dan menafikan hakikat segala sesuatu. Demikian juga kaum sofistik yang memeragukan wujud hakikat dan yang mengatakan bahwa hakikat<span style=""> </span>segala sesuatu mengikuti iktikad sehingga mereka memebanarkan semua iktikad serta keadaannya yang berbertentangan dan bertolak belakang. Ahlussunnah berpendapat bahwa khabar <i>mutawatir</i> sebagai jalan mendapatkan ilmu yang bersifat pasti tentang yang diberitakannya, seperti ilmu kita tentang wujudnya pa-ra nabi dan para raja terdahulu berdasarkan khabar <i>mutawatir</i>. Ahlussun-nah sepakat bahwa Allah memberati hamba-Nya untuk mengenal-Nya, mengenal para rasul-Nya, kitab-Nya, dan mengamalkan apa yang ditun-jukkan oleh Alquran dan Sunnah Nabi saw. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka sepakat bahwa alam adalah setiap suatu selain Allah. Mereka se-pakat bahwa setiap suatu selain Allah dan lain dari sifat-sifat-Nya adalah makhluk diciptakan dan bahwa penciptanya tidak makluk diciptakan. Mereka sepakat bahwa bagian-bagian alam dua macam,yaitu <i>jawahir</i> (benda-benda terkecil) dan <i>a`radh</i> (sifat-sifat mendatang dan hilang). Mereka sepakat bahwa bumi berakhir ujung-ujungnya dari semua arah. Mereka sepakat atas binasa alam dan kekalnya sorga<span style=""> </span>dan neraka. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka meyakini atas adanya pencipta alam dan sifat-sifatnya. Segala baharu (yang ada baru kemudian dari tidak ada) pasti ada yang menjadi-kannya. Mereka juga berpendapat bahwa tidak ada sesuatu sebelum ter-ciptanya segala baharu. Pencipta alam <i>qadim</i> (tidak berpermulaan), tetap wujud dan tidak berakhir. Mereka sepakat atas mustahilnya pencipta ber-bentuk dan memiliki anggota tubuh. Pencipta tidak diliputi tempat dan zaman tidak berlaku padanya. Mereka sepakat menafikan dari pencipta alam kerusakan, penderitaan, kelezatan, gerak dan diam. Allah tidak ber-hajat kepada makhluk. Allah esa.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka meyakini bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang berdiri pada zat-Nya. Ilmu, <i>qudrah, hayat, iradah, sama`, basher</i>, dan <i>kalam</i>-Nya adalah sifat-sifat-Nya yang azali (tidak berawal) dan abadi (tidak ber-akhir). Mereka sepakat bahwa <i>qudrah</i> Allah terhadap segala objeknya adalah satu saja. Ilmu Allah terhadap segala objek ilmu adalah satu. <i>Sama`</i> dan <i>bashar</i>-Nya meliputi segala yang bangsa didengar dan bangsa dilihat. Mukmin akan melihat Allah di akhirat.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka berpendapat bahwa Allah memiliki nama-nama dan nama Allah <i>tawqifi</i> (tidak diketahui kecuali melalui wahyu). Mereka berkata bahwa nama-nama Allah itu tiga macam, yaitu nama yang menunjukkan zat-Nya, nama yang menunjukkan sifat-Nya yang berdiri pada Zat-Nya, dan nama yang diambil dari perbuatan-perbuatan-Nya.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka berkeyakinan bahwa Allah menciptakan semua <i>jism</i> (tubuh) dan <i>`ardh</i> (sifat yang datang dan pergi), baik dan buruk, usaha hamba, dan tidak ada yang mencipta selain Allah. Menurut mereka, seorang hamba berusaha untuk amalnya dan Allah menciptaka usahanya. Hidayah Allah ada dua macam. Pertama, dari sudut menerangkan yang hak, menyeru kepadanya, dan menegakkan dalil atas kebenarannya. Dari aspek ini, boleh menyandarkan hidayah kepada para rasul dan setiap dai yang mengajak kepada Agama Allah. Kedua, dari sudut penciptaan maka Allah yang menciptakan hidayah di dalam hati manusia. Allah juga yang menyesatkan dalam arti bahwa Allahh menciptakan sesat di dalam hati manusia. Allah menyesatkan sesorang atas dasar keadilan-Nya dan Allah memberi hidayah atas dasar kemurahan-Nya. Orang yang mati sendiri atau dibunuh, ia mati karena ajalnya yang ditetapkan Allah. Tetapi, Allah berkuasa untuk mengekalkannya atau menambah umurnya. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengakui penetapan para rasul dari Allah kepada makhluk-Nya. Mereka mengatakan bahwa jumlah nabi banyak dan 313 dari mereka adalah berstatus rasul. Nabi pertama Adam dan nabi terakhir Muhammad saw. Mereka mengkafirkan setiap orang yang mengklaim nabi (<i>mutanabbi</i>), baik sebelum Islam seperti Zardasyt, Yurasif, Mani, Dishan, Marqiun, dan Mazdak maupun sesudah Islam, seperti Musailamah, Sajah, al-Aswad bin Yazid al-`Ansi, dan seluruh pengaku nabi sesudah mereka. Mereka mengatakan `<i>ishmah</i>nya (keterpeliharaan) para nabi dari dosa. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan kemestian nabi memiliki mukjizat yang menun-jukkan atas kebenaran kenabiannya dan ia diperintahkan menantang orang agar membuat tandingan mukjizat yang dibawanya. Jika muncul pada seorang nabi mukjizat atas kebenarannya dan orang tidak mampu menentangnya dengan membuat keanehan yang sebanding dengannya, maka wajiblah membenarkan kenabiannya dan taat kepadanya. Mereka juga mempercayai kemungkinan terjadinya karamat pada wali-wali Allah untuk menunjukkan kewalian mereka. Perbedaan karamat dengan muk-jizat adalah bahwa karamat tidak disertai tantangan kepada orang untuk membuat tandingannya. Mereka juga mempercayai Alquran sebagai mukjizat dan adanya mukjizat terpecahnya bulan, mata air dari celah-celah jari Nabi, dan kenyangnya banyak orang dengan makanan yang sedikit.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka meyakini rukun Islam <st1:city><st1:place>lima</st1:place></st1:City> dan siapa saja yang menggugurkan salah satu darinya menjadi kafir. Mereka juga mengatakan adanya syarat sah bagi salat, wajib jihad, haramnya riba, haramnya hubungan kelamin kecuali dengan nikah yang benar, wajibnya menegakkan hukuman zina, mencuri, minum khamar, dan menuduh zina tanpa saksi yang cukup.<span style=""> </span>Mereka juga mengatakan Alquran, Sunnah, dan ijmak salaf sebagai dasar-dasar hukum syariat. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa perbuatan mukallaf terbagi kepada <st1:city><st1:place>lima</st1:place></st1:City> macam, yaitu wajib, terlarang (haram), sunnat, makruh, dan mubah (boleh). Mereka mengatakan bahwa sesuatu yang wajib atas mukallaf berupa ilmu, perkataan, dan perbuatan hanyalah wajib karena perintah Allah dan setiap yang haram atas mukallaf adalah karena larangan Allah. Tanpa perintah dan larangan Allah niscaya tidak ada yang wajib dan tidak ada yang haram. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa Allah kuasa untuk membinasakan seluruh alam sekaligus atau membinasakan sebagian saja dan membiarkan lain-nya. Allah akan mengembalikan manusia dan hewan di akhirat nanti se-sudah mati mereka di dunia.<span style=""> </span>Mereka an azab neraka. Mereka mengatakan adanya soal dan azab kubur. Mermengatakan bahwa sorga dan neraka diciptakan serta kekalnya nikmat sorga deka mempercayai adanya telaga (<i>haudh</i>) shirath, dan mizan. Demikian juga mereka mempercayai adanya syafaat Nabi saw.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa <i>imamah</i> fardu yang wajib atas umat untuk mengangkat imam (khalifah). Cara menetapkan keimaman kepada imam (khalifah)<span style=""> </span>adalah melalui pemilihan dengan cara ijtihad. Mereka menga-takan bahwa tidak ada nas dari Nabi untuk keimaman kepada orang seca-ra khusus. Mereka mengatakan kebangsaan Kuraisy, ilmu, adil, dan kemampuan berpolitik sebagai<span style=""> </span>syarat imam. Mereka menerima kekhali-fahan Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa asal iman adalah ma`rifah dan pembenaran dengan hati. Mereka berbeda pendapat tentang penamaan pengakuan dan ketaatan anggota luar sebagai iman, sedang meraka sepakat atas wajib-nya seluruh ketaatan yang wajib dan atas sunnatnya pekerjaan-pekerjaan yang disyariatkan. Menurut mereka, nama iman tidak hilang dengan sebab berbuat dosa yang tidak sampai kepada kekufuran. Orang berbuat dosa seperti ini disebut fasik. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa malaikat terpelihara dari dosa. Menurut mereka, sahabat yang sepuluh masuk sorga. Mereka itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Talhah, Zubair, Sa`d bin Abiu Waqqash, Sa`id bin Zaid bin `Amr bin Naufal, `Abd ar-Rahman bin `Auf, dan Abu `Ubaidah bin al-Jarrah. </li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Mereka mengatakan bahwa lawan Islam dua macam. Pertama, golongan sebelum lahir negara Islam. Kedua, golongan yang muncul di nagera Islam dan berpura-pura Islam. Golongan pertama adalah penyembah berhala, penyembah matahari, bulan dan bintang, penyembah malaikat, penyembah setan, Majusi, dan sofistik yang mengingkari hakikat. Tidak halal sembelihan mereka dan tidak boleh mengawini perempuan mereka. Adapun golongan orang-orang kafir yang muncul di negara Islam dan mereka berpura-pura Islam serta membunuh kaum Muslim dengan sembunyi-sembunyi <span style=""> </span>antara lain adalah sekte Rafidah Sabaiyah, paham hulul, <span style=""> </span>penganut reinkarnasi ruh, Yazidiyah dari golongan Khawarij yang meyakini dinasakhnya syariat Islam dengan syariat nabi dari orang <i>`ajam</i> (selain Arab), dan orang yang sependapat dengan sekte al-Kamiliyah yang mengkafirkan sahabat yang tidak membaiat Ali dan mengkafirkan Ali karena tidak memerangi musuh. Hukum tentang mereka ini adalah hukum murtad, tidak halal sembelihan mereka, dan tidak halal menikahi perempuan mereka. <span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span></li></ol></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span></p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="3" type="A"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Penutup<o:p></o:p></b></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Ahlussunnah merupakan aliran atau paham mayoritas umat Islam sedunia. Ahlussunnah mendasarkan hampir seluruh ajarannya kepada Alquran dan Sun-nah secara langsung dan lebih tekstual. Ajarannya mudah dipahami dan terbuka.<span style=""> </span>Di kalangan Ahlussunnah juga terdapat sedikit perbedaan. Tetapi perbedaan itu tidak signifikan. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span><st1:city><st1:place>Medan</st1:place></st1:City>, 21 Maret 2008</p>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-82252071543780651662008-02-22T07:32:00.000-08:002008-02-22T07:35:27.061-08:00INGKAR SUNNAH<div align="justify"><strong>TELAAH TERHADAP PAHAM DAN ARGUMEN<br />INGKAR SUNNAH<br /></strong>Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /></div><p align="justify"><strong>ABSTRAKSI<br /></strong> Inkar Sunnah merupakan suatu paham menolak Hadis Nabi saw. yang lahir sejak masa awal Islam, terutama di zaman Imam asy-Syufii dan mengalir timbul tenggelam dalam sejarah sampai masa sekarang. Paham ini bertentangan dengan perintah Alquran untuk mengikuti dan menaula-dani Nabi dalam melaksanakan ajaran Alquran. Karena menolak Sunnah, sedang keterangan Al-quran bersifat umum dan tidak terperinci, maka penganut Inkar Sunnah menafsirkan Alquran se-kehendak hatinya, baik dalam menguatkan pahamnya maupun dalam pelaksanaan ibadah dan a-mal Islam. Sebagian mereka salat dua tiga kali sehari semalam dan sebagian yang lain lima kali. Rakaatnya pun masing-masing dua rakaat. Salat bentuk lain pun boleh juga. Argumen mereka ti-dak benar dan berdasarkan nas-nas Alquran dan Hadis, paham Inkar Sunnah adalah sesat dan ke-luar dari Islam. <br /> <br /><strong>A. Sejarah</strong><br />Ingkar Sunnah berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw., baik secara keseluruhan maupun sebagian. Kajian tentang Ingkar Sunnah secara historis selalu merujuk kitab al-Umm karya Imam Syafii (w. 150 H). Di zaman modern, terkenal tokoh Inkar Sunnah di berbagai daerah, seperti Taufiq Shidqi di Mesir, Garrah Ali dan Gulam Ahmad Parwez di India-Pakistan, Kassim Ahmad di Malaysia, Rasyad Khalifah di Amerika, Haji Abdurrahman, Ustaz H. Sanwani, dan Ir. Irham Sutarto di Jakarta, Dailami Lubis di Sumatera Barat, dan untuk Medan juga sudah ada, baik yang terus terang menolaknya maupun yang menolaknya secara ilmiah.<br />Inkar Sunnah ada dua macam, yaitu pengingkar Sunnah secara keseluruhan dan pengingkar sebagian saja. Pengingkar hadis yang mutawatir hukumnya kafir, sedang pengingkar hadis yang sahih ahad fasik. Pengingkar seluruh Hadis berarti kafir karena termasuk di dalamnya hadis mutawatir. Bahasan dalam makalah ini adalah tentang pengingkar seluruh Hadis.<br /><br /><strong>B. Ajaran Pokok Ingkar Sunnah<br /></strong>1. Dasar ajaran Islam hanyalah Alquran karena Alquran sudah lengkap dan sempurna.<br />2. Tidak percaya dan menolak seluruh Hadis Nabi saw.<br />3. Nabi Muhammad tidak berhak untuk memberikan penjelasan apa pun tentang Alquran<br />4. Syahadat mereka adalah Isyhadu bi annana muslimun (saksikan kamulah bahwa kami orang-orang Islam)<br />5. Rakaat dan cara salat terserah kepada masing-masing, boleh dua rakaat dan boleh dengan eling (ingat) saja<br />6. Puasa wajib bagi yang melihat bulan saja, tidak wajib bagi orang yang tidak melihatnya dengan alasan ayat faman syahida minkumusy syahra falyashumhu (Barang siapa yang melihat bulan di antara kamu maka hendaklah ia puasa)<br />7. Haji boleh dilakukan selama bulan-bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Sya`ban, dan Zulhijjah<br />8. Pakaian ihram boleh dengan celana, baju, jas, dan dasi.<br />9. Orang yang meninggal tidak disalatkan karena tidak ada perintah dalam Alquran.<br />10. Pengajian-pengajian Inkar Sunnah di Jakarta membuat semua salat dua-dua rakaat tanpa azan dan iqamah.<br />11. Dalil-dalil Ingkar Sunnah<br />Dalil-dalil atau alasan-alasan Ingkar Sunnah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu dalil Alquran dan alasan akal. Dalil Alquran antara lain adalah :<br />1. Alquran surat an-Nahl ayat 89 :<br /> “Kami turunkan kepadamu Alquran untuk menjelaskan segala sesuatu”<br />2. Alquran surat al-An`am ayat 38 :<br /> “Tidak Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alquran”<br />3. Alquran surat al-Maidah ayat 3 :<br /> “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu agamamua dan telah Kucukupkan<br /> kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridai Islam itu sebagai agamamu”<br /> Ketiga ayat ini dan ayat-ayat yang senada menunjukkan bahwa Alquran telah menjelaskan segala sesuatu. Alquran tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang Islam sebagai agama sudah sempurna.<br />4. Alquran surat an-Najm ayat 3-4:<br /> “Dan ia (Muhammad) tidak bertutur menurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu<br /> yang diwahyukan kepadanya.”<br /> Yang diwahyukan itu sudah termaktub dalam Alquran<br />5. Alquran surat al-Haqqah ayat 44-46:<br /> “Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami<br /> niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian Kami akan potong urat tali<br /> jantungnya.”<br />Alquran surat surat Ali Imran ayat 20; al-Maidah ayat 92, 99; ar-Ra`d ayat 40; an-Nahl<br /> ayat 35, 82; an-Nur ayat 45; al-`Ankabut ayat 18; asy-Syura ayat 48.<br /> Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tugas Nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan<br /> Allah dan tidak berhak memberikan penjelasan apa pun.<br />Alquran surat Fathir ayat 31 “<br /> “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yakni Alquran itulah yang benar (haqq).”<br />8. Alquran surat Yunus ayat 36 :<br />“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran.”<br /><br />Jadi, Hadis itu hanyalah persangkaan yang tidak layak dijadikan hujah.<br /><br />Adapun dalil akal adalah sebagai berikut :<br />1. Alquran dalam bahasa Arab yang jelas. Orang yang paham bahasa Arab paham Alquran.<br />2. Perpecahan umat Islam karena berpegang pada hadis-hadis yang berbeda-beda<br />3. Hadis hanyalah dongeng karena baru muncul di zaman tabiin dan tabittabiin<br />4. Tidak satu hadis pun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelum pencatatan Hadis, manusia berpeluang berbohong<br />5. Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat<br />6. Konsep tentang seluruh sahabat adil muncul pada akhir abad ketiga Hijrah<br /><br />12. Analisis terhadap Argumen Ingkar Sunnah<br /> Dalil-dalil nakli dan argumen akli Ingkar Sunnah itu seluruhnya lemah. Seorang tokoh Inkar Sunnah dari Amerika, Rashad Khalifa menulis sebuah buku berjudul, The Computer Speaks : God’s Message to the World yang terbit pada tahun 1981. Tokoh Inkar Sunnah dari Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan Alquran sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara, dan menarik perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, lengkapnya dan keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Ini--katanya--bermakna Hadis sekaligus tertolak sebagai sumber teologi dan perundangan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Lebih dari ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan Rashad Kahlifa terhadap Sunnah.Katanya, bahwa dalam masa lebih kurang tiga bulan dia telah berpuas hati mengenai tesis pokok Rashad Khalifa bahwa Hadis merupakan suatu penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh diterima sebagai sumber perundangan adalah benar.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br />Ayat-ayat yang dikemukaan Ingkar Sunnah bersifat umum dan global, perlu peneje-lasan(bayan). Nabi berfungsi menjelaskannya. Penjelasan(bayan) itu berbentuk pernyataan, perbuatan, dan pengakuan pembawa Alquran itu. Karena itu, disebutkan dalam Alquran surat az-Zukhruf ayat 63:<br />“Sesungguhnya aku (Nabi) telah datang membawa hikmah dan untuk kujelaskan kepada kamu sebagian yang kamu berselisih paham tentangnya.” Surat an-Nahl ayat 44:<br />“Dan Kami telah menurunkan kepadamu zikr(Alquran) agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.”<br /> Demikian juga dalam surat yang sama ayat 64.<br /> Dalam surat al-Maidah ayat 15:<br /> “Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami menjelaskan kepada kamu banyak<br /> mengenai hal yang kamu berselisih paham tentangnya.”<br />Keterangan yang sama juga disebutkan dalam surat yang sama ayat 19.<br />Surat Ibrahim ayat 4 :<br /> “Dan tidak Kami mengutus Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya agar ia menjelaskan kepada mereka.”<br />Surat Ibrahim ayat 1 :<br />“Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau keluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang.”<br />Surat ath-Thalaq ayat 65 :<br />(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepada kamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bernacam-macam hukum) supaya dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.”<br />Surat Ali Imran ayat 3 :<br />“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan al-Hikmah.”<br /> Ayat-ayat ini dan banyak lagi seumpamanya menjelaskan bahwa tugas Rasul bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menjelaskan (memberi bayan) terhadap pesan itu, mengajarkan Alquran dan hikmah, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dan membersihkan jiwa mereka. Jadi, maksud Alquran menjelaskan segala sesuatu adalah bersifat umum. Secara umum Alquran menjelaskan segalanya. Keterangan Nabi menjelaskan secara rinci dan operasional. Sebagai perbandingan adalah UUD bagi negara sifatnya lengkap tapi umum. Peraturan dibuat sebagai petunjuk operasional. Hadis pun berfungsi seperti peraturan. Sejalan dengan itu, Allah memerintahkan agar umat Islam mengambil apa yang dibawa Rasul. Yang dibawa Rasul itu ada dua, Alquran dan Sunnah Rasul.<br />Alquran surat al-Hasyar ayat 7:<br />“Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.”<br />Alquran surat an-Nisa’ ayat 59 :<br />“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul.”<br />Ketika Rasul hidup, maka orang Islam langsung mengikuti perintahnya. Sesudah wafatnya, tentunya mengikuti apa yang ditinggalkannya, yaitu Alquran dan Sunnah. Kalau sesudah wafat-nya tidak patuh lagi kepadanya, maka tinggalkanlah kedua Alquran dan Sunnahnya. Jangan tinggalkan satu pakai yang satu lagi. Jika keduanya ditinggalkan maka jadilah kafir.<br />Dalam surat an-Nisa’ ayat 65 Allah swt. mencap orang belum beriman selama ia belum bersedia menjadikan Nabi Muhammad menjadi hakim dalam urusannya. Agar penjelasan Nabi Mu-hammad tidak menyimpang dari tujuan Allah dalam Alquran, Allah senantiasa memeliharanya dari kekeliruan dalam penyampaian penjelasannya. Surat al-Maidah ayat 67 :<br />“Dan Allah memeliharamu dari gangguan manusia.”<br />Sebagai pemberi penjelasan, Nabi Muhammad ma`shum (terpelihara dalam menyampaikan risalah) Karena itu, Nabi saw. adalah teladan yang baik bagi orang Mukmin. Hal ini dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 21:<br />“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yangb baik.”<br />Diri Rasul saw. berarti sesuatu yang di luar Alquran, tetapi praktik dari ajaran Alquran. Salatnya, puasanya, hajinya, dan segala tindakannya harus ditiru. Karena teladan yang harus dicontoh, maka penjelasannya dan kelakuannya tidak boleh ditolak. Surat an-Nisa’ ayat 115 :<br />“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya.”<br /><br /> Surat an-Najm adalah dalil bahwa apa saja yang lahir dari Nabi Muhammad adalah wahyu Allah. Alquran disebut wahyu matlu, yang dibacakan Jibril kepada Nabi, sedang Sunnah wahyu gairu matlu, yaitu wahyu yang tidak dibacakan oleh Malaikat Jibril, tetapi langsung diilhamkan Allah ke hati Nabi. Alquran lafaz dan maknanya dari Allah, tanpa intervensi Jibril dan Nabi Muhammad saw., sedang Sunnah maknanya dari Allah, lafaznya dari Nabi sendiri.<br /> Allah mengecam jika Nabi menga-adakan sebagian perkataan atas nama Allah adalah jaminan Allah bahwa Nabi itu jujur, tidak dusta sebagaimana yang dituduhkan orang kafir kepadanya. Ini tidak bertentangan dengan fungsi Nabi sebagai pemberi penjelasan terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat umum itu.<br /> Alquran tidak diragukan sebagai kebenaran (al-Haqq). Tetapi Alquran itu sendiri sampai kepada manusia melalui Nabi saw. Kepercayaan terhadap Alquran sebagai kebenaran tergantung kepada kepercayaan terhadap Nabi saw. Ketidakpercayaan kepada Nabi saw. berakibat tidak percaya kepada Alquran.<br /> Jika kepercayaan Pengikut Sunnah kepada Sunnah Nabi saw. hanyalah persangkaan maka penafsiran Pengingkar Sunnah terhadap ayat-ayat Alquran juga persangkaan yang lebih lemah. Sebab, Pengingkar Sunnah menafsirkan ayat semata-mata berdasarkan pikirannya sendiri-sendiri dan masing-masing. Sedang Penganut Sunnah menafsirkan Alquran berdasarkan keterangan penerima Alquran itu sendiri, yaitu Nabi saw. Nabi saw. lah orang yang paling berkompeten menjelaskan Alquran karena dialah orang pertama menerimanya dan memang ditugaskan menjelaskannya. Kalau ada muballig Alquran selain dia, itu hanyalah penyambung apa yang sudah dikerjakan Nabi saw. Muballig pertama adalah Nabi saw. Model muballig yang benar adalah model Nabi saw. Jika ada muballig yang lain dari model Nabi saw. berarti muballig yang menyimpang. Setiap penjelas terhadap Alquran harus mengikuti penjelasan penjelas pertama, yaitu Nabi saw.<br /><br />Alasan akal yang dikemukakan Ingkar Sunnah juga tidak kuat.<br /> 1. Pendapat Inkar Sunnah tentang Alquran sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lain tidak bisa dipahami, baik secara nakli maupun akli. Sebagai dikemukakan sebelumnya banyak sekali ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Nabi saw. bertrugas memberi penjelasan (bayan) kepada Alquran. Secara akli juga argumen mereka membingungkan. Kenyataan menunjukkan bahwa penjelasan yang agak detail dalam Alquran sangat sedikit. Mengenai perempuan-perempuan yang haram dinikahi, pembagian harta warisan, dan pencatatan hutang mengutang diterangkan dalam Alquran agak detail. Itu pun tidak lengkap. Hal-hal lain tidak demikian. Mengenai pelaksanaan salat, puasa, zakat, haji, nikah, penyelenggaraan jenazah, dan muamalah disebutkan dalam Alquran sangat umum. Dari perintah-perintah Alquran dapat dipahami bahwa salat, puasa, zakat, dan haji adalah wajib atas setiap Muslim. Akan tetapi, berapa kali salat sehari semalam, berapa rakaat masing-masing waktu, bagaimana cara melaksanakannya, apa yang mesti dilakukan dalam salat dan apa yang tidak boleh dilakukan tidak dijelaskan secara terpe-rinci dalam Alquran. Karena itu perlu penjelasan tentang operasionalnya. Orang yang paling berkompeten menjelaskannya sebelum siapa pun, termasuk ulama adalah orang yang langsung menerima perintah-perintah tersebut, yaitu Nabi saw. Tanpa petunjuk operasional dari Nabio saw., maka cara pelaksanaan salat maka kemungkinan cara pelaksanannya ada dua kemungkinan, yaitu berdasarkan hasil musyawarah atau berdasarkan ijtihad masing-masing.<br /> Kelompok Inkar Sunnah Jakarta mendasarkan pelaksaan salat mereka kepada hasil musyawarah, yaitu lima kali sehari semalam dengan ketentuan masing-masing dua rakaat tanpa azan dan iqamah. Tetapi di antara mereka juga ada yang menetapkannya tiga kali saja sehari semalam. Menurut kelompok ini, salat lima kali itu buatan manusia. Mereka ini mendasarkan pendapatnya kepada surat al-Isra’ ayat 78 : “Dirikanlah salat dari sesudah tergelincir matahari sampai gelap malam dan fajar. Sesungguhnya salat fajar itu disaksikan .“ Menurut yang mereka pahami dari ayat ini, salat itu tiga kali sehari semalam, yaitu sesudah matahari tergelincir, ketika malam sudah gelap, dan waktu fajar.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> Bagi kelompok ini, tidak ada salat lain dalam Islam. Salat menurut Alquran hanya tiga waktu dan tiga macam ini saja. Perintah Alquran untuk salat pada hari Jumat tidak lain daripada salat sesudah tergelincir matahari.<br /> Penafsiran ini sangat lemah. Perintah untuk salat hari Jumat itu istimewa. Perintah itu disertai perintah segera dan meninggalkan perniagaan. Sesudah melaksanakannya dianjurkan keluar dari salat dan kembali melakukan kegiatan mencari karunia Allah. Ini menunjukkan bahwa salat Jumat itu dikerjakan dalam suatu iven tertentu, lain dari pelaksanaan salat regular. Dalam surat al-Isra’ ayat 79 ada lagi perintah salat tahajjud. Seharusnya, Inkar Sunnah juga mewajibkan salat tahajjud. Sebab, ayat ini persis jatuh sesudah perintah salat yang tiga kali versi mereka. Lebih mengikat mereka lagi paham mereka yang tidak membedakan antara status wajib dan sunnat. Dalam surat al-Muzzammil ayat 2-4 ada lagi perintah lain : “Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). Seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu. Dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.” Dalam surat Hud ayat 114, “Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan dari malam.” Dalam surat al-Baqarah ayat 238, “Pelihara kamulah segala salat dan salat wustha (pertengahan).” Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa masih ada macam salat yang lain dari tiga macam yang mereka sebutkan. Tidak mudah untuk mengkompromikan berbagai sebutan salat yang berbeda-beda itu. Ada sebutan salat tahajjud, salat lail, salat Jumat, salat dua tepi malam, salat wustha. Namun, mereka hanya mengambil satu ayat dan menelantarkan ayat-ayat lain. Ini adalah akibat mereka tidak mengakui penjelasan Nabi saw. Mereka terpaksa membuat penafsiran sendiri. Jika mereka mengumpulkan ayat-ayat tentang salat, mereka akan bingung sendiri. Karena memaksakan penafsiran sendiri, maka mereka terpaksa mengabaikan sebagian ayat Alquran. Akhirnya mereka bukan hanya Inkar Sunnah, tetapi juga “inkar sebagian Alquran.”<br /> Dalam membela paham Inkar Sunnah ini, Kassim Ahmad membuat keterangan yang lebih mengacaukan lagi. Menurut dia, ibadah-ibadah agama, salat, puasa, zakat, haji telah diajarkan Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan pengikut-pengikutnya dan diturunkan dari mereka kepada generasi demi generasi sampai kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Menurutnya, orang Arab juga telah melakukan salat sebelum Muhammad. Hal ini didasarkannya kepada ayat Alquran, “Salat mereka di rumah suci tidak lain daripada penipuan dan kesesatan.”<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a> Keterangan Kassim Ahmad ini berarti bahwa salat yang diwajibkan kepada kaum Muslim sama persis dengan salat yang diwajibkan kepada Nabi Ibrahim dan juga orang Arab sebelum kebangkitan Nabi Muhammad saw. Sementara Kristen Ortodok Siria sendiri menklaim salatnya tujuh kali sehari semalam. Mereka juga ada rukuk dan sujudnya walaupun bentuknya sedikit berbeda dengan yang diwariskan Nabi saw. Misalnya, ketika rukuk, mereka meletakkan telapak tangannya di kening. Sekiranya Kassim Ahmad benar dalam klaimnya bahwa salat sudah ada sebelum Islam, cara yang mana yang benar. Setidaknya sekarang sudah ada tiga cara salat. Salat versi Nabi, versi Inkar Sunnah, dan versi Kristen Ortodok Siria. Di kalangan Inkar Sunnah juga ada versi lima kali dan ada versi tiga kali saja. Bahkan, salat versi Kassim Ahmad bebas. Untuk memilih satu atau yang lain dari versi-versi yang berbeda ini apa landasannya. Keterangan Alquran sifatnya umum, tidak mendetail. Bagi kaum Muslim landasannya jelas keterangan Ha-dis Nabi saw. Bagi Inkar Sunnah tentunya pikiran dan hasil musyawarah sebagaimana yang dilakukan kelompok Inkar Sunnah di Jakarta. Ketentuan salat seperti ini adalah filsafat, bukan agama. Yang dinamakan ibadah itu adalah perbuatan yang ditentukan Allah.<br /> Untuk merespon hal ini Kassim Ahmad membuat keterangan tambahan. Setelah menerangkan dengan yakin bahwa salat itu berpunca dari amalan Nabi Ibrahim yang diwariskan kepada generasi-genarasi sesudahnya, Kassim Ahmad mengatakan bahwa namun demikian Alquran juga menyatakan beberapa perincian kaedah salat. Umpamanya, semuanya lima waktu (11: 114, 17: 78, 24: 58, 2: 238, 30: 17-18 dan 20 130); perbuatan rukuk dan sujud (22:77); meringkasakan sembahyang dalam perjalanan (4: 101); bentuk yang boleh disesuaikan dalam keadaan perang dan keadaan luar biasa (4: 103; berpakaian elok (7: 31); cara bacaan yang sederhana (17: 110); jangan menyerukan selain Allah dalam sembahyang (72: 18) dan cara-cara wuduk (5: 6) dan 4: 43). Jadi--katanya—walaupun perincian gerak-gerik tidak diberikan dalam Alquran, banyak perincian kaedah ada diberikan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br /> Penjelasan ini masih sangat umum. Keterangan ini belum dapat menjawab pertanyaan cara yang mana yang benar dari berbagai versi salat tersebut di atas.Karena itu, Kassim Ahmad harus memutar logika lagi pada penjelasannya selanjutnya. Keterannya berikut ini merupakan ketarangan puncak dan final tentang cara salat di kalangan Inkar Sunnah. Bahkan, dapat dikatakan bahwa inilah kesimpulan dari seluruh pemahaman ibadah dan agama menurut Inkar Sunnah. Karena itu, analisis terhadap masalah salat versi Inkar Sunnah ini dikemukakan agak panjang agar dapat dijadikan tolok ukur kerangka berpikir Inkar Sunnah secara keseluruhan.<br /> Menurut Kassim Ahmad, Alquran mengajarkan agar jangan mempertikaikan bentuk dan kaedah salat. Bentuk dan kaedah salat tidak begitu penting jika dibandingka tujuan. Apa yang penting ialah kebaikan dan kejujuran dalam melakukan kebaikan. Pendapatnya ini didasarkannya kepada surat al-Baqarah ayat 177, “Kebaikan bukanlah berpaling ke timur atau ke barat. Kebaikan ialah beriman kepada Tuhan, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi,dan mendermakan uang yang kita sayangi kepada kaum keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang asing, pengemis-pengemis, dan membebaskan hama-abdi, dan melaksanakan salat dan zakat, dan menunaikan janji-janji yang dibuat, dan tetap teguh menghadapi bencana, kesusahan dan peperangan. Inilah mereka yang benar, inilah mereka yang baik.” Kemudian ia juga mengemukakan surat al-Ma`un.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br /> Ayat-ayat yang dikemukakan ini sangat umum. Ayat-ayat ini sama sekali tidak menje-laskan bahwa cara dan bentuk salat tidak perlu. Memang kelompok Inkar Sunnah selalu berpegang kepada ayat-ayat yang bersifat umum dan mengeksploitasi maknanya kepada hal-hal yang bersifat detail. Dalam surat al-Baqarah yang dikemukakannya sendiri disebutkan bahwa melaksanakan salat dan zakat. Jika dihubungkan dengan pangkal ayat, maka salat tidak perlu menghadap Kiblat. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 144 ditegaskan agar dalam salat menghadap Kiblat, “Maka palingkanlah wajahmu kea rah Masjidilharam.” Apakah menghadap Kiblat bukan salah satu kaedah salat. Kalau itu tidak penting berarti ayat ini tidak penting.<br /> Menurut Kassim Ahmad, ada hikmahnya yang besar mengapa Tuhan tidak memperincikan bentuk dan kaedah salat dalam Alquran. Pertama karena bentuk dan kaedahnya sudah diajarkan kepada Nabi Ibrahim. Kedua, karena bentuk dan kaedah tidak begitu penting dan Tuhan ingin memberikan kelonggaran kepada umat Muhammad supaya mereka boleh melakukan salat dalam keadaan apa pun. Satu peringatan yangv amat baik kepada umat Islam supaya kembali dan berpegang kepada Alquran dan jangan mempertikai bentuk dan kaedah.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> Sebenarnya, sunnah Nabi ialah Alquran. Beliu berpegang teguh kepada Alquran dan mengikuti perintah-perintah Tuhan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a> Ini sejalan dengan dua artikel seorang tokoh Inkar Sunnah dari Mesir, Taufik Sidqi yang berjudul, al-Islam huwa al-Qur’an wahdah (Islam adalah Alquran saja) dan dibuat dalam majalah al-Manar, nomor terbitan ke-7 dan ke-12 di Mesir. Dalam kedua tulisan ini, Taufik Sidqi menjelaskan bahwa Alquran saja yang menjadi sumber ajaran Islam, tidak masuk Hadis.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a> <br /> Uraian di atas menunjukkan bahwa bentuk dan cara salat menurut Inkar Sunnah tidak penting dan tidak ada. Karena itu, di kalangan Inkar Sunnah sendiri tidak ada kesepakatan ten-tang cara salat. Tidak ada bacan tertentu dalam salat. Salat boleh dengan bahasa Indonesia. Sebagian mereka mengakhiri salat dengan hamdalah, bukan salam.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a> Karena tidak cara tertentu, maka cara salat Kristen Ortodok Siria yang tujuh kali sehari semalam dengan meletakkan telapak tangan ke dahi ketika rukuk tentunya sah-sah saja dilakukan kelompok Inkar Sunnah. Apalagi, secara historis Agama Kristen lebih dahulu lahir daripada Islam. Jangan-jangan, cara salat Kristen ini lebih orisinal dari cara salat kelompok Inkar Sunnah. Sebab, dengan pendekatan sejarah, semakin dekat kepada sumber asal yang dalam hal ini sumber salat pertama Nabi Ibrahim adalah semakin besar kemungkinan autentisitasnya. Logika ini berlaku untuk cara zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Artinya tidak ada ketentuan khusus tentang pelaksanaannya menurut kelompok Inkar Sunnah. <br /> Adapun menurut pandangan pengikut Sunnah Nabi saw., memang sebagian syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw. sebagiannya berasal dari nabi-nabi sebelumnya, terutama Nabi Ibrahim, termasuk haji dan khitan. Akan tetapi, pelakasanaanya tidak semuanya sama. Misalnya, sepanjang informasi yang ada, Nabi Ibrahim berkhitan ketika umur delapan puluh tahun. Dalam Islam tidak demikian. Nabi Ibrahim menyembelih putranya. Kebetulan saja Allah menggantinya dengan seekor kibas. Dalam Islam tidak demikian. Kemudian, kalau Nabi umat Islam itu Muhammad saw., tetapi umatnya tidak boleh mengikuti keterangan dan amalnya, melainkan harus Alquran saja. Mengapa kita mengikuti sunnah Nabi Ibrahim, tidak Kitab Suci yang diturunkan kepadanya, yaitu Shuhuf. Logika Inkar Sunnah tidak adil. Seharusnya yang diikuti adalah Shuhuf Ibrahim, bukan perbuatan Ibrahim. Jika kelompok Inkar Sunnah ingin mengikuti Shuhuf Ibrahim as., mereka harus mencarinya dan mencari yang aslinya. Sekarang, Nabi kita adalah Muhammad saw. Amal dan penjelasannya termuat dalam kitab-kitab Hadis. Seleksi terhadap yang sahih dan yang daif secara ilmiah telah dilakukan para ulama yang berkompeten. Siapa saja boleh melakukan penelitian terhadap hadis yang sahih. Hadis sahih dapat diamalkan dan hadis yang lemah tidak boleh diamalkan. Mengapa kelompok Inkar Sunnah tidak berpikir ilmiah. Justru percaya kepada sunnah Ibrahim yang sama sekali tidak jelas sumbernya. <br /> <br /> 1. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang Arab bisa memahami Alquran dengan baik. Setiap ilmu mempunyai terminologi sendiri. Untuk memahami Alquran juga membutuhkan kompetensi khusus. Setiap ilmu mempunyai terminology tersendiri. Bukan setiap ahli bahasa Arab yang bukan ahli filsafat mampu memahami filsafat yang ditulis dalam bahasa Arab. Begitulah ilmu-ilmu itu seterusnya. Seorang ahli akan memahami ilmu yang dibidanginya. Demikian juga ahli tafsir. Seorang mufasir harus menguasai bahasa Arab, menguasai nahu, saraf, dan balaghah, menguasai hadis-hadis dan ilmu hadis yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan, mengetahui sebab turun ayat, mengetahui konteksnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, mengetahui usul fikih dan kaedah-kaedah umum agama.Tanpa pengetahuan yang memadai tentang ilmu-ilmu tersebut ini, seseorang akan menafsirkan Alquran dengan kacau, seperti orang yang berlayar tanpa arah. Dirinya akan sesat dan orang yang ikut dalam perahunya ikut sesat bersamanya. Demikian juga halnya dengan orang yang berusaha memahami Hadis Nabi saw. tanpa penguasaan ilmu-ilmu tersebut akan memahamkannya sesuka hatinya. Karena Pengingkar Sunnah memahamankan Alquran tanpa Hadis dan tanpa alat-alat yang dibutuhkan, maka timbullah kekacauan. Cara salat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya diserahkan kepada masing-masing. Bagaimana bisa melaksanakan salat berjemaah kalau caranya dan bahasanya menurut masing-masing. Padahal, Alquran sendiri memerintahkan agar salat berjamaah. Warka`u ma`ar raki`in (Rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk).<br />1. Jika Sunnah yang menjelaskan ayat-ayat yang umum dikatakan penyebab perpecahan, maka tafsir tanpa Sunnah tentunya lebih membuat kekacauan. Selagi ada Sunnah masih juga muncul beberapa mazhab di kalangan umat Islam sekalipun perbedaannya tidak dalam hal yang prinsipil. Tanpa Sunnah tentunya setiap orang memiliki mazhab sendiri. Sekian juta umat Islam maka cara salat, puasa, dan hajinya akan menjadi sekian juta pula. Apakah ini bukan kekacauan?<br />2. Pengkaji Hadis mengetahui bahwa para sahabat belajar Hadis dari Nabi dan meriwayatkannya kepada generasi sesudah mereka. Para sahabat pun mencatat Hadis untuk hafalan mereka. Catatan mereka disebut shahifah. Ada yang berisi seribu hadis. Shahifah-shahifah itu berjumlah empat puluh buah. Mereka mengahafal dan begitulah dari generasi ke generasi. Apa yang dikatakan orientalis bahwa Hadis muncul pada pertengahan abad kedua Hijrah tidak benar. Sebab, objek penelitian mereka tidak metodologis. Mereka mengambil sampel dari kitab-kitab yang bukan sumber asli Hadis. J. Schacht misalnya sengaja mengambil sampel kitab Muwaththa’ Malik agar ia menemukan banyak sanad yang tidak lengkap. Atas dasar sampel yang salah itu ia menggeneralisir bahwa semua Hadis tidak benar datang dari Nabi karena tidak lengkap sanadnya. Seharusnya ia mengambil kitab hadis yang asli, seperti Musnad Ahmad dan Shahih al-Bukhari yang tentunya ia akan mendapatkan sanad-sanad yang lengkap dan bersambung.<br />3. Tuduhan sahabat dan tabiin berbohong sangat naïf. Keadilan sahabat dan para periwayat hadis yang makbul itu dibuktikan dalam berbagai kitab biografi periwayat Hadis. Sahabat itu jumlahnya banyak. Menurut Abu Zur`ah, jumlah sahabat ketika Nabi wafat 114.000 orang. Namun, sahabat yang terlibat dalam periwayatan Hadis yang sampai kepada kita dan perlu dibahas sepanjang kajian sanad sangat sedikit dibandingkan jumlah itu. Berdasarkan keterangan Muhammad `Ajjaj al-Khathib, sahabat yang meriwayatkan seribu hadis ke atas hanya tujuh orang, yang meriwayatkan dua ratus hadis ke atas sebelas orang, yang meriwayatkan seratus hadis ke atas dua puluh satu orang, yang meriwayatkan puluhan hadis kurang dari dari seratus orang, yang meriwayatkan sepuluh hadis ke bawah seratusan orang , yang meriwayatkan satu hadis saja lebih kurang tiga ratus orang. Jumlah seluruhnya 539 orang sahabat.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a> Diasumsikan saja lebih daripada itu. Misalnya tujuh ratus orang. Apakah tidak logis bila jumlah yang demikian dari total 114.000 orang sebagai sahabat yang saleh dan terpercaya dalam meriwayatkan Hadis. Sekiranya kaedah yang berbunyi, “Sahabat seluruhnya adil” diberlakukan kepada mereka ini, tentunya sangat logis. Seleksi terhadap Hadis juga terus dilakukan, baik melalui sanad maupun melalui matan. Makanya ada hadis yang mutawatir<a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a>, sahih<a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a> , hasan<a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a> , dha`If<a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a> , bathil<a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a> , dan maudhu`<a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a>. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri tentang kritik sanad dan kritik matan, memang berkembang secara bertahap. Halnya sama dengan ilmu yang lain. Tetapi, kinerja seleksi Hadis sudah dilakukan sejak zaman sahabat. Karena itu, dalam sejarah, mereka mempertanyakan sanad hadis yang dikemukakan kepada mereka, mereka menerima hadis tertentu dan menolak hadis yang lain. Ini berarti, mereka memiliki ilmu tentang kriteria hadis yang dapat dijadikan hujah.<br />5. Sehubungan dengan itu, pada tanggal 27 Juni 1994, MUI Pusat telah memfatwakan bahwa aliran yang tidak mempercayai Sunnah adalah sesat dan berada di luar Agama Islam serta meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah tegas melarangnya.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftn18" name="_ftnref18">[18]</a> Pada tahun 2006 di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang telah muncul suatu kelompok yang menamakan dirinya sebagai Soul Training dan menklaim telah melakukan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak pernah mewariskan apa pun pada umatnya kecuali hanya Kitab Suci yang Agung Al-Quran al-Karim dan bahwa sesungguhynya salat tarawih/salat qiyam Ramadan benar-benar bukan salah satu tuntunan Islam. Kelompok ini juga berpendapat bahwa umat Islam telah ditipu, disesatkan, dan dipecah-belah oleh Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii, dan Imam Hambali. Penjelasan lebih detail dapat dibaca pada laporan mereka yang dikeluarkan di Pagar Mer-bau, 6 Juni 2006. Paham ini berarti penolakan terhadap Hadis Nabi saw. Mengenai paham ini, Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Deli Serdang telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 24 Juni 2006. Isinya adalah bahwa Soul Training, aliran sesat dan menyesatkan. Aliran Soul Training tidak dibenarkan untuk dikembangkan sebab meresahkan dan merusak akidah Islam. Mengakui, mengikuti dan mengembangkan aliran Soul Training hukumnya haram. <br /><br /> Medan, 17 Juli 2007<br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref1" name="_ftn1"></a> [1]Kassim Ahmad, Hadis Satu Penilaian Semula, Media Intelek SDN BHD, Petaling Jaya, Malaysia, 1986, hlm. 12.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref2" name="_ftn2"></a> [2]Ibid., hlm. 13.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref3" name="_ftn3"></a> [3]Abduh Zulfidar Akaha, Debat Terbuka Ahlu Sunnah versus Inkar Sunnah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2006, hlm. 58.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref4" name="_ftn4"></a> [4]Kassim Ahmad, op. cit., hlm. 44.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref5" name="_ftn5"></a> [5]Ibid., hlm. 46.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref6" name="_ftn6"></a> [6]Ibid.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref7" name="_ftn7"></a> [7]Ibid., hlm. 47.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref8" name="_ftn8"></a> [8]Ibid., hlm. 50.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref9" name="_ftn9"></a> [9] Muhammad Thahir Hakim, As-Sunnah fi Muwajahah al-Abathil, al-Amanah al-`Ammah li Rabithah al-`Alam al-Islami, Makkah, 1402 H, hlm. 45.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref10" name="_ftn10"></a> [10]Abduh Zulfidar Akaha, op. cit., hlm. 58-59.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref11" name="_ftn11"></a> [11]Muhammad `Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, Dar al-Fikr, Beirut, 1409 H/1989 M, hlm. 401-404<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref12" name="_ftn12"></a> [12]Mutawatir berarti periwayatan hadis oleh sejumlah orang dari sejumlah orang sampai kepada generasi sahabat yang jumlah masing-masing generasi periwayat banyak asehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta untuk menciptakan hadis itu dan membangsakannya kepada Rasul saw. Periwayatan seperti ini menghasilkan keyakinan atas riwayat itu.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref13" name="_ftn13"></a> [13]Sahih berarti periwayatan yang memenuhi syarat-syarat sahih, yaitu rangkaian periwayat dari satu periwayat kepada periwayat di atasnya bersambung, tidak terputus, periwayat adil, dhabith, tidak terdapat padanya keganjilan dan cacat tersembunyi. Periwayatan seperti ini menghasilkan kepercayaan bahwa hadis itu benar berasal dari Nabi saw. Hadis sahih memiliki kekuatan hujah.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref14" name="_ftn14"></a> [14]Hasan berarti periwayatan yang memenuhi syarat-syarat sahih, kecuali dhbithnya kurang sempurna. Periwayatan seperti ini juga memiliki kekuatan hujah di bawah kehujahan sahih. <br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref15" name="_ftn15"></a> [15]Dha`if berarti periwayatan yang tidak memenuhi syarat-syarat hasan. Karena itu, periwayatn seperti ini tidak dapat dijadikan hujah dan tidak boleh meriwayatkannya tanpa menerangkan statusnya.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref16" name="_ftn16"></a> [16]Bathil berarti pembangsaan sebuah pernyataan kepada Nabi saw. secara tidak sengaja. Periwayatan seperti ini hakikatnya sama dengan hadis palsu, tidak boleh dijadikan hujah. Bedanya, periwayat tidak sengaja menciptakan dan membangsakannya kepada Nabi saw.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref17" name="_ftn17"></a> [17]Maudhu` berarti periwayatan hadis secara palsu, yaitu penciptaan suatu pernyataan dan pembangsaannya kepada Nabi saw. sengaja bohong. Hadis palsu tidak boleh dijadikan hujah dan periwayatannya haram kecuali untuk pemeberitahuan kepada pembaca atau pendengarnya.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4341332882696804108#_ftnref18" name="_ftn18"></a> [18]Depag RI, Himpunan Fatwa Majelis Uama Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 105-109. </p>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-23422690870117826212008-02-22T07:29:00.000-08:002008-02-22T07:31:14.955-08:00GOLPUT DAPAT MENYEBABKAN DOSA<div align="justify">Oleh : Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI Tk. I SU<br /><br /> Pemilihan calon gubernur Provinsi Sumatera Utara dijadwalkan pada tanggal 16 April 2008. Berarti tidak sampai empat bulan lagi dari sekarang. Pendaftaran pemilih di kantor Desa/Ke-lurahan dijadwalkan dari tanggal 20 sampai 31 Desember 2007 dengan membawa persya-ratan KTP/KK dan surat keterangan Kades /Lurah. Warga yang tidak mendaftar sampai 31 Desember 2007 berarti tidak mempunyai hak un-tuk ikut memilih calon gubernurnya. Ini juga berarti bahwa orang yang tidak memiliki KTP dan/atau identitas diri yang resmi tidak bisa men-daftar. Orang yang tidak mendaftar untuk menjadi pemilih sampai akhir Desember sama dengan Golput. <br /> Menggunakan hak suara dalam memilih kepala negara dan pim-pinan daerah sesuai jenjangnya adalah hak setiap warga dan sekaligus sebagai kewajiban dalam melaksanakan perannya untuk memper-juangkan kepemimpinan yang baik bagi bangsa dan daerahnya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit warga yang tidak menggu-nakan hak pilihnya. Orang yang tidak menggunakan hak pilihnya di-kenal dengan sebutan golongan putih alias Golput. Ada yang menghi-tung jumlah Golput antara 35 sampai 40 %. Bahkan, ada yang memper-kirakan jumlah Golput ke depan lebih banyak lagi.<br />Banyak faktor yang menyebabkan orang Golput. Dalam diskusi tentang Golput yang dilaksanakan di Kantor KAHMI, Medan pada tanggal 8 Desember 2007 muncul analisis bahwa faktor yang menye-babkan Golput antara lain adalah budaya masyarakat yang kurang acuh pada politik dan sikap pasimis dari masyarakat bahwa siapa pun yang menjadi pemimpin tidak akan membawa perubahan kepada nasib rak-yat. Analisis ini benar adanya, terutama tentang rasa pasimis masya-rakat akan kemajuan yang diharapkan dari suatu pergantian kepemim-pinan. Masyarakat sudah berpengalaman bahwa setiap kampanye pemi-lihan, masing-masing calon pemimpin dan pendukungnya memberikan seribu satu janji, tapi satu pun tidak ditepati. Karena itu, banyak warga yang kesal dengan Pilkada dan memilih sikap Golput.<br /> Analisis lain mengatakan bahwa kelalaian mendaftarkan diri menjadi pemilih di kelurahan atau petugas pendaftaran merupakan satu faktor menyebabkan orang Golput. Lebih jauh dari itu, analisis juga mengatakan adanya kesengajaan dari pihak tertentu untuk mengga-galkan orang-orang tertentu memberikan suaranya. Mungkin, pihak ter-tentu ini menganggap bahwa keikutsertaan orang-orang yang sengaja digagalkan memilih ini akan merugikan pihak calon yang didukungnya. Pekerjaan seperti ini tentunya salah menurut hukum dan moral.Tetapi, ini bisa terjadi karena dalam banyak kesempatan politik itu busuk dan kejam. <br /> Menurut Islam, hukum mengangkat kepala negara adalah wajib berdasarkan Alquran, Hadis, ijmak, dan akal. Dalam surat an-Nisa’ : 59, orang-orang Mukmin diperintahkan patuh kepada Allah, Rasul dan penguasa mereka. Dalam hadis riwayat Abu Dawud diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, Iza kuntum tsalatsah fi safarin fal yu’am-miru ahadahum (Jika ada tiga orang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat (pemimpin) salah seorang di antara mereka). Da-lam perjalanan saja diperintahkan agar mengangkat pemimpin. Para sahabat dan tabiin ijmak (sepakat) atas wajibnya mengangkat imam atau kepala negara. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa manu-sia tidak dapat hidup harmonis tanpa adanya pemerintahan yang sah mengatur pergaulan mereka. Tentang wajibnya mengangkat kepala ne-gara, para ulama dari masa ke masa, seperti al-Baghdadi (w. 429 H), al-Mawardi (w. 450 H), Ibn Hazm (w. 456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H), dan ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara. Untuk pemimpin negara disebut kepala negara, sedang untuk pemimpin daerah disebut kepala daerah. <br />Mengenai tugas kepala negara, dalam surat al-Hadid : 25 dije-laskan bahwa di antara tugas Rasul dan para pengikut yang datang se-sudahnya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan membantu Agama Allah. Ayat ini menjelaskan bahwa tugas kepala ne-gara, termasuk para pembantunya di semua daerah ada dua, yaitu me-negakkan keadilan dan menolong Agama Allah. Kedua tugas khalifah atau kepala negara ini dipertegas Ibn Khaldun dalam kitab Muqad-dimah-nya halaman 218. Untuk tugas pertama bisa dilakukan orang yang beragama dan orang yang tidak beragama. Tetapi, untuk tugas ke-dua, tidak mungkin dilakukan oleh pemimpin yang tidak beragama, apalagi orang yang tidak suka kepada Agama Allah.<br />Keterangan ini menunjukkan bahwa dalam Islam, urusan dunia tidak terpisah dari Agama. Masalah politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan budaya adalah bagian dari urusan Agama. Kepemimpinan juga ti-dak terlepas dari Agama Islam karena pengurusan Agama juga merupa-kan bagian tugas pemimpin negara. Islam beda dengan paham sekuler yang memisahkan urusan dunia dan politik dari Agama. Karena itu, umat Islam wajib memperjuangkan kepala negara dan pembantu-pem-bantunya di daerah agar muncul dari orang yang diharapkan akan me-ngurusi dan memelihara Agama Allah. <br />Berikut ini akan dikutip beberapa ayat Alquran terjemahan resmi Departemen Agama RI. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka men-jadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mere-ka.” (al-Maidah: 51). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi walimu, orang-orang yang membuat Aga-mamu jadi buah ejekan dan permainan.” (al-Maidah : 57) dan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu.” (an-Nisa’ : 144)<br /> Uraian di atas menunjukkan wajibnya umat memperjuangkan pemimpin, termasuk pemimpin daerah yang dapat diharapkan meme-lihara Agama Allah. Perjuangan minimal yang bisa dilakukan oleh se-mua orang adalah memberikan suaranya, seperti dalam Pilkada untuk mendukung pemimpin yang akan mengurusi Agama Allah. Orang Is-lam yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk mendukung calon pe-mimpinnya dan gara-gara tindakan Golput-nya, calon pemimpinnya kalah, maka berdosalah dia. Sebab, tindakan Golput-nya telah menye-babkan kalahnya pemimpin yang akan menegakkan keadilan dan seka-ligus mengurusi Agama Allah. Inilah yang dimaksud dalam judul bah-wa Golput dapat menyebabkan dosa. Orang Islam yang Golput ini me-nanggung dosanya, sedang orang lain akan menanggung musibah yang ditimbulkannya.<br />Agar tidak terperangkap ke dalam Golput, umat Islam berkewa-jiban mengurus pendaftaran diri menjadi pemilih sesegera mungkin ka-rena masa pendaftran sebentar lagi akan berakhir.<br /><br /><br /> Medan, 19 Desember 2007<br /><br /><br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br /><br /> </div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-18854787603276301682008-02-22T06:58:00.000-08:002008-02-22T07:00:17.433-08:00DRAF KOMPILASI HUKUM ISLAM<div align="justify">Oleh: DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN-SU<br />Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Tk.I MUI-SU<br /><br /><br /><br /><strong>A. Pendahuluan<br /></strong> Alhamdulillah, Islamisasi hukum di Indonesia telah berlangsung antara lain melalui pengeshan UU Perkawinan tahun 1973, lahirnya UU No. 7 tentang Peradilan Agama tahun 1989, Kompilasi Hukum Islam tahun 1991, UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariat yang disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998. Islamisasi dimaksudkan di sini adalah penetapan hukum Islam secara nasional yang diberlakukan terhadap pemeluk Agama Islam. Sejak awal kemerdekaan, umat Islam mengharapkan penerapan syariat terhadap pemeluknya. Ternyata, walaupun dalam aspek tertentu, harapan itu mulai menampakkan dirinya. Mudah-mudahan, UU tentang pornografi, perzinahan, perjudian, minuman keras, pakaian, makanan, pergaulan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram, pendidikan, dan seterusnya akan menyusul sehingga Islam sebagai pedoman hidup yang sempurna benar-benar berlaku di tengah umatnya. Dalam hubungan ini pula diharapkan Nangro Aceh yang sudah diberikan hak otonom untuk menerapkan syariat Islam segera tampil menjadi contoh daerah yang menerapkan syariat Islam secara total pertama di Indonesia. Namun demikian, di tengah berlangsungnya upaya Islamisasi hukum ini, umat Islam dikejutkan dengan draf Kompilasi Hukum Islam yang lain dari Kompilasi Hukum Islam yang lama dan lari dari nas Alquran dan Hadis.<br /> Draf Kompilasi Hukum Islam yang baru ini sungguh asing bagi hukum Islam yang dikenal di kalangan Islam sehingga mengagetkan banyak orang. Ada yang menilainya keluar dari syariat Islam, ada yang menyebutnya Kompilasi Hukum Inkar Syariat, dan bahkan ada yang mengkafirkannya. Sementara orang awam kurang mengikutinya dan bahkan lebih banyak yang sama sekali tidak mengetahuinya. Karena itu, melalui tulisan ini diharapkan agar umat Islam lebih banyak mengetahuinya dan berjuang untuk menggagalkannya.<br /><br /><strong>B. Isi Draf KHI<br /></strong> Kompilasi Hukum Islam yang masih dalam bentuk draf dan belum disahkan oleh DPR mengandung banyak ketentuan aneh. Di antara draf KHI yang perlu menjadi perhatian adalah (a) pasal 2 tentang perkawinan bukan ibadah, tetapi hanya kontrak yang didasarkan pada kesepakatan kedua pihak suami dan istri, (b) pasal 6 tentang wali nikah bukan rukun nikah, (c) pasal 6 tentang pencatatan sebagai rukun perkawinan, (d) pasal 11 tentang status perempuan boleh menjadi saksi seperti laki-laki, (e) pasal 7 tentang batas minimal usia perkawinan 19 tahun, baik calon istri maupun calon suami, (f) pasal 7 tentang gadis usia 21 tahun boleh menikahkan dirinya sendiri, (g) pasal 16 tentang mahar boleh diberikan oleh istri kepada calon suami, (h) pasal 49 tentang kesetaraan suami dan istri pada kedudukan, hak, dan kewajiban, (i) pasal 22 dan 28 tentang sahnya kawin kontrak dan dinyatakan bubar bersamaan dengan berakhirnya masa perkawinan, (j) pasal 51 tentang pencarian nafkah sebagai kewajiban bersama antara suami dan istri, (k) pasal 54 tentang kawin beda agama boleh selama dalam batas untuk mencapai tujuan perkawinan, (l) pasal 3 tentang poligami mutlak tidak boleh, (m) pasal 88 tentang iddah berlaku bagi istri dan suami, (n) pasal 88 tentang iddah didasarkan pada terjadinya akad, bukan pada dukhul, (o) pasal 53 tentang nusyuz bisa terjadi dari pihak suami, (p) pasal 1 dan 59 tentang khulu` dan talak adalah sama sehingga pelakunya boleh rujuk, dan (q) pasal 105 tentang suami dan istri sama-sama memiliki hak untuk rujuk.<br /> Pasal aneh tentang hukum waris antara lain adalah (a) pasal 2 tentang beda agama tidak penghalang waris-mewarisi, (b) pasal 16 tentang anak di luar nikah mewarisi dari ayah biologisnya, dan (c) pasal 8 tentang bagian anak laki-laki dan perempuan dalam harta warisan sama, satu banding satu.<br /><br /><strong>C. Tinjauan Analitik<br /></strong> Telah dikemukakan tujuh belas pasal bermasalah dalam KHI menyangkut hukum nikah dan tiga pasal mengenai hukum waris. Untuk menganalisa secara terperinci satu persatu pasal-pasal ini tentunya membutuhkan lembaran cukup banyak. Namun yang jelas, pasal-pasal yang dikemukakan tadi semuanya bertentangan dengan nas yang jelas, baik dalam Alquran maupun dalam Hadis. Di antaranya yang paling krusial adalah pasal 2 yang menyatakan dengan gamblang bahwa pelaksanaan nikah tidak ibadah. Ini berarti urusan nikah sudah keluar dari urusan Agama dan tidak sakral lagi. Karena itu, cara dan pelaksanannya disusun berdasarkan pikiran manusia saja dan boleh berbeda dengan ketentuan yang ada dalam Alquran dan Hadis. Padahal, aturan dan ketentuannya diatur dalam Alquran dan Hadis. Ini menunjukkan bahwa draf KHI sebenarnya usaha sekulerisasi, profanisasi Alquran dan Hadis, dan sekaligus penolakan status Alquran dan Hadis sebagai sumber hukum Islam. Pasal 3 tentang tidak bolehnya poligami secara mutlak. Pasal ini jelas bertolak belakang dengan Alquran surat an-Nisa’ ayat 3 yang artinya, “Maka nikahi perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”Ayat ini menerangkan bolehnya poligami sampai empat, meskipun disyaratkan adil. Maksud adil di sini adalah dalam hal pembagian waktu dan nafkah, bukan sama dalam cinta dan perasaan.Sebab, hal itu tidak mungkin terpenuhi dan tidak mungkin terukur. Inilah yang dimaksud dalam ayat 128 dari surat an-Nisa’. Nabi sendiri berpoligami. Para ulama dari dahulu sampai sekarang sepakat tentang bolehnya poligami walaupun mereka bervariasi tentang ketat dan longgarnya dalam memahamkan pengertian adil. Adapun alasan tim KHI tidak lain hanyalah akal semata. Apalagi, tim yang membuat draf KHI ini termasuk aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Pengarusutamaan Gender.<br /> Perlu diketahui bahwa Jaringan Islam Liberal (JIL) meyakini tiga pokok pikiran Agama yang mungkin diistilahkan “Tiga Rukun Agama JIL”, yaitu (1) semua agama sama, (2)tidak ada hukum dalam Islam, dan (3) Nabi Muhammad manusia biasa. Dari keyakinan semua Agama sama ini lahirlah pasal tentang bolehnya kawin beda agama dan pasal bolehnya beda agama saling mewarisi. Dari keyakinan tidak adanya hukum dalam Islam maka JIL leluasa menetapkan hukum sekehendak hatinya. Mereka pun mengambil hukum-hukum Barat yang sekuler seberapa maunya dan dibangsakan kepada Islam. Mereka pun berkata, “Jika hukum Islam yang selama ini sebenarnya hanyalah hasil ijtihad para ulama, maka kami pun berhak membuat hukum Islam berdasarkan ijtihad kami.” Mengenai pikiran ini perlu dikemukakan bahwa tidak semua hukum Islam hasil pikiran mujtahid. Ketentuan-ketentuan yang jelas dalam Alquran dan Hadis bukanlah hasil ijtihad. Para mujtahid hanya membahasakannya ke dalam terminologi hukum. Kemudian, aktivis JIL berbeda dengan para mujtahid setidaknya dalam (1) para mujtahid menguasai alat-alat untuk menggali hukum dari Alquran dan Hadis, seperti pengetahuan bahasa Arab, tafsir, Hadis, dan qawa`id usul dan qawa`id fikih, (2) tujuan mujtahid adalah semata-mata menggali hukum dari sumber aslinya, bukan untuk mendapatkan bantuan dari siapa pun dan bukan untuk mencocok-cocokkan Islam dengan pemikiran Barat atau Amerika, (3) mujtahid menggunakan metode dan pendekatan yang sesuai dengan bahasa Alquran dan Hadis, bukan metode yang dipaksa-paksakan (4) dalam mengistinbath hukum dan menuliskan-nya, mujtahid tidak mendapat bantuan apa pun dari Non-Muslim, (5) mujtahid siap disiksa oleh penguasa yang jahil karena mempertahankan kebenaran hukum yang diyakininya, dan (6) mujtahid warak dan mengamalkan ilmunya. Kita rindu melihat aktivis JIL yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut.<br /> Khusus mengenai metode dan pendekatan, JIL menggunakan pendekatan filsafat dan akal. Jadi, yang menjadi patokan mereka adalah akal, khususnya cara berpikir Barat. Segala sesuatunya diukur dengan akal. Dalam Islam akal menempati posisi penting. Bahkan, hadis menjadi lemah bila bertentangan dengan akal. Tetapi, akal yang tidak bebas nilai, yaitu akal yang telah mendapat cahaya dari Alquran dan Hadis, bukan akal Goldziher, Schacht, Juynboll, dan orang yang kafir terhadap Alquran dan Hadis.Segala hukum yang tidak sesuai dengan akal--sekali lagi akal Barat yang bebas nilai—akan dibuang dan diganti dengan konsep gender dan pluralisme. Konsep gender dan ide semua agama sama yang dijajakan oleh JIL adalah berasal dari Barat. Jika konsep mereka bertentangan dengan hadis, mereka akan mencari alasan mendaifkan hadis. Jika mereka tidak menemukan alasan melemahkan hadis, mereka dengan mudah berkelah dengan berbagai pendekatan Barat, termasuk pendekatan kontekstual untuk melegitimasi pendapat mereka. Demikian juga mereka memperlakukan Alquran. Tampaknya, pendekatan kontekstual merupakan senjata pamungkas yang paling ampuh meng-obrak-abrik ayat Alquran dan Hadis. “Rukun ketiga” dari “Agama” JIL, yaitu bahwa Nabi Muhammad sebagai manusia biasa juga merupakan landasan yang kuat untuk menyingkirkan Hadis. Karena manusia biasa, Muhammad bisa saja keliru. Untuk mengetahui cara perlakuan JIL terhadap Alquran dan Hadis lebih jelas dapat dibaca dalam buku Fiqih Lintas Agama karya Prof. DR. Nurcholish Madjid dkk.<br /> Pasal 28 tentang sahnya kawin kontrak (mut`ah ) atau kawin selama vakansi juga berbahaya. Selain dasarnya tidak kuat, pasal ini juga membuka kesempatan menambah perzinahan dan bencana bagi kaum perempuan. Di kalangan kaum Sunni kawin mut`ah tidak dibenarkan. Meskipun pada awal Islam Nabi saw. membolehkannya bagi tentara Islam yang lama meninggalkan keluarganya, tetapi kemudian Nabi tidak membolehkannya. Saat ini kaum Syiah saja yang membolehkannya. Tetapi, perlu diketahui bahwa di Iran sendiri nikah mut`ah dipandang aib dan jarang dilakukan. Tiba-tiba di Indonesia yang penduduknya Sunni, aib Syiah itu akan diformalkan menjadi peraturan yang diterapkan kepada kaum Sunni. Selain dasar hukumnya tidak dikenal di kalangan Sunni, bahaya mut`ah juga jelas. Selagi tidak dibolehkan pacaran dalam arti pergaulan bebas, banyak remaja Islam yang berzina, apalagi dibuka pintu, tentunya perzinahan lebih merajalelal lagi. Mut`ah jelas membawa bencana bagi keluarga perempuan. Sebab, kawin kontrak akan banyak melahirkan anak yang tidak berayah. Sekalipun ada iddah, tapi sejak semula si laki-laki tidak berniat nikah parmanen. Ia menikahi si gadis hanya untuk kepentingan waktu tertentu. Paling-paling ia sabar bertahan sampai habis iddahnya. Setelah itu, ia kawin mut`ah lagi dengan gadis yang lain. Maka banyaklah gadis yang akan menjanda dan anak-anak yang tidak berayah. Sementara laki-laki akan menjadi zawwaqun, yaitu laki-laki yang suka merasai rahim banyak perempuan, sedang ini dilarang tegas oleh Nabi saw. Jadi, urgensi pembaharuan hukum Islam yang diklaim oleh JIL sama sekali tidak terlihat di sini. Justru sebaliknya akan menimbulkan bencana, terutama bagi pihak perempuan.<br /> Pasal 54 tentang bolehnya nikah beda agama juga bertentangan dengan Alquran. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 221, “Dan janganlah nikahi orang-orang musyrik perempuan hingga mereka beriman…” dan, “Dan janganlah nikahkan orang-orang musyrik laki-laki (kepada perempuan-perempuan kamu) sehingga mereka beriman.” Sementara perempuan-perempuan Ahlulkitab jelas boleh dinikahi oleh Muslim laki-laki berdasarkan surat al-Maidah ayat : 6, “…dan orang-orang yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Kitab bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahi mereka...” JIL memprotes Alquran mengapa hanya membolehkan nikah dengan perempuan Ahlulkitab, tidak sebaliknya. Karena itu, mereka memaksa Alquran untuk membolehkan laki-laki Ahlulkitab nikah dengan perempuan Islam. Seolah-olah mereka lebih mengetahui daripada Alquran. <br /> Pada pasal 2 dari hukum warisan dibolehkan saling mewarisi orang yang berbeda agama. Pasal ini bertentangan dengan hadis yang artinya, “Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang Muslim.” Kelompok JIL berupaya mencari alasan mendaifkan hadis ini. Karena tidak menemukan alasannya, mereka berkelah dengan pendekatan kontekstual. Dahulu terjadi hubungan yang kurang baik antara Muslim dan non-Muslim sehingga hadis itu layak melarang waris beda agama. Sekarang—kata mereka—hubungan Muslim dan non-Muslim sudah baik, maka hadis itu tidak diberlakukan lagi. Klaim mereka ini terlalu mengada-ada. Di mana hubungan baik itu terjadi dan sejauh mana baiknya. Apakah hubungan baik sekarang ini sudah dapat menandingi hubungan baik di zaman Rasul di Madinah. Klaim ini bisa diterima oleh orang yang tidak mengerti sejarah. Paham ini jelas sebagai usaha menyahuti paham pluralisme Agama versi Barat. Pemahaman kontekstual ada dalam Islam, tetapi dalam keadaan tertentu. Ketika sebuah nas benar-benar tidak mungkin dipahami secara zahirnya. Dalam Islam dikenal kaedah, Tagayyurul ahkam bitagayyuril ahwal wal azminati wal amkinah (Hukum berubah karena perubahan keadaan, waktu, dan tempat), tetapi disertai dengan kaedah, al-Ashlu filkalami al-haqiqah (prinsip dalam pernyataan adalah makna hakiki) dan al-Manthuqu muqaddamun `alal Mafhumi (pemahaman tekstual didahulukan atas pemahaman kontekstual). Oleh karena itu, babi boleh dimakan dalam keadaan darurat, perbuatan syirik boleh dalam keadaan terpaksa (istikrah), dan suku Kuraisy dahulu syarat untuk menjadi khalifah, tetapi sekarang tidak lagi karena solidaritas Kuraisy tidak sekuat di zaman Rasul dan para sahabatnya. Pemahaman kontekstual dalam Islam dibolehkan tidak secara bebas, menurut keinginan. Sementara pembolehan saling mewarisi antara yang berbeda agama untuk umat Islam di Indonesia khususnya sama sekali tidak diperlukan. Anak yang berbeda agama tidak mendapat warisan dari orang tuanya yang Muslim di Indonesia sudah berlaku sejak masuknya Islam dan sampai sekarang tidak menimbulkan masalah. Paham pluralis agama dalam hal warisan di Indonesia adalah tindakan mengada-ada. <br /> <br /><strong>D. Penutup</strong> <br /> Uraian di atas menunjukkan kandungan draf KHI yang telah jauh melenceng dari syariat. Sebagiannya telah dianalisa secara ringkas sehingga jelas tergelincirnya dari syariat. Karena itu, umat Islam harus menolaknya dan masing-masing melakukan upaya untuk menggagalkannya. Sebab, jika draf KHI sempat disahkan DPR , maka jadilah hukum yang bukan syariat diterapkan kepada umat Islam di Indonesia. Lebih dari itu, umat Islam Indonesia berarti setuju dengan pemikiran JIL yang mengobrak-abrik Alquran dan Hadis yang sebenarnya merupakan protes terhadap syariat. Sebagai konsekwensinya, umat Islam berarti rela dengan lahirnya kaum protestan Islam.<br /> Untuk menolak draf KHI ini semua lembaga Islam, mulai dari MUI, NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah, Al-Ittihadia, Persis, Mathla`ul Anwar, PUI, serta ormas Islam lainnya, perguruan-perguruan tinggi Islam, partai-partai Islam, dan semua badan dan lembaga Islam berkewajiban bangkit mengajukan protes dan penolakan secara tegas terhadap draf KHI. Semua lembaga menyampaikan sikap keberatannya kepada DPR RI, Depag RI, dan pemerintah RI agar draf KHI ditolak dan dinyatakan tergelincir dari syariat. <br /> </div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-68639804156758297372008-02-22T06:54:00.000-08:002008-02-22T06:56:43.663-08:00HUKUM BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM<div align="justify">Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Tk. I MUI-SU<br /><br /><strong>A. Riba Haram</strong><br />Dalam kamus al-Mu`jam al-Wasith, jilid I karya Dr. Ibrahim Anis dkk. dijelaskan bahwa riba secara etimologis berarti kelebihan dan tambahan (al-fadhl wa az-ziyadah), sedang menurut syarak adalah kelebihan (tambahan) tanpa imbalan yang disyaratkan kepada salah satu dari dua orang yang melakukan akad. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid V, karya Drs. H. A. Hafizh Dasuki, MA, dkk dijelaskan bahwa para ulama fikih mendefinisikan riba sebagai “Kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya.” Maksudnya, tambahan terhadap modal uang yang timbul sebagai akibat suatu transaksi utang piutang yang harus diberikan terutama kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo.<br />Memang dalam berbagai kitab fikih ditemukan definisi tentang riba yang sedikit banyaknya berbeda antara satu dengan lainnya oleh para ulama. Namun, setelah mengemukakan beberapa definisi tersebut, Muhammad Baiba dalam kitabnya, al-Adillah al-Wafiyah fi Idhah al-Mu`amalat ar-Ribawiyah, halaman 21 menyimpulkan bahwa pada hakikatnya pengertian riba di kalangan ulama dari berbagai mazhab sama. Mereka berbeda pada redaksi saja. Muhammad Baiba menjelaskan pula bahwa umat telah ijmak (sepakat) atas haramnya riba. Tidak ada yang berpendapatr lain tentang hukum riba. Imam an-Nawawi juga dalam kitabnya, Syarh al-Muhazzab, jilid IX halaman 391 menjelaskan ijmak kaum Muslim tentang haramnya riba. Muhammad Baiba juga menegaskan bahwa banyak sekali ulama yang menerangkan tentang ijmak atas haramnya riba. Dari ulama kontemporer, Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya, Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram, halaman 14 menegaskan bahwa Islam sangat mengharamkan riba melalui nash-nash yang jelas dengan kandungan makna yang pasti (qath`i).<br />Adapun dalil haramnya riba dari Alquran antara lain adalah surat al-Baqarah ayat 275, “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”; surat Ali Imran ayat 130, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” Dalam surat al-Baqarah ayat 278 ditegaskan agar meninggalkan sisa riba, “ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak menunaikannya (perintah tinggalkan ini) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”<br />Sementara itu, Nabi saw. dengan berbagai ungkapan banyak sekali mengeluarkan larangan praktik riba. Antara lain adalah hadis riwayat Muslim, Abdullah berkata : Rasul saw. melaknat orang yang memakan riba dan yang memberikan riba.” Dalam riwayat Muslim juga diterangkan oleh Jabir bin Abdullah ra. : Rasul saw, melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberinya, orang yang menulisnya, dan dua orang yang menjadi saksinya.” Dengan ungkapan lain al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasul saw. bersabda : “Hindari kamulah tujuh hal yang membinasakan. Mereka (para sahabat) bertanya, “ Apa itu ya Rasul? Rasul saw, menerangkan: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah tanpa hak, dan memakan riba. Demikianlah seterusnya banyak sekali hadis tentang larangan melakukan riba dan haramnya hasil riba.<br /><br /><strong>B. Bunga Bank Sama Dengan Riba<br /></strong>Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah bunga bank sebagaimana yang dipahami secara konvensional dewasa ini sama dengan riba. Sistem bank konvensional tidak ada di masa Rasul, bahkan tidak ditemukan di zaman klasik dan pertengahan, Menurut sementara informasi, bank konvensional pertama sekali didirikan pada tahun 1157 M di Itali. Kemudian, sistem ini berkembang pada seperempat terakhir dari abad XVI dan mulai masuk ke negeri-negeri Islam pada akhir abad XIX. Oleh karena tidak tidak ditemukan di zaman Rasul, maka tidak ditemukan pula nash yang jelas tentang hukum bunga bank konvensional. Bahkan, dalam literatur klasik dan zaman pertengahan pun tidak ditemukan.<br />Sebagai pedoman hidup sepanjang zaman, Islam harus mempunyai sikap terhadap bunga bank. Suatu hal perlu diingat, bahwa dalil hukum dalam Islam itu tidak hanya Alquran dan Hadis. Selain itu ada ijmak, qiyas (analogi), mashlahah mursalah, istihsan, istishhab, uruf, syar`u man qablana, dan pendapat sahabat Nabi, Lebih daripada itu, dalam menetapkan hukum, Islam memiliki sejumlah kaedah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang timbul dalam masya-rakat. Dalam menerapkan dalil dan kaedah ini para ulama menggunakan ijtihad mereka yang kadang-kadang berakhir dengan perebedaan pendapat. Karena itu, mengenai hukum bunga bank juga terjadi perbedaan pendapat. Meskipun sejak lama sudah banyak ulama yang meng-haramkannya, namun masih ada yang memandangnya tidak sama dengan riba. Misalnya, Muhammad Baiba, Yusuf al-Qardhawi, Abu al-A`la al-Maududi, H.Nukman Sulaiman, H. Hamdan Abbas, dan sejumlah ulama telah lama memandang bung bank sama dengan riba. Akan tetapi, Rasyid Rida, A. Hassan, dan M. Qjuraish Shihab memandang keduanya berbeda sehingga hukumnya pun berbeda. Bahkan, di MUI Tk.I SU sendiri masalah hukum bunga bank dibicarakan pada tahun 1985 dan 2003 dan hasilnya masih tidak sepakat atas keharamannya. Akan tetapi, dengan keluarnya fatwa MUI Pusat tentang keharaman bunga bank tahun 2003, maka seluruh MUI tingkat daerah tunduk kepada fatwa MUI Pusat tersebut, termasuk MUI Tk.I SU.<br /><br /><strong>C. Fatwa dan Konsensus Tentang Bunga Bank<br /></strong>Selain dari pendapat-pendapat para ulama secara pribadi mengenai haramnya bunga bank, telah terbentuk beberapa fatwa dan konsensus tentang haramnya bunga bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri. Misalnya, Lembaga Pengkajian Islam Al-Azhar (Majma` al-Buhuts al-Islamiyah Al-Azhar) Mesir sejak lama telah mencapai konsensus tentang haramnya bunga bank. Pada tahun 1965 lebih dari 350 ulama dan pakar hukum Islam dari seluruh dunia melakukan pengkajian di Universitas al-Azhar. Ternyata mereka juga sampai kepada kesimpulan bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan dalam Islam. Pada tahun 1985, Fiqh Academy negara-negara OKI juga menyim-pulkan keharaman bunga bank. Pada tahun 1979 Dar al-Ifta Arab Saudi; pada tahun 1986 Fiqh Academy Muslim World; dan pada tahun 1999 Mahkamah Syari`ah Pakistan semuanya berkesimpulan tentang haramnya bunga bank. Delapan belas fatwa dari keputusan-keputusan para mufti Mesir sejak tahun 1907 sampai 2002 hampir seluruhynya mengharamkan bunga bank.<br />Secara organisasi, pada tahun 1991 Persis telah menetapkan bahwa bunga bank adalah haram. Pada Muktamar di Bandar Lampung tahun 1992, Nahdhatul Ulama meminta PB NU untuk mengupayakan memiliki bank yang tidak mengandung unsur yang haram. Pada tahun 1998, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa hukum bunga bank syubhat yang harus dihindari. Pada tahun 2001, Al-Washliyah menetapkan bunga bank termasuk riba dan hukumnya haram.Terakhir, pada tahun 2003 secara nasional MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang keharaman bunga bank.<br /><br /><strong>D. Keabsahan Fatwa MUI Pusat<br /></strong>Badan yang membidangi hukum dalam MUI adalah Komisi Fatwa. Komisi Fatwa ini terdiri dari para ulama dan pakar hukum Islam. Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank disepakati oleh ketua-ketua atau yang mewakili ketua komisi fatwa dari seluruh wilayah dan wakil-wakil dari ormas-ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, dan Al-Washliyah. Oleh karena itu, para peserta ijtima` yang memutuskan fatwa tersebut adalah orang-orang yang berkompeten dari sudut akademis dan memiliki kewenangan legal di bidangnya secara organisatoris maka ijtihad mereka dalam bentuk fatwa hukum adalah sah. Bahkan, sebelum fatwa dalam skala nasional ini keluar, fatwa dalam sekala internasional pun sudah berulang kali dikeluarkan dalam berbagai kesempatan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Karena itu, keberatan dari sementara orang tentang fatwa ini tidak perlu menimbulkan keraguan. Apalagi, keberatan itu memang munculnya dari orang-orang yang cara berpikirnya dikenal sekuler, tentunya tidak perlu dipertimbangkan.<br />Kemudian, dalam kenyataan pun telah jelas bagaimana rapuhnya sistem bunga. Perjalanan perbankan konvensional di Indonesia cukup melelahkan. Kita tidak tahu sampai kapan program penyehatan perbankan yang menerapkan sistem bunga berlangsung. Meskipun telah banyak yang dilikuidasi, namun yang masih hidup terus menjadi beban nasional. Sebaliknya, bank-bank syariah sejauh ini belum ada yang memberati negara dan cenderung berkembang.<br />Secara historis, sistem bagi hasil berawal di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an dalam hal pengelolaan haji. Dalam bentuk embrio perbankan syariah mulai di Mesir pada dekade 1960-an yang berbentuk semacam lembaga keuangan unit desa. Pada tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang sekarang banyak membantu lembaga-lembaga Islam di dunia, termasuk bidang pendidikan dan pertanian. Lembaga perbankan syariah terus berkembang sehingga pada akhir 1999 tercatat 200 buah di seluruh dunia, termasuk di Eropa, Amerika, dan Australia. Pada tahun 1992, sistem perbankan syariah mulai diterapkan di Indonesia berdasarkan UU No. 7 tahun 1992. Sekarang, bank-bank konvensional sendiri sudah banyak membuka divisi syariah di mana-mana. Ini merupakan bagian dari bukti kemaslahatan yang terkandung dalam sistem perbankan syariah.<br /> </div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-56070083552704641342008-02-22T06:15:00.000-08:002008-02-22T06:17:19.709-08:00MENGGUNAKAN SUARA DALAM PEMILIHAN PIMPINAN<div align="justify">Hukum mengangkat kepada negara adalah wajib berdasarkan Alquran, Hadis, ijmak ulama, dan akal. Alquran surat an-Nisa’ : 59 artinya, Orang-orang Mukmin diperintahkan untuk patuh kepada Allah, Rasul, dan penguasa. Dalam surat al-Hadid : 25 dijelaskan bahwa di antara tugas Rasul dan para pengikut yang datang sesudahnya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan membantu Agama Allah. Tentunya, tanpa adanya kepala negara, tuntutan kedua ayat ini tidak dapat terlaksana. Untuk memenuhi tuntutan ayat-ayat ini, umat wajib mengangkat kepala negara. Dalam riwayat Abu Dawud, Nabi saw. bersabda :<br /><br /><br />“Jika ada tiga orang dalam perjanan, hendaklah mereka mengang-kat (pemimpin) salah seorang mereka.”<br />Kepada orang yang melakukan perjalanan dalam jumlah tiga orang saja Nabi saw. memeintahkan agar mengangkat satu orang dari mereka menjadi pemimpin mereka. Di samping itu, para sahabat dan tabiin telah ijmak atas wajibnya mengangkat imam atau kepala negera. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup harmonis tanpa adanya pemerintahan yang sah mengatur pergaulan mereka.<br /> Tentang wajibnya mengangkat kepala negara, para ulama telah memberikan penjelasan. Al-Bagdadi (w. 429 H), Innal imamah fardhun wajibun `alal ummah liajli iqamatil imam (Sesungguhnya, keimaman adalah fardu yang wajib atas umat untuk mendirikan imam (kepala negara). Al-Mawardi (w. 450 H) berkata : Al-Imamah maudhu`atun likhilafatin Nubuwwah fi hirasatid Din wa siyasatid dunya wa `aqduha liman yaqumu biha fil ummah wajibun bil ijma` wa insyazza `anhum al-Asham. (Keimaman dibuat untuk menggan-tikan kenabian dalam menjaga Agama dan mengatur urusan dunia dan mengaqadkannya bagi orang yang melaksanakannya di tengah umat adalah wajib secara ijmak, sekalipun ganjil sendiri pendapat al-Asham.”)<br /> Ibn Hazm (W. 456 h) berkata : Ittafaqa jami`u Ahlis Sunnah wa jami`ul Murji’ah wa jami`usy Syi`ah wa jami`ul Khawarij `ala wujubil imamah, hasyan Najdat minal khawarij. (Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji’ah, seluruh Syiah, dan seluruh Khawarij atas wajibnya keimaman, kecuali (sekte Najdat dari Khawarij.)<br />Ibn Khaldun (w. 708 H) berkata : Inna nashibal imam wajibun qad `urifa wujubuhu fisy-syar`I bi ijma`ish shahabah wat tabi`in. (Sesungguhnya menetapkan kepala negara wajib dan telah diktahui wajibnya dalam syariat dengan ijmak sahabat dan tabiin.”)<br /> Keterangan para ulama ini menunjukkan bahwa hukum me-negakkan kepala negera adalah wajib. Konsekwensinya, menggu-nakan hak pilih untuk menegakkan kepala negara juga wajib.<br />Kewajiban menggunakan hak suara di atas menyangkut pemilihan kepala negara. Adapun penggunaan suara untuk pemilihan suara untuk tingkat daerah juga sama. Apalagi dalam konteks otonomi daerah yang sedang dikembangkan di Indonesia. Kebijakan daerah itu sangat besar dan menentukan. Dalam pandangan Islam, pengurusan agama merupakan bagian dari kewajiban kepala negera. Demikian juga jajaran kepemimpinan sesuai dengan jenjang masing-masing, wajib mengurusi Agama. Karena itu, memperjuangkan pemimpin yang diharapkan mampu dan berkemauan mengurusi Agama ada-lah kewajiban umat. Pemimpin yang tidak beragama atau tidak menghayati agama, tidak mungkin diharapkan akan mengurusi Agama. Umat Islam berkewajiban memper-juangkan pemimpinnya sesuai dengan bidang dan wewenang masing-masing, mulai dari menggunakan hak suaranya.<br /> Khusus dalam kondisi persaingan ketat antara perjuangan meme-nangkan pemimpin yang peduli Agama dan perjuangan me-menangkan pemimpin yang tidak peduli Agama, kewajiban untuk memperjuangkan kepemimpinan yang hak menjadi lebih tinggi. Orang Islam yang tidak menggunakan suaranya pasti merugikan perjuangan untuk kepe-mimpinan umat. Jika gara-gara seorang atau beberapa orang Islam tidak menggunakan hak suaranya sehingga menyebabkan kekalahan calon pemimpinnya, maka jelas dia atau mereka akan menanggung dosanya dan semuanya akan menerima musibahnya. <br /> <br /> Medan, 8 Desember 2007<br /><br /> DR.H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /> Ketua Komisi Dikbud dan Anggota<br /> Komisi Fatwa MUI Tk. I SU<br /><br /><br /> </div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-65742533687370618272008-02-22T06:12:00.000-08:002008-02-22T06:43:56.757-08:00MENEPIS PENGARUH NARKOBA DENGAN SENJATA AGAMA<div align="justify">Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Ketua Komisi Dikbud MUI SU<br /><br />Bahaya Narkoba<br />Narkoba membawa banyak problem yang bahayanya sangat berat dan luas. Dalam bukunya, Masalah Narkotika, B. A. Sitanggang menjelaskan bahwa gejala penyalahgunaan Narkotika umumnya ngantuk, rasa gembira, rasa cemas, bicara tidak jelas, gerakan refleks, loyo, fungsi koordinasi badan tidak sempurna, mata mengecil, hilang selera ketergantungan dan mual. Obat-obat ini pada umumnya menimbulkan bahaya ketergantungan secara fisik dan psikologis, toleransi, kalap dan bersifat menyerang, hilang kesadaran, hepatitis, dan kematian. Secara ringkas, bahaya penyalah-gunaan Narkoba mulai dari otaknya bocor, berbagai macam penyakit ruha-ni, berbagai macam penyakit jasmani, sampai kepada maut.<br />Bahaya lain dari Narkoba adalah pemiskinan. Orang yang ketergan-tungan pada Narkoba, tidak perduli habis uang untuk mendapatkan jenis Narkoba yang diinginkannya. Pada Konferensi Masyarakat Anti Narkoba dan Keluarga Korban Narkoba pada tanggal 27 Mei 2000 di Hotel Tiara Medan, seniman Anja dari Grup Gita Rolis, Jakarta menceritakan bahwa bagi teman-temannya di kalangan seniman dan artis yang terjerumus menjadi pecandu Narkoba, rumah harga milyaran mudah saja dijual untuk mendapatkan Narkoba. Dalam Konferensi ini juga seorang ibu menceri-takan bahwa anaknya terlibat dalam kelompok pecandu Narkoba. Kata-nya, yang namanya uang dan harta sudah ludas mengobatkan anaknya, tapi tidak sembuh-sembuh. Lima dari teman anknya itu sudah mati waktu itu.<br />Pengaruh Narkoba bukan hanya menimpa orang yang terlibat, tetapi juga mengenai seluruh anggota keluarga. Dalam Konferensi tersebut, Kama-luddin, SH yang pada waktu itu sebagai Ketua Gerakan Anti Narkoba (GAN) mengatakan bahwa bila seorang anggota keluarga terkena Narkoba, seisi rumah menjadi stress.<br />Penjara telah menjadi tunangan bagi orang yang terlibat Narkoba. SIB terbitan 14 April 2006 mengutip Kakanwil Departemen Hukum dan HAM SU, Drs. Untung Sugiono, BclP, MM yang mengatakan bahwa saat ini penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) di SU berjumlah 11.000 orang. 70% dari jumlah ini adalah kasus Narkoba.<br />Kematian terus mengintai pecandu Narkoba. SIB, 12 Mei 2007 mengutip keterangan Koordinator Satgas IV Badan Narkotika Nasional (BNN), Kom-bes Pol Bambang Haryoko yang menjelaskan bahwa sekitar 30 hingga 40 orang me-ninggal setiap hari akibat penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Diperkirakan bahwa pengguna Narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta jiwa dari jumlah pendu-duk 220 juta jiwa.<br /><br />Menepis Pengaruh Narkoba<br />Mengingat bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan Narkoba serta penyebarannya yang demikian deras, upaya mengatasinya tidak mungkin ditunda lagi dan tidak mungkin ditangani oleh pemerintah saja, melainkan semua pihak dan semua individu masyarakat. Di antara upaya preventif yang dapat dilakukan adalah melalui pemantapan iman dan pengetahuan Agama. Semua orang beragama dapat mengambil bagian dalam upaya ini sesuai jalur masing-masing. Namun, yang menempati barisan terdepan dalam penguatan iman dan pendalaman Agama adalah para ustaz, muballig, dan dai. Tidak kurang pentingnya peran para guru dan orang tua.<br />Iman merupakan benteng batin yang paling ampuh menangkis godaan Narkoba. Seorang yang memiliki iman yang kuat tidak akan bisa diterobos Narkoba. Bagi orang yang beriman, hidup bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Bahkan, kehidupan di akhirat sangat panjang dan bahkan abadi, sedang kehidupan dunia sa-ngat terbatas waktunya. Seorang yang beriman meyakini bahwa mengkonsumsi Nar-koba hukumnya haram, dosa besar, dan akan menyeretnya ke dalam azab api neraka. Dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari Nabi saw. bersabda yang artinya, “Tidak berzina orang yang berzina ketika berzina ia beriman. Tidak minum khamar orang yang minum khamar ketika minum khamar ia beriman. Dan tidak mencuri orang yang mencuri ketika mencuri sedang ia beriman.” Hadis ini menjelaskan bahwa selama iman bersemayam di dalam dada, seorang Mukmin tidak berani melakukan perbuatan haram, termasuk mengkonsumsi Narkoba. Orang berani melakukan itu hanya ketika imannya tercabut.<br />Upaya kedua adalah memilih teman. Pergaulan sangat berpengaruh kepada sikap dan prilaku seseorang, terutama di masa anak-anak dan remaja. Sebab, pengalaman seorang remaja masih sangat terbatas. Ia belum terlalu memikirkan akibat jangka panjang dari tindakannya. Orang dewasa sendiri pun bisa terpengaruh dengan ling-kungan. Berteman dengan orang yang terlibat Narkoba, kalau pun tidak cepat, lama-lama seorang akan terpengaruh dengan teman itu. Seseorang terpengaruh dengan temannya, mungkin sebab bujukan atau rasa kesetiakwanan atau paksaan. Sebuah persahabatan tidak mungkin terbangun tanpa adanya proses saling mempengaruhi yang akhirnya melahirkan persamaan sikap.. Berkenaan dengan pengaruh perteman-an inilah Rasul saw. bersabda, al-Mar’u `ala dini khalilih, falyanzur ahadukum man yukhalilu (Seorang itu menurut agama temannya. Karena itu, seseorang kamu hen-daklah memperhatikan siap yang akan ditemaninya). Mau selamat dari Narkoba, ja-nganlah dekat-dekat dengan orang Narkobaan. Mau selamat dari judi janganlah ber-teman dengan orang yang suka main judi. Agar tidak terjerumus ke dalam lembah prostitusi, janganlah dekat-dekat dengan orang yang suka cerita porno dan perzinaan.<br />Selain upaya itu adalah dengan memahami dan menghayati bahaya Narkoba. Kadang-kadang orang terjerumus ke dalam suatu maksiat karena tidak memahami akibatnya. Di atas sudah disebutkan betapa mudrat yang disebabkan Narkoba. Dengan menyadari itu semua, seorang tidak akan berani mencoba Narkoba. Alquran mengingatkan dalam surat al-Baqarah ayat 195, Wa la tulqu bi aidikum ilat tahlukah (Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan). Dalam sebuah ha-dis, Rasul saw. bersabda, La dharara wa la dhirara (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain).<br />Diketahui bahwa ada sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang terlibat dalam penyalahgunaan Narkoba yang antara lain adalah : (1) keinginan menonjolkan diri sebagai orang pemberani, (2) dorongan ingin tahu, (3) ikut-ikutan, (4) solidaritas kelompok, (5) ingin buat sensasi, (6) ingin menguji nyali, (7) iseng dan meng-hilangkan rasa bosan, (8) sikap berontak dan protes terhadap orang tua atau guru, (9) pelarian dari problem yang sedang dihadapi, (10) karena terancam atau dipaksa oleh teman. Seorang yang sadar akan mudrat yang ditimbulkan Narkoba akan mampu menghindarkan diri dari semua faktor ini. Dalam pergaulan ia selalu mawasdiri. Mi-salnya, duduk-duduk bersama teman di pinggir jalan sangat berpeluang mengubah sikap dan pikiran kepada hal-hal negatif. Sehubungan dengan ini Rasul saw. ber-sabda, Iyyakum wal julusa fiththuruqat (Jauhi kamulah duduk-duduk di jalan). Orang melakukan kejahatan karena ada peluang. Jika peluang itu dihindari, maka orang akan selamat dari melakukannya.<br />Khusus bagi remaja, penguatan cita-cita ingin jadi apa setelah dewasa juga satu pertahanan batin yang kuat menolak pengaruh Narkoba. Kesempatan hidup ini sangat singkat. Masa sukses dan masa menikmati kesuksesan mungkin tidak lebih dari empat puluh tahun. Dalam sebuah riwayat, Nabi dikatakan bersabda yang artinya, “Rebutlah lima sebelum datangnya lima perkara, hidupmu sebelum matimu, mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu lapangmu sebelum waktu sibukmu, waktu kayamu sebelum miskinmu.” Allah swt. juga menantang manusia siapa yang kerjanya paling baik dalam surat Hud ayat 7 yang artinya, “agar Dia menguji siapa di antara kamu yang amalnya lebih baik.” Seorang yang memiliki cita-cita yang kuat akan bekerja keras untuk mewujudkannya. Dengan demikian peluang untuk menyia-nyiakan waktu tidak ada sehingga godaan-godaan yang akan menyim-pangkannya dari cita-cita itu, termasuk Narkoba otomatis terhindar. Orang yang ti-dak mempunyai cita-cita dalam hidup akan bisa terpengaruh dengan Narkoba.<br /><br />Penutup<br />Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang terjerumus ke dalam praktik Narkoba akan kehilangan masa depannya. Keberhasilan untuk pulih kembali secara murni dari dampak negative Narkoba sangat kecil. Seandainya pun berhasil pulih, ia telah menyia-nyiakan umurnya dan modal-nya untuk selama masa pemulihan. Karena itu, orang-orang yang terlanjur jauh dalam praktik Narkoba dapat disebut sebagai lost generation (generasi yang hilang), yakni generasi yang tidak dapat diperhitungkan lagi. Pendeknya, penyalahgunaan Narkoba sama sekali tidak ada baiknya, melainkan buruknya sangat banyak sampai kepada maut.<br />Meskipun penyebaran Narkoba dewasa ini sangat deras sehingga sulit dibendung, namun terlibat atau tidaknya seseorang dalam Narkoba sangat tergantung pada dirinya sendiri. Jika memang ia tidak ingin menghancurkan masa depannya, ia dapat menghindari Narkoba dengan berbagai cara pencegahan yang diterangkan di atas. Jika terlanjur kecanduan, pengobatan dan pertobatan melalui rehabilitasi keaga-maan merupakan cara penyembuhan yang sangat mujarab.<br /><br />Penulis adalah Sekretaris Komisi Dikbud MUI SU<br /><br />Medan, 17 Nopember 2007.<br /><br />DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /></div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-6990575429994362782008-02-20T09:24:00.000-08:002008-02-20T09:26:58.796-08:00PENGALAMAN ANEH DALAM SAKARAT<div align="justify">Oleh : DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br />Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN-SU<br />Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI-SU<br /><br /><br /><br /><br />A. Pendahuluan<br /> Banyak informasi Al-Quran dan Hadis tentang hal gaib, baik dalam kehidupan dunia maupun sesudah mati yang tidak dapat diamati dengan pancaindra dan tidak pula dapat dieksperimen sehingga tidak dapat diterima orang yang tidak beriman. Bahkan, orang Mukmin juga ada yang merasa terpaksa percaya kepadanya. Akalnya tidak dapat menerimanya, tetapi karena masih ragu untuk keluar dari Islam, sementara hal itu diberitakan Al-Quran dan Hadis serta para guru pun mewajibkannya untuk beriman, ia pun mengaku percaya walaupun hatinya tetap ragu.<br /> Sebenarnya, dalam kehidupan pun banyak terjadi peristiwa ganjil yang sulit diterima akal, tetapi berlangsung dalam kenyataan. Misalnya, di Simpang Talang, Puncak, Bogor Haji Asyari melakukan operasi kilat terhadap berbagai penyakit benjolan, daging tumbuh, dan kanker. Penulis sendiri mernyaksikannya dan bahkan sempat dioperasi pada bagian perut untuk mengeluarkan batu. Meskipun batunya tidak ditemukan, namun pisau sempat ditancapkan tiga kali ke perut dan kemudian ditutup dengan hansaplast. Bekas lukanya pun hilang setelah satu hari. Di Pasar Samarang, Garut seorang yang bernama Haji Aron melakukan hal yang sama. Ia mudah saja mengeluarkan daging tumbuh dan menutup bekas operasinya dengan hansaplast dan berselang beberapa waktu bekasnya pun hilang. Di belakang Polonia, seorang yang bernama Syuib Harahap juga melakukan pengobatan secara aneh. Ia selalu melakukan pengobatan secara duet. Setelah membaca doa, biasanya ia memindahkan penyakit pasiennya kepada teman duetnya. Kemudian, ia berkomunikasi dengan penyakit itu melalui teman duetnya yang sudah kesakitan itu dan setelah mengetahui identitas penyakit, ia mengusirnya. Sementara pasiennya betul-betul merasa penyakitnya telah hilang. Setelah beberapa waktu, kadang-kadang penyakit itu masuk lagi kepada pasiennya sehingga pengobatan yang sama diulangi lagi untuk beberapa kali.<br /> Kejadian aneh lain adalah seorang ibu melahirkan bayi kura-kura pada tahun lima puluhan. Pengasuhnya bernama Hafsah yang dulunya tinggal di Sei Kepayang Darat, Asahan dan sekarang menetap di Riau. Kura-kura itu minum susu dan sempat hidup beberapa hari. Seorang gadis cilik yang nama panggilannya, Semi di Perkebonan Adolina, Kampung Staman, Perbaungan ketika berumur sembilan tahun sempat mati beberapa jam. Kain kapannya sudah diambil dari kantor kebun papan keranda sudah dipotong dan alat-alat jenazahnya sudah disiapkan, tiba-tiba ia bergerak dan hidup kembali sampai sekarang. Sekarang ia masih hidup sudah menjadi nenek tinggal di Perbaungan. Kemanakannya sekarang tinggal di Garu III, Gang 4, Simpang Marindal, Medan.<br /> Dalam kajian tauhid, kejadian-kejadian aneh dinamai dengan berbagai sebutan. Jika terjadi pada calon seorang nabi disebut irhash, pada seorang nabi disebut mukjizat, pada seorang wali Allah disebut karamat, pada seorang Mukmin yang saleh disebut ma`unah, pada seorang fasik bila sesuai dengan keinginannya disebut istidraj atau sihir dan bila berbeda dengan keinginannya disebut istihanah. Contoh-contoh dikemukakan untuk membuktikan bahwa kejadian-kejadian yang tidak masuk akal bisa terjadi dengan izin Allah. Demikian jugalah pemberitaan Al-Quran dan Hadis tentang wujud jin dan makhluk halus lainnya, pencabutan nyawa oleh Malaikat Izrael, azab kubur, dan peristiwa kiamat.<br /> Dalam tulisan ini dikemukakan ayat 93 dari surat al-An`am yang artinya, “Dan sekiranya engkau melihat di waktu orang-orang zalim dalam sakarat maut sedang malaikat memukul dengan tangan mereka (seraya berkata), keluarkanlah nyawamu, pada hari ini kamu dibalasi dengan siksa penghinaan karena kamu mengatakan terhadap Allah yang tidak benar dan kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”<br /> Ayat ini menjelaskan bahwa orang zalim, termasuk orang yang maksiat kepada Allah akan dipukuli malaikat ketika hampir mati atau dalam keadaan sakaratulmaut dan akan mendapat azab penghinaan. Malaikat dan perlakuan mereka terhadap orang yang hampir mati ini tentunya tidak pernah disaksikan orang. Akan tetapi, keterangan di bawah ini nanti akan menceritakan kejadian itu. Adapun azab penghinaan mengandung makna penyaksian orang banyak terhadap seseorang dalam keadaan tidak terhormat.<br /><br />B. Pengalaman Sakarat<br /> Sehubungan dengan pengalaman sakaratulmaut, berikut ini dikemukakan kejadian-kejadian luar biasa.<br />1. Abdullah bin Ahmad menceritakan bahwa ia sudah memegang tali dari kain untuk mengikat dagu ayahnya jika meninggal yang dalam sakaratulmaut. Tiba-tiba Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Tidak, jauhlah, tidak, jauhlah.” Kemudian ia sadar. Abdullah bertanya mengapa hal itu diucapkannya. Imam Ahmad menjelaskan bahwa setan berdiri setentang dengannya sambil menggigit jarinya dan berkata, “Hai Ahmad, cobalah uji aku dan tarik kepadamu.” Aku menjawabnya dengan kalimat itu.<br />2. Ketika Imam Abu Ja`far al-Qurthubi dekat wafat, orang mengajarinya, “Ucapkanlah, La ilahaillallah. Ia berkata, “Tidak.” Ketika ia siuman, orang menceritakan hal itu kepadanya. Imam Abu Ja`far menerangkan bahwa dua orang setan datang kepadanya. Satu sebelah kananya dan yang satu lagi sebelah kirinya. Seorang di antara mereka berkata, “Matilah dalam agama Yahudi karena itulah agama yang terbaik.” Seorang lagi berkata, “ Matilah dalam agama Kristen karena itulah agama yang terbaik. Menjawab tawaran itulah Imam Abu Ja`far berkata, “Tidak.”<br />3. Seorang pemimpin komunis terkemuka di Medan menjalani operasi karena penyakit tertentu. Dalam keadaan di larang bergerak, tiba-tiba dia bergerak dengan sekuat tenaganya karena mengelak dari anjing yang hendak menerkamnya. Tidak lama kemudian ia meninggal.<br />4. Abdullah bin Rawahah pingsan. Seorang perempuan meratapinya. Ketika siuman, Abdullah menjelaskan bahwa setiap perempuan itu meratapinya malaikat yang berdiri memegang besi bertanya kepadanya apakah benar yang dikatkan perempuan itu. Abdullah menjawab, “Tidak.” Sekiranya ia menjawab benar tentunya malaikat itu memukulkan besinya.<br />5. Kiyai Fathul Bari di desa Telanger, Soko Hanah, Simpang (Madura) pingsan selama 45 menit pada Ahad, 9 Agustus 1970. Ia telah dinggap mati dan ditangisi oleh keluarga. Tiba-tiba dia sadar kembali. Karena peristiwanya tersebar luas, wartawan Harian Abadi sempat datang mewawancarainya. Kiyai menerangkan pengalamannya antara lain bahwa ia merasa sangat panas, lapar dan haus. Seorang yang menyerupai neneknya yang telah lama meninggal datang sambil membawa makanan dan minuman yang sangat butuhkannya. Orang itu berkata, “Kalau engkau mau menerima pemberian saya ini, tentunya engkau akan masuk sorga seperti hal saya dulu dapat masuk sorga karena menerima pemberian yang serupa.” Tawaran itu tolaknya. Dia melihat catatan kebaikan dan kejahatan. Dia nerasa tidak berada di dunia. Rohnya keluar dengan sakitnya seakan-akan tubuhnya hancur luluh. Ratap dan tangisan orang-orang sekitarnya sangat mengganggu jasadnya yang hancur itu. Dia dibaringkan. Katanya dia melihat semua sanak keluarga. Dia dibawa melayang ke alam luas. Dia dibawa ke sebuah tempat yang berbau busuk. Di sana laki-laki dan perempuan dalam keadaan yang menyedihkan. Tapi, penjaganya menolaknya. Kemudian, dia dibawa ke tempat yang lain yang keadaannya lebih baik. Tapi, di sinipun dia ditolak. Saat itulah mungkin dia sadar kembali. Namun, pada tanggal 10 Agustus 1970 Kiyai tersebut benar-benar menghembuskan nafasnya terakhir.<br /> Peristiwa-peristiwa di atas menunjukkan bahwa orang yang dalam sakaratulmaut melihat sesuatu yang orang di sekitarnya tidak melihatnya. Demikian jugalah kejadian orang-orang zalim dipukuli malaikat, sedang orang sekelilingnya tidak menyaksikannya. Bahkan, mereka yang dalam sakaratulmaut menyaksikan bermacam-macam pemandangan sebagaimana yang diberitakan dalam Al-Quran dan Hadis.<br /><br />C. Azab Kehinaan<br /> Di dalam Al-Quran disebutkan beraneka macam azab. Ada yang disebut azabal hariq yang artinya siksa bakar, azaban nar yang artinya siksa api neraka. Kedua macam siksaan ini tidak mesti disaksikan orang lain. Sementara siksa penghinaan mengandung makna bahwa kejadian itu ditonton orang banyak. Sehubungan dengan pengertian ini, mungkin contoh-contoh berikut bisa dikaitkan dengan maksud tersebut.<br />1. Seorang jawara meninggal tiba-tiba pada Senin malam sehabis Isya bulan Oktober 2000 di Kampung Hulu, Jawa Tengah. Darah keluar dari mulut, hidung, mata, dan telinga. Sekujur tubuh membengkak dan busuk sehingga sarung yang dipakainya tak muat lagi. Setelah anaknya datang dari Jakarta, pada hari Rabunya jam 11.00 jenazah disalatkan, tetapi dalam jarak lima meter karena orang yang menyalatkan tak tahan mencium baunya. Orang juga enggan mengusung kerandanya karena bau dan darah serta nanah merembes di kain kapannya. Mayat ini ternyata adalah putra seorang Kiyai yang mempunyai pesantren dan jenazah sendiri pernah menjadi santri selama enam tahun dan jago ilmu nahu, saraf dan memaknai Alquran. Ketika berkeluarga, ia mengalami kesulitan hidup dan akhirnya berubah sikap dan menjadi jawara yang ditakuti masyarakat sehingga dia makan, menganmbil rokok dari warung orang tanpa bayar, suka memukul isteri dan menipu.<br />2. Seorang janda miskin dan telah berusaha berdagang kecil-kecilan tapi gagal. Akhirnya dia putus asa dan berselingkuh sampai melahirkan anak zina dua kali dan pada hamil ketiga dari hubungan gelap ia mengalami pendarahan dan meninggal pada hamil empat bulan. Jenazahnya sangat berat dan membesar dan tidak dapat dipisahkan dari keranda sehingga dikubur bersama kerandanya.<br />3. Seorang kakek tua dan kaya di Desa Sukamaju, Jawa Tengah meninggal pada tahun 80-an. Mayatnya membesar dan memanjang sehingga kuburannya dibesarkan tiga kali, tapi tidak juga cukup.Penggalian kuburannya juga cukup aneh. Kalajengking yang besar-besar berwarna hijau ke hitam-hitaman bermunculan di mana-mana. Dicoba pindah dua kali tetapi kalajengking bermunculan sehingga jenazah dimasukkan ke liang pertama walaupun kalajengking penuh menunggunya. Karena terus memanjang, mayat terpaksa dibengkokkan. Rupanya, kakek ini suka menggeser batas tanah termasuk terhadap tanah saudaranya sendiri.<br />4. Seorang perempuan pengkhayal ingin kaya. Setelah kawin 10 tahun namun kekayaan yang dikhayalkannya tidak diperolehnya akhirnya dia berselingkuh dengan pedagang kelontong. Kisah ini terjadi di Blora, Jawa Tengah. Dia cerai dari suaminya dan kawin dengan teman selingkuhnya. Karena mengetahui tujuannya, suami kedua ini pun menceraikannya. Berselang beberapa tahun, dia kembali kepada suaminya pertama. Untuk mewujudkan khayalannya, dia melakukan persugian sambil berdagang rempah-rempah. Dagangnya tumbuh berkembang. Dia pun mulai memiliki truk, mobil, rumah dan kemewahan lainnya. Suatu hari, dia bersama suaminya pergi mengambil bahan dari desa yang agak jauh. Waktu pulangnya, dia mengantuk dan tidur sendirian di belakang. Tiba-tiba, terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kepalanya hancur, otaknya berserakan ke luar, dan ususnya pun terburai keluar. Dia mati di tempat dan ketika dikuburkan, air warna darah merah pekat serta bau amis keluar dari sela-sela kuburannya. Dia pun dimasukkan ke dalam kuburan yang terendam air darah itu. Masyarakat menduga bahwa ini akibat persugian yang dilakukannya.<br /><br />D. Penutup<br /> Uraian di atas menunjukkan bahwa seorang yang sedang dalam sakarat menghadapi berbagai cobaan dan pengalaman, sedang orang yang hadir mengelilinginya tidak melihatnya. Ini sejalan dengan keterangan Khalifah Uman bin Khattab, Hadirilah orang-orang yang hendak mati di antara kamu dan ingatkanlah mereka. Sebab, mereka sedang melihat apa yang tidak kamu lihat dan ajarkanlah kepada mereka La ilahaillalllah. Suatu pelajaran bahwa cobaan itu bukan hanya dihadapkan kepada orang-orang zalim, tetapi juga kepada orang alim dan saleh. Karena itu, orang-orang saleh dahulu sangat takut mengingat sakarat. Karena dalam sakarat seorang merasa panas, sangat lapar dan dahaga. Mereka khawatir kalau tidak mampu melawan godaan itu sehingga mati dalam kufur. Nabi sendiri memohon agar Allah meringankan sakaratulmaut baginya dalam doanya, “Allahumma hawwin `alayya sakaratulmaut.” (Ya Allah, ringankanlah bagiku sakaratulmaut). Bila para ulama dan orang saleh menghadapi cobaan dalam sakarat, tentunya orang biasa lebih wajar menerima cobaan itu.<br /> Uraian di atas juga menggambarkan bagaimana orang-orang maksiat ketika dikuburkan. Allah menunjukkan beraneka macam kejadian aneh terjadi pada diri mereka setelah mati sebelum dimakamkan dan dapat disaksikan orang banyak. Kejadian-kejadian ini diturunkan dari buku Pedoman Mati Menurut Al-Qur,’an dan Hadis karya H.M.Arsjad Thalib Lubis dan majalah Hidayah edisi 35, 36, 37, dan 38 tahun 2004. Tampaknya, cerita tentang pengalaman dan kejadian ini dapat memperkuat informasi ayat tersebut di atas.<br /><br /> <br /><br /> Medan, 14 Februari 2004<br /><br /><br /> DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br /> </div>PROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4341332882696804108.post-2643453929598708792008-02-20T09:23:00.000-08:002008-02-20T09:24:44.937-08:00SALAT KHUSYUKBy: DR.H. Ramli Abdul Wahid, MA<br /><br /> Kualitas pelaksanaan salat bervariasi, antara lain salat khasyi`un, salat daimun, salat sahun. Yang terbaik adalah salat khasyi`un, yakni salat orang-orang yang khusyuk. Faedah salat khusyuk banyak, antara lain membawa ketenangan hati, terhindar dari kemaksiatan, disiplin, bahkan sampai kepada keterlenaan munajat dengan Allah swt.<br /> Syarat-syarat zahir salat khusyuk antara lain : (1) sempurna syarat sahnya, yaitu badan, pakaian, dan tempat bersih dari najis berat, najis pertengahan, dan najis ringan, badan bersih dari hadas besar dan hadas kecil, menutup aurat dengan sempurna, mengetahui masuk waktu, menghadap kiblat, dan mengetahui syarat dan rukun salat, (2) keadaan bebas dari hiruk pikuk yang mengganggu pendengaran, (3) keadaan bebas dari gambar, lukisan, dan benda-benda yang mengganggu penglihatan, (4) keadaan fisik segar, tidak mengantuk dan tidak lelah sehingga salat dilaksanakan dengan semangat, (5) keadaan udara hendaknya bagus sehingga tidak terasa gelisah dalam salat, (6) takbiratulihram hendaknya pendek dan tidak panjang.<br /> Syarat-syarat batin salat khusyuk antara lain : (1) senantiasa hadir hati dalam salat, (2) memahami segala bacaan dan perbuatan, (3) membesarkan Allah, (4) rasa kagum atas kebesaran Allah dan merasakan kekerdilan diri, (5) rasa malu terhadap Allah atas ketidaksempurnaan bacaan dan perbuatan salat, (6) khawatir kalau salat tidak diterima Allah karena kekurangan pelaksanaannya, (7) rasa harap diterima Allah karena Ia Maha Pemurah dan kita telah berusaha maksimal melakukan salat.<br /><br /> <br /> H. Ramli Abdul WahidPROF.DR.H.RAMLI ABDUL WAHID.MAhttp://www.blogger.com/profile/04154035741945972902noreply@blogger.com0